Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Indonesia

Universitas Indonesia (UI) merupakan perguruan tinggi di Indonesia yang didirikan pemerintah dengan status Peguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). UI berada di dalam lingkup koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi dengan tanggung jawab Tri Dharma Pendidikan tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Saat ini, UI memiliki 14 fakultas, 2 sekolah pascasarjana, dan program pendidikan vokasi.

New Normal, Kemacetan, dan Budaya WFH

Kompas.com - 09/01/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Eko Sakapurnama

KEBIJAKAN Pemerintah RI mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang tertuang dalam Instruksi Mendagri 53 2022 merupakan kebijakan transisi menuju fase endemi setelah hampir 2 tahun diberlakukannya PPKM akibat pandemi Covid-19.

Kebijakan ini disambut baik oleh pengusaha terutama sektor jasa, transportasi dan perdagangan yang dianggap menjadi angin segar untuk meningkatkan roda perekonomian yang sempat terhenti akibat adanya kebijakan PPKM di seluruh Indonesia.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Teori Gravitasi, Muncul Saat Newton Kerja dari Rumah

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan efek lainnya di kota-kota besar yaitu: Kemacetan!

Dengan adanya kelonggaran dan keleluasaan aktivitas masyarakat, saat ini potensi kemacetan yang timbul akibat mobilitas masyarakat menjadi sangat tinggi.

Kemacetan dapat mengakibatkan beberapa masalah, termasuk Penurunan produktivitas.

Orang yang terjebak dalam kemacetan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai ke tujuan mereka, sehingga dapat mengurangi waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan lain.

Selain itu, polusi udara yang meningkat. Kendaraan yang terjebak dalam kemacetan akan mengeluarkan lebih banyak gas CO2, yang dapat meningkatkan tingkat polusi udara dan menyebabkan masalah kesehatan bagi orang yang tinggal di sekitar area tersebut.

Macet juga dapat menambah tingkat stres, terutama jika terjadi dalam waktu yang lama. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, dan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.

Terakhir kemacetan dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi individu, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan.

Misalnya, bisnis yang terletak di jalur kemacetan mungkin mengalami penurunan kunjungan dan omset karena orang-orang tidak dapat dengan mudah mencapai lokasi tersebut.

Baca juga: Kerja dari Rumah Bisa Sebabkan Stres, Ini Penjelasan Psikolog

Budaya Work From Home

Perkembangan teknologi dan informasi serta ekses pandemi, telah menciptakan budaya kerja jarak jauh (remote working atau Work From Home) berkembang menjadi model kerja yang paling diminati baik di sektor privat maupun sektor publik.

Remote working telah dicetuskan oleh Jack Nilles sejak tahun 1973 silam dengan penamaan Telecommuting. Nilles melihat bahwa saat itu kota New York sudah padat dan kemacetan tidak dapat dihindari akibat mobilitas pegawai yang bekerja di kota tersebut.

Telecommuting sendiri dapat diartikan sebagai pekerjaan yang bisa dilakukan di tempat yang tidak memakan waktu untuk pergi dan pulang ke tempat kerja, pekerjaan yang mungkin dikerjakan dari rumah atau lokasi lain, serta didukung dengan adanya jaringan internet, komputer, dan peralatan kerja lain.

Riset yang dilakukan oleh Kniffin dkk (2021), seorang pakar dari American Psychologist menjelaskan bahwa sejak Pandemi COVID-19 terjadi, jutaan karyawan di dunia harus bersedia untuk menjadi bahan eksperimen global menuju sistem kerja jarak jauh dalan kenormalan baru pascapandemi.

Kementerian PAN RB juga tengah menggodok kebijakan Work From Anywhere bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN).

Baca juga: Merasa Lelah saat Kerja dari Rumah? Ini Sebabnya

Dalam hal ini, kerja jarak jauh dimaknai sebagai model kerja yang memberikan fleksibilitas kepada karyawan sehingga tidak terikat dengan kegiatan di kantor, tetapi karyawan diharapkan tetap produktif dan terhubung dengan rekan ataupun atasan melalui penggunaan teknologi.

Model pekerjaan ini ditandai dengan fleksibilitas kerja, mobilitas individu, dan keterikatan pekerjaan dengan internet.

Statistik Tren Remote Working selama 2020-2022

Data statistik menunjukkan jumlah orang yang saat ini bekerja per Agustus 2022 mencapai 135 juta orang, atau sekitar 68,63 persen dari total Angkatan kerja.

Apabila perusahaan maupun pemerintah dapat membudayakan WFH, maka potensi kemacetan yang timbul dapat berkurang karena mobilitas karyawan yang tetap bekerja di lokasi masing-masing.

Selain itu, survey global juga menunjukkan bahwa lebih dari 16.000 karyawan di 16 negara, termasuk 1.037 responden di Asia Tenggara (Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Filipina), hanya 15 persen karyawan yang disurvei yang lebih memilih untuk kembali bekerja dari kantor secara penuh waktu.

Mayoritas lebih suka Work From Anywhere (WFA) (32 persen), Full Time Remote Working (29 persen), atau Hybrid Work, yaitu campuran kerja di kantor dan kerja jarak jauh (23 persen).

Statistik remote working di seluruh dunia tahun 2020-2022statista 2022 Statistik remote working di seluruh dunia tahun 2020-2022

Untuk itu, kebijakan untuk menstandarkan WFH di era “Kenormalan Baru” menjadi keniscayaan bagi sektor industri dan juga pemerintahan agar risiko-risiko dan kerugian yang ditimbulkan karena kemacetan dapat dikurangi dan produktivitas kerja tetap terjaga.

Baca juga: Halo Prof! Kenapa Badan Jadi Pegal Selama WFH atau Kerja dari Rumah?

Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan kebutuhan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan remote working dapat terlaksana dengan optimal.

Eko Sakapurnama

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia; Peneliti Center for Innovation and Governance (CIGO) FIA UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com