KOMPAS.com – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI 2021.
Sebelumnya Komnas Perempuan mengusulkan RUU PKS sejak 2012. Namun DPR baru meminta naskah akademiknya pada 2016. Sebelumnya pada 2020, DPR RI mengeluarkan RUU PKS dari prioritas prolegnas.
"Tinggal menunggu masuk masuk penjadwalan di Baleg DPR, tapi karena sudah masuk Prolegnas Prioritas, paling lambat satu tahun ini sudah kembali dibahas karena itu kan satu tahunan ya," kata Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka dikutip dari web resmi DPR RI, Rabu (13/1/2021).
Baca juga: GA Jadi Korban Penyebaran Video Seks, Koalisi Masyarakat Sipil Desak RUU PKS Disahkan
Komnas Perempuan menilai, RUU PKS mendesak untuk segera disahkan. Apalagi setelah melihat kasus kekerasan selama pandemi Covid-19 tidak juga surut.
Komnas mencatat, sepanjang 2020 sebanyak 4.849 orang mengalami kekerasan seksual.
Angka kekerasan seksual memiliki kecendrungan meningkat. Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor menilai bahwa RUU PKS penting untuk segera disahkan.
“Yang kita usulkan ini relatif lebih lengkap ya. Bahwa ada enam elemen kunci yang kita sebut sebagai keunggulan RUU tentang penghapusan kekerasan seksual,” kata Maria saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (12/1/2021).
Baca juga: Komnas Perempuan Desak DPR Masukan RUU PKS ke Prolegnas 2021
Selama ini kekerasan seksual dipisahkan dalam 5 undang-undang yang berbeda. Kelimanya, yaitu UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Perlindungan Anak, dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Selain mencakup aspek pidana, pelaku diberikan hukuman, di situ juga diatur tentang bagaimana upaya penghapusan kekerasan seksual,” ujar Maria.
Selain itu, menurut Komnas Perempuan, tindak pencegahan perlu dilakukan agar dapat menekan angka kekerasan seksual yang semakin tinggi.
Maria menerangkan bahwa pencegahan dapat dilakukan dengan memberi pemahaman kepada masyarakat atau sosialisasi mengenai kekerasan dan pelecehan seksual.
Baca juga: Fraksi PKB: RUU Ketahanan Keluarga Mubazir, RUU PKS Lebih Mendesak
Di sisi lain, Maria menyebut, hukum yang diterapkan di Indonesia selama ini tidak mengkategorikan bentuk-bentuk kekerasan seksual secara menyeluruh.
“Kalau kita mengacu pada sistem hukum di kita, dalam hal ini KUHP itu hanya mengenal istilah perkosaan, pencabulan, dan persetubuhan,” ujar Maria.
Sementara kekerasan seksual yang masuk dalam laporan Komnas Perempuan, lebih beragam dari yang tercantum dalam KUHP.
Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang selama ini terjadi, meliputi:
Baca juga: 37 RUU Direncanakan Masuk Prolegnas Prioritas 2021, Termasuk RUU HIP dan RUU PKS