Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Hari Bumi, Ini Jejak Iklim di Indonesia Sekarang

Kompas.com - 23/04/2022, 08:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

5. Langkah buruk pemerintah terkait jejak iklim

Selain langkah baik di atas, ternyata ada pula langkah yang dilakukan pemerintah tetapi merupakan kabar buruk bagi jejak iklim Indonesia.

Indonesia meneruskan jaringan pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 21 GW, walaupun ada pernyataan bahwa pembangkit listrik lama akan dipensiunkan dan tidak ada pembangkit listrik tenaga batu bara baru yang akan dibangun setelah tahun 2023.

Selanjutnya ada pula, produk-produk kebijakan yang sedang dan sudah dikeluarkan parlemen bersama pemerintah seperti Undangan-undang Minerba, Undang-undang Cipta Kerja dan RUU EBT.

Produk-produk tersebut dinilai hanya akan memperpanjang kehadiran batu bara dengan pengalihan solusi-solusi yang salah dan perlemahan proteksi hutan dan lahan.

Serta, kabar buruk lainnya adalah target bauran Energi Indonesia dari EBT di tahun 2025 sebesar 23 persen, tercatat di tahun 2021 baru mencapai 11,7 persen.

Melisa Kowara dari Extinction Rebellion (XR) Indonesia menyampaikan bahwa dari beberapa kebijakan ini, terlihat jelas ada kebijkan yang nyatanya bisa diperbaiki karena itu akan meningkatkan perubahan iklim, dan berdampak buruk terhadap masyarakat Indonesia maupun dunia.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan Indonesia, Apa Dampaknya?

“Sangat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang tidak bijak dan tidak berambisi untuk menangani krisis iklim serius di Indonesia,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (22/4/2022).

Ia menjelaskan, pada tahun 2021 dampak dari krisis iklim menyebabkan 7,6 juta rakyat Indonesia harus mengungsi dan menderita.

“Kebijakan iklim saat ini membawa Indonesia menuju ke arah krisis iklim yang lebih parah dan memperburuk situasi dengan peningkatan kerusakan alam dan terus melakukan investasi batubara yang jelas bertentangan dengan sains dan tindakan penyelamatan rakyat,” ujarnya.

“Segala konflik kepentingan di ranah pembuatan kebijakan terlalu jelas,” tambahnya.

Lebih lanjut, kata dia, pemerintah saat ini di kuasai para pemimpin industri ekstraktif dan tetap berfikir untuk mendapatkan keuntungan dari bisnis pribadi yang mengorbankan kesejahteraan rakyat, lingkungan dan masa depan generasi muda.

“Ironis, yang mereka lakukan saat ini adalah menghancurkan bisnis mereka sendiri karena tidak ada ekonomi di planet yang mati,” ucap dia.

Baca juga: Hari Bumi, Ini Penampakan Dampak Perubahan Iklim Selama 37 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com