Bank yang ingin membeli mesin ATM tersebut harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 100 juta.
Selain itu, bank juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk petugas khusus yang mengawasi ATM.
Sebab, sejumlah ATM dilaporkan rusak akibat ulah pengguna. Misalnya, beberapa pengguna memasukkan paksa kartunya yang melengkung ke dalam alat ini.
Pengguna lain bahkan merusak mesin ini hanya karena tidak mengerti cara menggunakannya, catat Harian Kompas, 22 Desember 1991.
Baca juga: Bantuan Kuota Internet Kemendikbud Desember Dikurangi, Ini Besarannya
Karenanya, penggunaan ATM saat itu disebut lebih boros daripada pemakaian automatic teller person (ATP) sebagai pelayanan nasabah perbankan.
Di samping menghemat 90 persen biaya ATM, investasi pemakaian ATP yang hanya membutuhkan seorang operator pun lebih menguntungkan bank dibandingkan pembukaan kantor kas baru.
Kini, ATM menjelma menjadi penopang transaksi bank setelah memasuki dekade millenium dengan hadirnya interkoneksi ATM antar bank.
Layanan tersebut menungkinkan nasabah yang berbeda bank bisa melakukan transaksi keuangan hanya dengan melalui mesin ATM milik bank mana pun.
Baca juga: Ini Alasan Polri Mengapa Ujian SIM C Harus Lewati Jalur Zig-zag dan Angka 8