Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Video Viral Anak SD Rambutnya Dipotong Guru Alami Trauma, Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 10/08/2022, 08:02 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

"Kan dibilang disebut trauma, ini perlu kembali kepada definisi trauma karena setiap orang memiliki definisi trauma yang berbeda-beda," tutur Astrid.

Trauma adalah kejadian yang memberi efek shock atau emosional tiba-tiba kepada seseorang. Selain itu, ada definisi trauma lain yakni suatu kejadian stres intens, yang menyebabkan rasa takut sangat besar, ketidakberdayaan, kebingungan, dan mengancam keselamatan jiwa.

"Nah, kalau ini kan enggak sampai mengancam keselamatan jiwa ya. Kalau tidak sampai begitu maka dia bisa dibilang tidak trauma. Jadi harus dilihat dulu mau ikut definisi yang mana," katanya.

Trauma mengancam keselamatan jiwa adalah suatu kejadian yang dialami oleh seseorang, misalnya saja bencana alam, kekerasan fisik, kecelakaan, ataupun pemerkosaan.

Jika trauma anak terjadi lebih dari sekali kemudian menimbulkan efek seperti rasa ketakutan, tidak mau sekolah, takut melihat orang dewasa, perubahan makan, tingkah laku, dan emosi, teringat terus akan kejadian di masa lalu yang terjadi lebih dari dua minggu, maka ia bisa terindikasi mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder).

Astrid turut menekankan pentingnya pemeriksaan psikologis atau pemantauan dari ahli secara berkala, guna melihat apakah mereka mengalami trauma berkepanjangan.

Baca juga: Hati-hati, Anak Bisa Trauma karena Konstipasi

Lebih lanjut, ia berkata, wajar sekali ketika seseorang mendapatkan suatu kejadian yang tidak biasa, mengagetkan, dan mungkin menakutkan baginya dapat memicu trauma.

"Tetapi untuk melihat apakah taruma ini mengkhawatirkan atau tidak , individu ini akan dibantu dipulihkan taruma, jadi anak atau individu akan distabilkan emosinya, dijaga fisiknya, lalu dibantu untuk mengikuti ritme kesehariannya kembali," papar Astrid.

Trauma akan mengkhawatirkan jika berkepanjangan atau berkelanjutan. Disebutkan bahwa anak SD rambutnya dipotong guru disebut mengalami gejala demam hingga trauma.

Terkait itu, Astrid mengungkapkan jika setelah beberapa hari demam sembuh, dan anak bisa beraktivitas seperti biasa usai pindah sekolah maka ia bisa pulih dengan baik.

"Tentu untuk tahu pastinya kita tidak menggunakan diagnosa sendiri, kita memeriksakan ke ahlinya apakah memang sudah aman atau tidak. Jadi untuk menentukan seseorang trauma atau enggak memang biasanya dengan ahli," ucapnya.

Menghadapi anak yang mengalami trauma

Astrid juga mengingatkan kepada para orangtua yang mengalami hal serupa, untuk tidak menceritakannya terus-menerus.

Sebab, ini bisa memperburuk trauma pada anak. Jika terus dilakukan, berpotensi semakin memupuk rasa malu dalam diri seolah-olah dia menjadi korban yang sangat sial.

Baca juga: Wiranto Diserang, Jangan Sepelekan Trauma Psikologis pada Anak

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com