Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Poin Penting RUU TPKS dan Bedanya dengan RUU PKS

Namun Badan Legislasi menunda rapat kerja bersama pemerintah untuk membahas RUU TPKS yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu (23/2/2022).

"Enggak jadi (raker), belum putus di pimpinan (DPR)," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi menambahkan, rapat ditunda karena sejumlah anggota Panitia Kerja RUU TPKS juga masih berada di daerah pemilihan masing-masing sehingga rapat diputuskan ditunda.

"Enggak jadi hari ini, atas permintaan poksi-poksi (kelompok fraksi) karena anggota panja yang ditunjuk banyak di dapil," ujar Baidowi.

Lantas, apa saja poin penting dalam RUU TPKS, dan apa bedanya dengan RUU PKS?

Dilansir dari Kompas.com (23/2/2022), terdapat empat poin penting dalam RUU TPKS:

1. Penyidik tidak boleh menolak perkara

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej menjelaskan, dalam RUU TPKS aparat penegak hukum tidak dapat menolak perkara kekerasan seksual.

Hal tersebut untuk memastikan penyidik terus memproses perkara yang berhubungan dengan kekerasan seksual.

“Ada ketentuan di dalam RUU itu bahwa penyidik wajib memproses. Jadi dia tidak boleh menolak perkara, dia wajib memproses,” ujar Eddy saat melakukan pertemuan dengan awak media di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/2/2022). 

2. Tidak ada restorative justice

Penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual nantinya tidak akan bisa menggunakan pendekatan restorative justice.

Pendekatan restorative justice sendiri merupakan penyelesaian suatu perkara dengan menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korban.

“Dalam RUU itu, penyelesaian kekerasan tindak pidana seksual tidak boleh menggunakan pendekatan restorative justice, tidak boleh,” tegas Eddy.

Ketentuan tersebut, menurut Eddy guna menghindari upaya-upaya penyelesaian dengan uang.

Menilik dari beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi, pelaku secara ekonomi lebih mampu daripada korban.

Kasus tersebut pun selesai dengan pemberian sejumlah uang tanpa adanya proses hukum.

3. Barang bukti dapat dijadikan alat bukti

Eddy menuturkan, untuk mempermudah penegak hukum memproses kasus dugaan kekerasan seksual, RUU TPKS mengatur barang bukti dapat dijadikan alat bukti.

“Barang bukti masuk menjadi alat bukti. Kalau dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), barang bukti dan alat bukti itu dua hal berbeda,” jelasnya.

Barang bukti dalam KUHAP dijelaskan pada Pasal 39, sementara alat bukti diatur dalam Pasal 284.

“Tapi di dalam RUU ini, alat bukti itu adalah antara lain barang bukti,” ujar Eddy.

4. Kewajiban restitusi

Restitusi adalah ganti kerugian korban yang dibebankan kepada pelaku.

Eddy menyatakan, dalam RUU TPKS restitusi wajib dibebankan kepada pelaku kekerasan seksual. Sementara untuk besarannya, akan diputuskan oleh majelis hakim yang menangani perkara.

Jika pelaku tidak memiliki cukup uang, lanjut Eddy, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk membayar restitusi tersebut.

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) adalah rancangan awal yang tak kunjung disahkan meski masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Sebagai gantinya, RUU PKS diganti dengan RUU TPKS yang hari ini mulai dibahas oleh pemerintah dan DPR.

Ada beberapa perbedaan RUU TPKS dan RUU PKS, sebagai berikut.

Pertama, perbedaan definisi kekerasan seksual dalam kedua RUU tersebut.

Pasal 1 angka 1 RUU PKS mendefinisikan kekerasan seksual jauh lebih lengkap daripada definisi menurut RUU TPKS.

“Setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”

Sementara itu, definisi kekerasan seksual dalam Pasal 1 angka 1 RUU TPKS yakni, “Setiap perbuatan yang bersifat fisik dan atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis.”

Kedua, terdapat 9 bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS. Sementara dalam RUU TPKS, bentuk kekerasan seksual hanya ada 5.

9 bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS:

  • Pelecehan
  • Perkosaan
  • Pemaksaan perkawinan
  • Pemaksaan kontrasepsi
  • Pemaksaan pelacuran
  • Pemaksaan aborsi
  • Penyiksaan seksual
  • Perbudakan seksual
  • Eksploitasi seksual

5 bentuk kekerasan seksual dalam RUU TPKS:

Ketiga, tidak adanya perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

RUU PKS mengatur penanganan kekerasan seksual mulai dari pencegahan hingga pemulihan korban.

Hal tersebut termasuk juga proses tindak pidana terhadap pelaku dan bagaimana pelaku kembali ke masyarakat tanpa mencederai hak korban.

Selain itu, tidak mengatur pula mengenai kewajiban pemerintah dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) untuk melindungi dan memenuhi hak korban.

Peran paralegal sebagai pendamping korban kekerasan seksual pun dihapus dalam RUU TPKS.

(Sumber: KOMPAS.com/Penulis: Irfan Kamil, Rosi Dewi Arianti Saptoyo | Editor: Sabrina Asril, Inggried Dwi Wedhaswary)

 

https://www.kompas.com/tren/read/2022/02/23/191500265/poin-penting-ruu-tpks-dan-bedanya-dengan-ruu-pks

Terkini Lainnya

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Tren
Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Tren
4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

Tren
SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

Tren
Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Tren
Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Tren
Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Tren
Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Tren
Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Tren
Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Tren
Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Tren
Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Tren
Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Mulai Kapan?

Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Mulai Kapan?

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Kekeringan Juni-November 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Kekeringan Juni-November 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG

Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke