Keinginan mendirikan Negara Islam Indonesia ini dapat dianggap sebagai ancaman ideologi karena mereka ingin menjadikan agama Islam sebagai dasar negara Indonesia.
Dalam proklamasi Darul Islam disebut bahwa hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah hukum syariat Islam.
Proklamasi NII juga dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syariat Islam serta penolakan terhadap ideologi lain selain Al-Quran dan hadis.
Menghadapi peristiwa ini, pemerintah menurunkan pasukan militernya untuk menangkap pemimpin maupun anggota yang ikut melakukan pemberontakan DI/TII.
Pada akhirnya, setiap pemberontakan DI/TII yang terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan berhasil diselesaikan.
Baca juga: Kartosoewirjo, Pendiri Negara Islam Indonesia 1949
Sejak tahun 1920-an hingga 1966, ada sebuah partai politik yang mengalami perkembangan cukup pesat di Indonesia, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI berupaya untuk menanamkan ideologi komunis di Indonesia melalui berbagai organisasi, seperti Sarekat Islam (SI), yang waktu itu anggotanya sudah berjumlah ratusan ribu.
Sarekat Islam kemudian pecah menjadi dua, yakni SI Putih (golongan Islam) dan SI Merah yang berafiliasi ke paham komunis.
Pasca-kemerdekaan, upaya PKI dalam menyebarkan ideologi komunis juga kerap dituding melawan atau ingin menggantikan Pancasila.
Tudingan tersebut kemudian ditepis oleh pemimpin PKI, DN Aidit, di depan Kader Revolusi pada Oktober 1965 serta melalui sebuah wawancara yang dimuat dalam majalah Pembina pada 12 Agustus 1964.
Baca juga: Apakah PKI Ingin Mengganti Pancasila?
DN Aidit dengan tegas menyatakan bahwa PKI menerima Pancasila secara keseluruhan.
Bahkan, DN Aidit juga mengakui bahwa Pancasila berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa.
Tidak hanya itu, PKI juga menentang adanya pemretelan terhadap Pancasila.
Bagi PKI, setiap sila dalam Pancasila memiliki nilai yang sama-sama penting.
Dari pernyataan ini maka dapat disimpulkan bahwa PKI tidak berkeinginan untuk mengganti Pancasila.
Referensi: