Novel Coronavirus (2019-nCov) memang memiliki kesamaan dengan virus corona jenis lain, seperi MERS dan SARS.
Umumnya 2019-nCov memiliki gejala umum bagi orang yang terinfeksi, seperti demam, batuk, kelelahan, sakit tenggorokan, sakit kepala, hemoptisis, dan diare.
SARS-CoV
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARAS-CoV) pertama kali ditemukan di China pada November 2002.
Diketahui, virus ini menyebabkan wabah mematikan di seluruh dunia pada kurun waktu 2002-2003.
Tercatat, sebanyak 777 penduduk meninggal dunia dari 8.098 kasus. Meski begitu, para peneliti menyimpulkan, SARS-CoV memiliki tingkat kematian sebesar 10 persen.
Bagi pasien yang terjangkit SARS-CoV umumnya sebanyak 20-25 persen mengalami diare.
Sebuah studi awal menunjukkan bahwa peningkatan jumlah sitokin proinflamasi dalam serum tertentu dikaitkan dengan peradangan paru dan kerusakan paru-paru yang meluas pada pasien SARS.
Gejala SARS yang umumnya terjadi antara lain, menggigil, demam, batuk kering, dan sakit di bagian dada.
Baca juga: Mengapa Pasien Suspect Corona yang Meninggal di RSUP Kariadi Harus Dibungkus Plastik?
MERS-CoV
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) diketahui pertama kali ditemukan di Timur Tengah pada 2012.
Saat itu ditemukan enam orang dengan gejala gagal pernapasan. Kemudian, dua orang di antaranya meninggal dunia.
MERS-CoV dilaporkan memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada SARS-CoV yakni sebesar 37 persen.
Kasus menjadi meluas, di Arab Saudi tercatat 22 orang meninggal dunia dari 44 kasus yang terjadi.
Seorang peneliti dari Erasmus Medical Center (EMC) di Belanda, Ron Fouchier mendunga MERS-CoV berasal dari kelelawar.
Pada 2013, penyakit ini mewabah ke negara-negara di Eropa, seperti Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia. WHO sempat mengeluarkan peringatan bahwa MERS-CoV dapat menjadi ancaman dunia.
Baca juga: Catat, Berikut Cara Mengurus Jenazah Pasien Covid-19 Menurut Kemenag