Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Hari Bumi, Ini Jejak Iklim di Indonesia Sekarang

Kompas.com - 23/04/2022, 08:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Pengurangan emisi di sektor pertanian, kehutanan, dan lahan (AFOLU) dapat membantu mengurangi emisi global dalam skala besar, tapi tidak dapat mengkompensasi penundaan pengurangan emisi di sektor lain.

Ia menambahkan, pemerintah harus melakukan dua hal sekaligus yakni mengurangi energi fosil secara drastis serta menjaga dan memulihkan ekosistem alam tersisa yang berperan besar dalam menyerap emisi GRK dari atmosfer.

“Hal ini termasuk melindungi seluruh bentang hutan alam tersisa, tidak lagi membuka dan mengeringkan gambut, dan menjaga dan memulihkan mangrove secara masif,” ujarnya.

Berikut beberapa fakta terkait jejak iklim di Indonesia.

1. Persoalan emisi gas rumah kaca

Berdasarkan analisis data World Resources Instititue menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang sekitar 3,5 persen dari emisi gas rumah kaca global. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia per kapita adalah 0,79 dari rata-rata negara G20.

Negara G20 ini terdiri dari Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, China, Turki, Uni Eropa dan termasuk Indonesia.

Selanjutnya, bahan bakar fosil menguasai 74,7 persen dari bauran energi Indonesia, termasuk listrik, bahan bakar transportasi pada tahun 2020.

Baca juga: Hari Bumi 2022, Sejarah Hari Bumi Berawal dari Gerakan Lingkungan di Amerika

Minat pada energi terbarukan (tidak termasuk biomassa tradisional) telah menunjukkan laju peningkatan sejak 2011 dan mencapai minat tertinggi 20 persen pada tahun 2020. Namun, intensitas pelepasan karbon sektor energi masih meningkat karena peningkatan penggunaan batu bara.

Intensitas pemanfaatan energi di Indonesia menurun pada tingkat yang lebih lambat dari tren lima tahun negara-negara G20.

2. Belum sesuai target Perjanjian Paris 1,5 derajat Celsius

Dalam upaya aksi dan mengawal tentang mitigasi, adaptasi dan keuangan terkait perubahan iklim, sebuah traktrat internasional pun dibentuk yaitu Persetujuan Paris (Paris Agreement) tahun 2015.

Persetujuan ini mengawal negara-negara untuk mengurangkan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain untuk membatasi pemanasan global dibahah 2 derajat Celsius di atas tingkat praindustri, dan menargetkan 1,5 derajat Celsius.

Artinya, bila suhu bumi naik, hanya boleh naik 1,5 derajat Celsius saja secara global dan jangan sampai suhu bumi naik 2 derajat Celsius.

Namun, ternyata disebutkan oleh Climate Action Tracker bahwa kebijakan Indonesia saat ini masih konsisten dengan tingkat pemanasan bumi hingga 4 derajat Celsius.

Sementara itu, dalam laporan Climate Change Performance Index 2021 menyebutkan bahwa kebijakan iklim Indonesia dinilai masih tidak selaras dengan Perjanjian Paris sampai saat ini.

Baca juga: Mengenal Daftar 12 Hewan yang Muncul dalam Kuis Hari Bumi di Google

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com