Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Video Viral Anak SD Rambutnya Dipotong Guru Alami Trauma, Ini Kata Psikolog

KOMPAS.com - Baru-baru ini video viral di media sosial memperlihatkan anak sekolah dasar (SD) dengan potongan rambut berantakan, setelah dipotong guru di sekolah. Anak tersebut juga disebut mengalami trauma.

Dalam video yang diunggah sang ibu di akun TikTok @reva.juliany pada Minggu (7/8/2022), itu menunjukkan anak yang disebut telah mengalami demam dan trauma lantaran rambutnya dipotong oleh guru di sekolah.

Dikutip pemberitaan Kompas.com, Selasa (9/8/2022) pengunggah video tersebut menceritakan, anaknya baru masuk sekolah dasar selama delapan hari.

Pada Rabu (3/8/2022), anaknya yang biasa pulang pukul 15.00 tiba-tiba kembali lebih awal, tepatnya pada pukul 12.30. Namun, anak tersebut pulang dalam kondisi sakit dengan rambut yang dipotong berantakan.

"Anak pulang dalam keadaan demam. Saya tanya 'Adek kenapa udah pulang', katanya 'Adek sakit mama'. Udah gitu saya lihat rambutnya udah berantakan," kata sang ibu.

Ia lalu bertanya mengapa rambutnya terlihat berantakan, si anak menjawab bahwa rambutnya telah dipotong oleh gurunya di sekolah.

"Terus anak demam selama 3 hari. Sekarang udah mendingan, dan udah dapat sekolah baru," ujarnya.

Menanggapi kasus video viral rambut anak SD dipotong guru, Psikolog Anak dan Keluarga Astrid WEN, M. Psi, mengatakan bahwa perlu ada komunikasi antara sekolah dengan orangtua terkait dengan tindakan yang akan diambil kepada murid.

"Perlu ada consent, enggak bisa sembarangan kita melakukan perbuatan tanpa ada peringatan atau informasi. Kalau seperti ini kan sebenarnya bisa accident atau kekerasan yang mungkin enggak disadari oleh pihak sekolah," ungkap Astrid kepada Kompas.com, Selasa (9/8/2022).

Dia menambahkan, baik di sekolah negeri maupun swasta perlu ada pengayaan kembali kepada guru-guru untuk tidak mengulangi aksi serupa. Selain itu, harus ada solusi berkenaan dengan peraturan untuk menata rambut anak-anak di sekolah.

"Kalau saya lebih melihatnya iya, sebagai suatu kekerasan karena enggak ada consent, penyalahgunaan kekuasaan dan enggak ada komunikasi," imbuhnya.

Anak, lanjut Astrid, berisiko merasa dipermalukan di hadapan teman-temannya di sekolah. Maka, ia menilai tindakan memotong rambut murid secara sembarangan seharusnya tidak lagi dilakukan oleh guru di sekolah.

Trauma seperti dialami anak dalam video

Dalam video viral tersebut disebutkan bahwa anak SD yang rambutnya dipotong guru mengalami trauma. Berbicara soal trauma pada anak tersebut, menurut Astrid, harus merujuk kembali pada definisi trauma itu sendiri.

"Kan dibilang disebut trauma, ini perlu kembali kepada definisi trauma karena setiap orang memiliki definisi trauma yang berbeda-beda," tutur Astrid.

Trauma adalah kejadian yang memberi efek shock atau emosional tiba-tiba kepada seseorang. Selain itu, ada definisi trauma lain yakni suatu kejadian stres intens, yang menyebabkan rasa takut sangat besar, ketidakberdayaan, kebingungan, dan mengancam keselamatan jiwa.

"Nah, kalau ini kan enggak sampai mengancam keselamatan jiwa ya. Kalau tidak sampai begitu maka dia bisa dibilang tidak trauma. Jadi harus dilihat dulu mau ikut definisi yang mana," katanya.

Trauma mengancam keselamatan jiwa adalah suatu kejadian yang dialami oleh seseorang, misalnya saja bencana alam, kekerasan fisik, kecelakaan, ataupun pemerkosaan.

Jika trauma anak terjadi lebih dari sekali kemudian menimbulkan efek seperti rasa ketakutan, tidak mau sekolah, takut melihat orang dewasa, perubahan makan, tingkah laku, dan emosi, teringat terus akan kejadian di masa lalu yang terjadi lebih dari dua minggu, maka ia bisa terindikasi mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder).

Astrid turut menekankan pentingnya pemeriksaan psikologis atau pemantauan dari ahli secara berkala, guna melihat apakah mereka mengalami trauma berkepanjangan.

Lebih lanjut, ia berkata, wajar sekali ketika seseorang mendapatkan suatu kejadian yang tidak biasa, mengagetkan, dan mungkin menakutkan baginya dapat memicu trauma.

"Tetapi untuk melihat apakah taruma ini mengkhawatirkan atau tidak , individu ini akan dibantu dipulihkan taruma, jadi anak atau individu akan distabilkan emosinya, dijaga fisiknya, lalu dibantu untuk mengikuti ritme kesehariannya kembali," papar Astrid.

Trauma akan mengkhawatirkan jika berkepanjangan atau berkelanjutan. Disebutkan bahwa anak SD rambutnya dipotong guru disebut mengalami gejala demam hingga trauma.

Terkait itu, Astrid mengungkapkan jika setelah beberapa hari demam sembuh, dan anak bisa beraktivitas seperti biasa usai pindah sekolah maka ia bisa pulih dengan baik.

"Tentu untuk tahu pastinya kita tidak menggunakan diagnosa sendiri, kita memeriksakan ke ahlinya apakah memang sudah aman atau tidak. Jadi untuk menentukan seseorang trauma atau enggak memang biasanya dengan ahli," ucapnya.

Menghadapi anak yang mengalami trauma

Astrid juga mengingatkan kepada para orangtua yang mengalami hal serupa, untuk tidak menceritakannya terus-menerus.

Sebab, ini bisa memperburuk trauma pada anak. Jika terus dilakukan, berpotensi semakin memupuk rasa malu dalam diri seolah-olah dia menjadi korban yang sangat sial.

"Kita suka enggak sadar kalau misalnya orang dewasa terus mengulang-ulang cerita itu terus. Jadi cerita ini di-endorse terus-menerus, dipaparkan terus kepada anak sehingga anak terekspos dengan cerita ini," jelas Astrid.

Perasaan sedih, marah, malu, dan kecewa setelah tiba-tiba rambut dipotong berantakan adalah hal yang wajar. Sehingga, orangtua perlu melakukan pendekatan agar mereka bisa terbuka menceritakan perasaannya.

"Ketika anak bisa menceritakan beban emosinya, dan didengar maka sebenarnya orang dewasa atau orangtua memberikan rasa aman kembali kepada anak. Tapi kalau misalnya orangtua meresponsnya dengan kurang tepat misalnya 'kenapa enggak melawan, kenapa mau aja diguting' anak jadi akan semakin merasa kurang berdaya," tegasnya.

Dia menilai, respons kita sebagai orang dewasa juga penting, untuk membantu anak pulih dari kondisi atau kejadian trauma yang dialami.

Cara mendisplinkan anak di sekolah

Di sisi lain, salah satu cara yang bisa digunakan guru ialah meminta anak untuk pulang lebih cepat, dan berkomunikasi dengan orangtua agar merapihkan rambut sesuai dengan peraturan yang ada di sekolah.

"Orangtua juga harus tahu bahwa rambut benar-benar tidak boleh panjang, harus dipotong. Kalau enggak dipotong (misalnya) anak enggak bisa datang ke sekolah. Itu sebenarnya komunikasi," tambahnya.

Guru-guru di sekolah perlu untuk kembali ke tujuan pendidikan nasional, dan menggunakan upaya lain dalam mendisplinkan muridnya. Meski tidak mudah, tenaga pengajar dapat mencoba pendekatan baru yang sesuai dengan era saat ini.

Bila dilihat dari tujuan pendidikan nasional, capaian pembelajarannya utama untuk anak-anak ialah memiliki keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki karakter yang baik.

"Bagaimana mereka bisa punya karakter yang baik, kalau yang ditunjukkan kepada mereka adalah karakter yang tidak baik, yang berkuasa. Seperti kayak sepatu dibakar, handphone diambil itu kan memang tindakan yang memiliki unsur kekerasan, memiliki unsur diskriminasi terhadap anak, tidak menghargai hak anak, atau tidak melindungi anak," terang Astrid.

Ia berkata, guru adalah figur orangtua kedua di sekolah yang dapat mendidik anak-anak dengan menerapkan ketegasan disertai aturan yang jelas, namun tidak dengan kekerasan.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/10/080200923/video-viral-anak-sd-rambutnya-dipotong-guru-alami-trauma-ini-kata-psikolog

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke