Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tepatkah Kebijakan Pemerintah Hapus Syarat PCR/Antigen? Ini Kata Ahli

Kompas.com - 08/03/2022, 19:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

“Misalnya angka reproduksi sudah di bawah 1 atau test positivity rate-nya sudah 50 persen,” ujarnya.

Baca juga: Aturan Baru Naik Pesawat hingga KA Mulai 8 Maret, Tak Wajib PCR/Antigen

Pelonggaran mesti diimbangi pengetatan

Dicky menambahkan pelonggaran aturan Covid-19 harus diimbangi dengan penguatan identifikasi surveilans.

Surveilans merupakan pemantauan terhadap penyebaran virus Corona untuk menemukan pola perkembangan wabah tersebut.

“Tidak ada tes domestik, tapi ada sampling. Ada surveilans yang bisa menunjukkan dari sekian penerbangan atau kedatangan hari itu 1 persen, 2 persennya memang tidak ada yang positif, misalnya,” ungkap Dicky.

Pasalnya, Dicky menegaskan bahwa tes PCR-Antigen tidak bisa digantikan begitu saja oleh vaksinasi, sebagaimana kebijakan yang saat ini berlaku bagi pelaku perjalanan.

Kendati demikian, Dicky mengatakan bahwa penguatan untuk mengimbangi pelonggaran aturan Covid-19 ini tampaknya belum dilakukan.

“Artinya harus ada penguatan. Dan saya belum melihat itu,” ujarnya.

Selain melalui identifikasi survelians, penguatan juga bisa dilakukan melalui aturan protokol kesehatan, seperti aturan penggunakan masker bagi pelaku perjalanan.

Pasalnya, pecabutan aturan tes PCR-Antigen bagi pelaku perjalanan yang sudah divaksinasi tidak meniadakan kemungkinan terinfeksi penularan virus Corona.

Dicky juga mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak diberlakukan begitu saja. Ia menganjurkan agar ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap dengan tetap melakukan evaluasi berdasarkan data yang ada.

Baca juga: Aturan Terbaru Perjalanan Darat, Laut, dan Udara Selama PPKM Jawa-Bali

Strategi tes PCR-Antigen

Dicky mengatakan, strategi tes PCR-Antigen di masa cakupan vaksinasi yang semakin membaik akan bersifat target oriented (surveilans).

Sebab, tes ini bisa mewakili informasi tentang keberadaan virus dan bisa diakses dalam saat itu juga.

“Ketika kita rubah strategi tes ini dalam aspek kesmas (kesehatan masyarakat), sebaiknya ada uji publik dulu untuk melihat potensinya. Setidaknya di satu lokasi selama satu minggu supaya memiliki dasar data yang kuat dalam konteks Indonesi,” kata Dicky.

Tes PCR-Antigen juga bisa menjadi data indikator keterkendalian kasus, sehingga mudah untuk memutuskan apakah suatu wilayah masih berstatus pandemi, endemi, atau epidemi.

“Sekali lagi, tes ibarat mata kita terhadap virus. Tanpa tes yang memadai, kita tidak dapat melihat di mana virus atau ke mana arahnya. kombinasi vaksin, dan tes akan menurunkan transmisi komunitas ke titik di mana kita dapat mengendalikan virus secara efektif,” imbuhnya.

Apabila strategi tes PCR-Antigen tersebut tidak dilakukan dengan tepat, bisa berdampak pada lonjakan kasus dan rawat inap serta kenaikan tingkat kematian pasien Covid-19.

Oleh karena itu, penguatan sejumlah aspek sangat diperlukan untuk mengimbangi pelonggaran kebijakan penghapusan tes PCR-Antigen bagi pelaku perjalanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com