Ia mengatakan, sopir truk dan kernetnya memiliki lingkup pergaulan sendiri dan bahasa pergaulan sendiri.
Kata-kata atau gambar yang ada pada bak truk, menurut dia, sesuatu yang sifatnya relevan dengan keseharian mereka.
"Misalnya seperti yang di Twitter itu, itu kan semacam ungkapan perasaan atau pikiran bahwa kita tidak boleh merasa rendah diri, 'Oke saya enggak punya duit, tapi wirid kuat' misalnya begitu," kata Sunu.
Menurut Sunu, keberadaan tulisan-tulisan di bak truk bisa dipandang secara positif.
Sunu mengatakan, ungkapan-ungkapan yang ada di bak truk itu juga bisa disamakan dengan kata-kata mutiara atau pepatah.
"Barangkali bermanfaat juga untuk orang lain. Menjadi refleksi atas sesuatu," kata Sunu.
Meski, tentu saja, tidak semua tulisan di bak truk memiliki makna yang bisa dijadikan refleksi.
Sunu mengatakan, ada juga tulisan yang sifatnya bercanda.
Tulisan maupun gambar yang ada di bak truk bisa juga dimaknai secara semiotika. Semiotika adalah ilmu tentang tanda.
"Setiap gambar, setiap kata yang tertorehkan, kalau itu bermakna ya kita anggap itu berbicara semiotik. Jadi, sesuatu yang termaknai itulah tanda. Tanda itu mengacu pada sesuatu yang lain, jadi membawa pesan atau makna tersendiri bagi siapapun yang membaca atau melihatnya," kata Sunu.
Ia menambahkan, pesan yang disampaikan melalui bak truk mencerminkan sikap dan pandangan tertentu, yang dinilainya sangat berarti di lingkup pergaulan sopir truk.
Hal ini ditemukan juga, misalnya pada stiker-stiker unik di angkutan umum (angkot).
Sunu mengatakan, setiap kelompok atau komunitas di masyarakat memiliki cara tersendiri dalam menyampaikan sesuatu.
"Mungkin orang-orang seperti ini (sopir truk) tidak mungkin menulis dalam bentuk opini di koran, atau di Facebook, barangkali terlalu mewah buat mereka. Mereka lebih memilih cara-cara seperti itu. Singkat tapi kena," kata Sunu.
Jika orang lain memilih mengungkapkan apa yang mereka rasakan melalui media lain, seperti Facebook, Twitter, atau bahkan melalui kolom opini di koran, maka sopir truk memilih menuangkan apa yang ia rasakan pada bak truknya.
"Selain menyampaikan uneg-uneg, barangkali dia juga merasa berbagi kepada kelompoknya atau bahkan kepada publik, dan membuat orang lain tersenyum saat membacanya," kata Sunu.
Menurut Sunu, tulisan di bak truk sejenis dengan graffiti yang biasa dijumpai di dinding-dinding kota. Namun, ia mengaku belum mengetahui apakah sudah ada istilah untuk menyebut tulisan atau lukisan pada bak truk.
Oleh karena itu, menurut Sunu, untuk saat ini, yang paling tepat adalah menyebut bahwa bak truk merupakan ruang berekspresi.
Baca juga: 7 Toko Buku Unik, Mulai dari Kapal, di Tengah Sawah hingga Bekas Bank
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.