Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Sejumlah Negara Tak Patuhi Aturan Terkait Virus Corona, Mengapa Bisa Terjadi?

Kompas.com - 24/03/2020, 19:04 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Infeksi virus corona penyebab Covid-19 yang kini menjadi pandemi global telah menewaskan belasan ribu orang.

Negara-negara di dunia melakukan sejumlah langkah penanganan. Ada yang mengambil kebijakan melakukan kuncian atau lockdown, ada yang mengajak warganya berdiam diri rumah, dan melakukan social distancing.

Namun, tidak semua penduduk menaati imbauan yang diberikan. Berikut upaya yang dilakukan di sejumlah negara, tetapi diabaikan oleh warganya.

Italia

Di Italia, saat wabah mulai terjadi, otoritas mulai memberlakukan penutupan "zona merah" yang terdampak di bagian utara.

Setelah kasus-kasus terus menyebar, seluruh wilayah ditutup pada 9 Maret 2020.

Ada ancaman denda sebesar 232 dollar AS dan 6 bulan penjara bagi warga yang melanggar. 

Akan tetapi, ratusan ribu warga di Italia justru memperoleh surat polisi karena melanggar aturan tersebut. 

Seorang pejabat Palang Merah China mengatakan langkah-langkah yang diambil Italia dianggap tidak cukup ketat.

Pada Jumat (20/3/2020), pihak militer dipanggil untuk membantu menegakkan aturan ini. Pasalnya, kematian terus meningkat dan rumah sakit mulai kewalahan. 

Hingga Selasa (23/3/2020) pukul 08.43 WIB, jumlah infeksi yang dilaporkan di Italia telah mencapai 63.927. Jumlah kematian di negara ini telah melebihi China, yaitu sebanyak 6.077 kasus.

Selain Italia, ada banyak kejadian di negara-negara barat lainnya yang tidak tampak memperlihatkan pembelajaran dari kasus yang dialami Italia.

Baca juga: Tunjukkan Solidaritas, Jerman akan Rawat 6 Pasien Corona dari Italia

London, Inggris

Di London, orang-orang justru berbondong-bondong pergi ke taman untuk berjemur pada akhir pekan.

Padahal, ada imbauan dari pemerintah untuk tetap tinggal di rumah selama pandemi virus corona.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pun menanggapi kejadian ini dengan memberlakukan penutupan wilayah pada Senin (23/3/2020) malam.

"Orang-orang hanya akan diizinkan meninggalkan rumah mereka untuk tujuan yang sangat terbatas seperti berbelanja kebutuhan dasar, melakukan satu bentuk olahraga sehari, menyediakan layanan medis, atau pergi bekerja jika benar-benar tidak dapat dilakukan di rumah," jelas Boris sebagaimana dikutip CNN.

Baca juga: Virus Corona, London, dan Tutupnya Puluhan Stasiun Kereta Bawah Tanah...

Mengapa orang-orang tidak tinggal di rumah?

Sekelompok perawat yang mengenakan pakaian pelindung diri, berpose bersama sebelum bekerja untuk shift malam mereka di Rumah Sakit Cremona, tenggara Milan, Lombardy, Italia, Jumat (13/3/2020). Selama diberlakukannya lockdown di Italia terkait meledaknya penyebaran virus corona di negara tersebut, sosok para tenaga medis banjir dukungan atas dedikasi mereka yang menjadi pahlawan dalam menangani serbuan pasien corona.AFP/PAOLO MIRANDA Sekelompok perawat yang mengenakan pakaian pelindung diri, berpose bersama sebelum bekerja untuk shift malam mereka di Rumah Sakit Cremona, tenggara Milan, Lombardy, Italia, Jumat (13/3/2020). Selama diberlakukannya lockdown di Italia terkait meledaknya penyebaran virus corona di negara tersebut, sosok para tenaga medis banjir dukungan atas dedikasi mereka yang menjadi pahlawan dalam menangani serbuan pasien corona.
Menurut Profesor Ilmu Perilaku di Warwick Business School Nick Chater, pemerintah kurang bertindak lebih jauh.

"Ketika orang diimbau dengan lembut untuk melakukan sesuatu, saya tidak berpikir bahwa orang akan berpikir itu penting dan melakukannya," kata Chater.

Chater mengatakan, jika sesuatu itu benar-benar penting, bukan imbauan atau nasihat yang disampaikan, tetapi keharusan.

"Ketika benar-benar penting, kami tidak mengatakan hal-hal seperti, kami mengimbau untuk berhenti di lampu merah tetapi kami hanya akan mengatakan Anda harus. Jika tidak, Anda telah melanggar hukum," jelas Chater.

Melansir CNN, anggota parlemen untuk Bermondsey di London, Neil Coyle, mengunggah foto kereta yang padat.

Ia mengaku telah meminta pemerintah untuk mempertimbangkan menuntut pekerja yang tidak bertanggung jawab dan mengambil risiko ini.

Baca juga: Inggris Terapkan Lockdown ala Italia, Ini Aturan dan Hukumannya

Orang-orang pun turut bereaksi di media sosial. Kebanyakan marah dan menyebut mereka yang mengabaikan aturan sebagai "Covidiots".

Taman Nasional Snowdonia di Wales, melaporkan hari kunjungan terpadat dalam sejarah dan meminta pemerintah untuk menyusun langkah dan panduan yang jelas.

Gubernur California Gavin Newsom juga mengimbau anak-anak muda di pantai untuk tidak egois.

Sementara, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengkritik orang-orang yang terlihat mengabaikan aturan social distancing ini.

Namun, menurut Chater, komentar-komentar ini tidak cukup.

"Ada kegagalan besar dalam komunikasi. Kami telah melihat China dan juga Korea. Kami dapat melihat adanya strategi yang benar-benar bekerja, tidak hanya secara teori," ungkap Chater. 

Pada Kamis (19/3/2020), China melaporkan tidak ada kasus baru setelah memberlakukan aturan yang ketat meskipun membuat sebagian penduduk tidak dapat meninggalkan rumah tinggal selama lebih dari sebulan dengan kondisi ekonomi yang menurun.

Social distancing disebut sebagai langkah paling efektif untuk menjaga tingka infeksi tetap rendah di Hong Kong, meskipun kini ada peningkatan kembali. 

Kini, beberapa negara di Eropa pun melakukan lebih banyak aksi untuk memperlambat penyebaran virus. 

Di Perancis, ribuan denda telah dikeluarkan bagi mereka yang melanggar aturan melakukan perjalanan keluar. Selain itu, banyak taman dan pantai mulai ditutup.

"Ketika para pemimpin ingin orang-orang melakukan lebih banyak upaya, mereka harus membuatnya sebagai sebuah kewajiban sebelum terlambat," kata Chater.

Baca juga: Virus Corona, Anggota Sebuah Gereja di Korea Selatan Bentrok dengan Polisi

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Kenali Gejala Awal Terinfeksi Virus Corona dari Hari ke Hari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com