Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Varian Beta dan Omicron dari Satu Negara, Mengapa Afrika Rawan Munculnya Varian Baru Covid-19?

Kompas.com - 30/11/2021, 10:01 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejak virus corona SARS-CoV-2 menyerang manusia di hampir seluruh dunia sejak akhir tahun 2019 lalu, beberapa mutasi berbahaya terjadi di Afrika Selatan. Sebelum muncul varian Omicron, varian Beta lebih dulu dilaporkan di negara ini.

Pada September 2020, varian Beta ditemukan. Varian baru virus corona ini pertama kali terdeteksi dengan label B.1.351 di Afrika Selatan.

Salah satu mutasi virus dalam varian Beta B.1.351 adalah E484K, yang juga dikenal dengan nama mutasi Eek. Bahkan, varian Beta mengandung sedikitnya tiga mutasi virus corona.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan varian Beta sebagai salah satu Variant of Concern (VoC), artinya varian virus corona yang satu ini yang menyebabkan peningkatan penularan dan angka kematian akibat Covid-19.

Penyebaran infeksi akibat varian beta B.1.351 ini dinyatakan sangat cepat terjadi di Afrika Selatan. Riset pun mengindikasikan beberapa vaksin kurang mampu melawannya.

Gejala umum yang diakibatkan oleh infeksi varian Beta ini diketahui, tidak berbeda jauh dengan virus corona awal yaitu seperti demam, indera penciuman hilang, sakit kepala, batuk terus-menerus, dan sakit tenggorokan. Varian Beta juga memiliki gejala khusus lainnya seperti sakit perut.

Baca juga: Apa yang Diketahui Ahli tentang Varian Omicron dari Afrika Selatan?

Setelah varian Beta, belum lama ini dan masih mengguncang dunia, telah teridentifikasi varian baru virus SARS-CoV-2 berikutnya dari negara Afrika Selatan, yang dikenal dengan varian B.1.1.529 atau varian Omicron.

Pada Jumat, 26 November 2021, WHO menetapkan varian Omicron (B.1.1.529) ini sebagai VoC atas saran dari Kelompok Penasihat Teknis WHO terkait Evolusi Virus (TAG-VE).

Keputusan ini didasarkan bukti yang diberikan TAG-VE bahwa Covid varian Omicron memiliki beberapa mutasi yang diduga memengaruhi sifatnya, seperti mudah menyebar atau tingkat keparahan penyakit uang ditimbulkan.

Para peneliti di Afrika Selatan dan seluruh dunia tengah melakukan penelitian untuk lebih memahami Omicron.

Dikutip dari laman resmi WHO, Senin (29/11/2021), meskipun belum jelas apakah varian Omicron lebih menular dibanding varian lain, termasuk varian Delta.

Namun, jumlah orang positif Covid-19 dan terkena varian baru Omicron meningkat di Afrika Selatan.

Baca juga: Varian Baru Omicron dari Afrika Selatan, Mengapa Mengkhawatirkan?

Ilustrasi varian Omicron (B.1.1.529). Dokter di Afrika Selatan yang pertama kali menyadari ada varian baru Covid-19 mengatakan, gejala varian Omicron sangat ringan seperti infeksi virus umumnya.SHUTTERSTOCK/natatravel Ilustrasi varian Omicron (B.1.1.529). Dokter di Afrika Selatan yang pertama kali menyadari ada varian baru Covid-19 mengatakan, gejala varian Omicron sangat ringan seperti infeksi virus umumnya.

Epidemiolog dari Griffifth University Australia, Dicky Budiman mengatakan, varian baru B.1.1.529 Omicron disebut 500 persen lebih menular daripada virus corona asli yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China 2019 lalu.

"Kalau diibaratakan varian delta (yang sempat merebak beberapa waktu lalu) yang 100 persen kecepatannya lebih cepat menular daripada virus liar di Wuhan, ini kemungkinannya (varian baru) Omicron bisa sampai 500 persen atau 5 kalinya kecepatan penularannya," jelas Dicky kepada Kompas.com, Sabtu (27/11/2021).

Lantas, mengapa varian baru Covid-19 berbahaya, seperti varian Beta dan varian Omicron, mudah muncul di Afrika Selatan?

Dicky menjelaskan, dari pengalaman kita selama pandemi yang sudah hampir mencapai dua tahun ini, ada catatan sangat penting yang dapat kita pelajari dari mutasi virus dan varian baru Omicron dari Afrika ini.

"Bahwa Afrika adalah negara yang memiliki banyak kasus dengan immunocompromised atau masalah imunitasnya," kata Dicky.

Baca juga: Varian Baru B.1.1.529 Omicron 500 Persen Lebih Menular dari Virus Aslinya

Immunocompromised adalah orang yang memiliki masalah atau gangguan sistem imun, dan yang paling banyak ditemukan di negara ini adalah penderita human immunodeficiency virus - acquired immundeficiency syndrom (HIV-AIDS).

"Ini salah satu hipotesis saya," ujarnya.

Menurut Dicky, hipotesis ini didasarkan pada HIV dan AIDS adalah sebuah gangguan yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit.

Sehingga, jika orang dengan kondisi gangguan sistem imun ini mengalami infeksi Covid-19, maka akan sangat lama virus itu bisa diam dan bermutasi di dalam tubuh pasien tersebut dan itu memberi kesempatan kecepatan mutasi yang banyak.

Dengan begitu, bisa lahir satu varian baru dari sekian mutasi virus yang terjadi akan memiliki kompatibilitas atau kemampuan penyesuaian diri virus itu menjadi lebih besar atau super lagi dari varian sebelumnya.

Oleh karena itu, kata Dicky, penting bagi kita semua untuk menjaga imunitas diri, karena akan berguna dalam menekan risiko berbagai penyakit baik Covid-19 dan lain sebagainya.

Baca juga: 5 Varian yang Masuk Daftar Variant of Concern WHO, Terbaru Omicron

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com