Sementara itu, dari pihak ibu, Gus Dur adalah cucu dari KH Bisri Sanuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang Jawa Timur.
Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikarunia empat putri.
Mereka, yaitu Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid alias Yenni Wahid, Alissa Qotrunnada Wahid, Anita Hayatunnufus Wahid, dan Inayah Wulandari Wahid.
Gus Dur mempelajari agama Islam sejak kecil. Bahkan di usia 5 tahun, dirinya sudah bisa membaca Al-Qur'an.
Baca juga: Profil Presiden Kedua RI: Soeharto
Setelah lulus dari sekolah dasar, Gus Dur menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Gowongan.
Pada saat yang sama, ia juga mengaji di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Selesai dari SMEP, Gus Dur melanjutkan ke Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah selama dua tahun.
Lalu, dia menempuh studi ke Pondok Pesantren Tambak Beras di Jombang.
Gus Dur diberangkatkan untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci di usianya yang terbilang muda, saat berusia 22 tahun.
Setelah itu Gus Dur dikirim belajar ke Al-Azhar University, Kairo, Mesir, Fakultas Syari'ah (Kulliyah al-Syari'ah) dari tahun 1964 sampai 1966.
Ia melanjutkan ke Universitas Baghdad Irak, Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab pada 1966 hingga 1970.
Gus Dur juga sempat pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya di Universitas Leiden.
Namun ia merasa kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui. Dia pun berpindah ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.
Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yang terdiri dari kaum intelektual Muslim progresif dan sosial demokrat.
LP3ES mendirikan majalah Prisma, di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utama, sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.