Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Wakil Presiden RI: Hamengku Buwono IX (1973-1978)

Kompas.com - 20/03/2021, 08:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah salah satu tokoh penting dalam perjalanan pemerintahan Republik Indonesia sejak revolusi. 

Sejumlah jabatan menteri pun menjadi hal biasa baginya sejak Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947) hingga Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966). 

Hamengku Buwono IX kemudian menjadi Wapres RI yang kedua, setelah Mohammad Hatta, untuk mendampingi Presiden Soeharto.

Baca juga: Ramalan Sultan Hamengku Buwono I tentang Kapan Negara Akan Sejahtera

Wakil Presiden (1973-1978)

Hamengku Buwono IX bersama Presiden Soeharto setelah acara pelantikan Ipphos Hamengku Buwono IX bersama Presiden Soeharto setelah acara pelantikan

Ia menjadi wapres pertama di antara 5 wapres lain yang mendampingi Soeharto menjalani 32 tahun masa kepemimpinannya di era Orde Baru.

Mengutip laman Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Hamengku Buwono IX diangkat menjadi wapres pada 25 Maret 1973 dan rampung menjabat pada 23 Maret 5 tahun setelahnya. 

Sebelum menduduki posisi wakil presiden, Sultan yang memiliki nama lahir GRM Dorojatun itu sudah beberapa kali menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan. Berikut di antaranya:

  • Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946-27 Juni 1947),
  • Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947-11 November 1947 dan 11 November 1947-28 Januari 1948),
  • Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948-4 Agustus 1949)
  • Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-20 Desember 1949),
  • Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950).
  • Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951), 
  • Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959), Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966),
  • Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966). 

Baca juga: Istri Terakhir Sultan Hamengku Buwono IX Wafat

Masa kecil

GRM Dorojatun lahir di Ngasem, Yogyakarta, pada 12 April 1912 dan merupakan anak ke 9 Sri Sultan Hamengku Buwono XIII dari istri kelimanya, yakni Raden Ajeng Kustilah atau Kanjeng Ratu Alit. 

Dikutip dari dari laman Kraton Jogja, semenjak usia 4 tahun, HB IX sudah dititipkan di rumah pasangan Belanda, keluarga Mulder yang merupakan kepala dari Neutrale Hollands Javanesche Jongen School (NHJJS).

Keluarga itu diberi pesan oleh HB VIII agar mendidik putranya seperti rakyat biasa, tidak ada keistimewaan hanya karena dia putra raja.

HB IX harus hidup mandiri tanpa dampingan pengasuh.

Di keluarga ini, HB IX dikenal sebagai Henkie, sebuah nama yang jauh dari kesan kebangsawanan.

Baca juga: Pertemuan Jatisari, Awal Mula Perbedaan Budaya Surakarta dan Yogyakarta

Masa sekolah

HB IX menjalani masa taman kanak-kanak (Frobel School) dan pendidikan dasarnya (Eerste Europe Lagere School B dan Neutrale Europese Lagere School) di Yogyakarta, setelah itu ia melanjutkan pendidikannya ke Hogere Burgerschool (HBS) di Semarang dan Bandung.

Kemudian, HB IX beserta beberapa saudaranya dikirim oleh sang ayah untuk menuntut ilmu di Rijkuniversitet di Leiden, Belanda meski belum menyelesaikan pendidikan di HBS.

Di sana, HB IX mendalami ilmu hukum tata negara dan berkenalan dengan Putri Juliana yang kemudian menjadi Ratu Belanda.

Diminta pulang dan naik tahta

Pada 1939, ia dipanggil pulang oleh ayahnya karena Perang Dunia II terlihat tak lama lagi akan meletus.

Ketika itu, HB IX belum selesai dalam menjalani masa pendidikannya.

Setibanya di Tanah Air, HB IX diberi Keris Kyai Joko Piturun yang menjadi simbol bahwa penerima menjadi putra mahkota yang akan meneruskan tahta.

Selang beberapa hari kemudian, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII mangkat.

Hari Senin Pon, 18 Maret 1940, beliau dinobatkan sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibja Radja Putra Narendra Mataram. 

Kemudian dilanjutkan penobatan beliau sebagai Raja dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping IX.

 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Album Sejarah Indonesia (@albumsejarah)

Saat dilantik, HB IX berpidato dan menyampaikan satu pernyataan yang mungkin masih diingat oleh masyarakat hingga kini.

"Saya memang berpendidikan barat, tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa," kata dia.

Baca juga: Ketika HB IX Berkisah tentang Penampakan Sultan Agung

Akhir hayat

Pada 2 Oktober 1988 malam, ketika HB IX tengah berkunjung ke Amerika Serikat ia meninggal di George Washington University Medical Center.

Jenazahnya pun langsung diterbangkan ke Indonesia untuk dimakamkan di Kompleks Pemaanan Raja-Raja di Imogiri, Bantul.

Seakan turut berduka, tepat di hari kematiannya, diceritakan bahwa pohon beringin Kyai Wijayandaru yang ada di Alun-Alun Utara Yogyakarta roboh.

Untuk menghargai segala jasa dan perjuangannya bagi Bangsa Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 8 Juni 2003 oleh Presiden RI ketika itu, Megawati Soekarnoputri.

Baca juga: Cerita di Balik NIP PNS 010000001 Mililk Sri Sultan HB IX, Totalitas untuk Mengabdi Nusa dan Bangsa

Peninggalan HB IX

Beberapa hal yang ikonik sebagai peninggalan Hamengku Buwono IX dan masih bisa dirasakan manfaatnya hingga saat ini adalah adanya Selokan Mataram dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta

Selokan Mataram, adalah saluran air atau irigasi yang menghubungkan Sungai Progo dan Kali Opak hingga kini memberi pengairan bagi pertanian warga Yogyakarta.

Dulunya proyek ini digunakan untuk menyelamatkan penduduk Yogyakarta dari program kerja paksa Jepang yang dikenal dengan nama Romusha.

Sementara UGM, salah satu universitas negeri yang kini menjadi salah satu universitas terbaik di Indonesia, juga tak lepas dari campur tangan HB IX.

Baca juga: Kenapa Sultan HB IX Bisa Satukan Warga Jogja Dukung Kemerdekaan?

HB IX lah orang yang mendukung penuh dibangunnya UGM. Awalnya lembaga pendidikan itu hanya menempati lokasi Pagelaran dan bangunan-bangunan lain di dalam dan sekitar kraton untuk proses belajar-mengajar.

Sat ini UGM telah berdiri di sebidang tanah yang terletak di Bulak Sumur, Sleman, yang disediakan oleh Sultan untuk dibangun gedung utama, juga Balairung, yang ketika itu dirancang oleh Presiden Pertama RI, Soekarno.

 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com