“Setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”
Sementara itu, definisi kekerasan seksual dalam Pasal 1 angka 1 RUU TPKS yakni, “Setiap perbuatan yang bersifat fisik dan atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis.”
Kedua, terdapat 9 bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS. Sementara dalam RUU TPKS, bentuk kekerasan seksual hanya ada 5.
9 bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS:
5 bentuk kekerasan seksual dalam RUU TPKS:
Baca juga: DPR Setujui RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR
Ketiga, tidak adanya perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
RUU PKS mengatur penanganan kekerasan seksual mulai dari pencegahan hingga pemulihan korban.
Hal tersebut termasuk juga proses tindak pidana terhadap pelaku dan bagaimana pelaku kembali ke masyarakat tanpa mencederai hak korban.
Selain itu, tidak mengatur pula mengenai kewajiban pemerintah dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) untuk melindungi dan memenuhi hak korban.
Peran paralegal sebagai pendamping korban kekerasan seksual pun dihapus dalam RUU TPKS.
(Sumber: KOMPAS.com/Penulis: Irfan Kamil, Rosi Dewi Arianti Saptoyo | Editor: Sabrina Asril, Inggried Dwi Wedhaswary)