KOMPAS.com - Aeshnina Azzahra Aqilani (14) pelajar SMP asal Gresik, Jawa Timur ini namanya viral setelah salah satu media di Jerman, Die Zeit, menulis tentangnya.
Pada Kamis (4/11/2021), media mainstream itu menuliskan artikel berbahasa Jerman dengan judul "Was Greta kann, kann ich auch!" (apa yang bisa dilakukan Greta, saya juga bisa!).
Selain menulis tentang Nina (panggilan akrab Aeshnina), Die Zeit juga menulis tentang Greta Thunberg, pegiat lingkungan yang lain.
Baca juga: Sosok Nina Azzahra, Siswa SMP yang Berani Kirim Surat Protes ke PM Australia dan Kanselir Jerman
Nina berpidato dan menjadi salah satu narasumber di acara Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam, Belanda, pada 12 Oktober 2021. Itu adalah forum yang menghadirkan para pegiat lingkungan dan akademisi dari berbagai belahan dunia.
Nina yang masih pelajar SMP terlihat menonjol dibanding narasumber lainnya yang sudah bertitel profesor dan doktor. Die Zeit pun terpukau dengan pidato Nina.
Kompas.com menghubungi Nina yang saat ini masih mengikuti Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021 (COP26 Glaslow).
Dia menceritakan awal mula ketertarikannya terhadap isu-isu lingkungan. Lingkungan sekitarnya mendorongnya untuk menyuarakan keadilan.
"Saya tertarik untuk mengkampanyekan sampah impor karena, saya sebagai anak muda Indonesia tidak terima jika tempat tinggal saya dijadikan tempat sampah, apalagi untuk negara maju yang memiliki fasilitas yang lebih layak daripada Indonesia," ungkap Nina pada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa pabrik kertas di Indonesia mengimpor sampah kertas dari negara maju untuk didaur ulang menjadi kertas yang baru.
Akan tetapi, kata dia, negara maju menyelundupkan sampah plastik dalam sampah kertas. Setelah pabrik kertas mengambil sampah kertasnya, sampah plastiknya dibuang ke desa-desa dekat pabrik kertas.
"Desa Bangun adalah desa yang terbesar dibuangi pabrik kertas se-Jawa Timur. Karena banyak dari penduduk desa adalah petani, sambil menunggu panen mereka bekerja untuk memilah sampah plastik impornya, yang laku didaur ulang dan yang tidak laku," kata gadis kelahiran Sidoarjo, 17 Mei 2007 itu.
Kemudian, dalam semua proses daur ulang sampah impor menyebabkan banyak masalah lingkungan, manusia, dan hewan. Sampah yang tidak laku, dibakar dan melepas banyak gas beracun dan gas rumah kaca.
"Saya merasa tidak terima, ini tidak adil, ini sampah negara maju yang kaya kok yang merasakan dampak sampahnya, kami orang Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Sebelum Kirim Surat kepada PM Australia, Siswi SMP di Gresik Minta Izin ke Dinas Pendidikan