Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baim Wong vs Nikita Mirzani dalam Komodifikasi Kemiskinan dan Sosial

Kompas.com - 15/10/2021, 19:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Setelah ramai Baim Wong marahi Kakek Suhud, dan reaksi Nikita Mirzani di tengah video viral tersebut, berbagai tanggapan netizen menjadi ramai di media sosial.

Bahkan, meski Baim Wong telah meminta maaf kepada Kakek Suhud, kasus ini masih terus jadi perbincangan hangat. 

Fenomena ini, dalam kacamata pakar sosiologi, sebetulnya adalah peristiwa yang wajar. Masalah ini menjadi menarik hanya karena berada di ranah media sosial.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, AB Widyanta, menyebutnya sebagai permainan komodifikasi yang dilakoni oleh para selebriti ini.

Baca juga: Kasus Baim Wong, Kakek Suhud dan Nikita Mirzani, Begini Sosiolog Menilainya

Komodifikasi kemiskinan Baim Wong

Kegaduhan Baim Wong vs Nikita Mirzani dan hujatan atas sikap Baim terhadap Kakek Suhud ini tak terlepas dari bagaimana selama ini Baim mencitrakan dirinya di media sosial.

"Saya memandang kasus ini sebagai teori dramaturgi sosial. Maksudnya, teori ini mengacu antara latar depan atau front stage dan latar belakang yakni back stage," kata Widyanta saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/10/2021).

Persoalan ini, kata Widyanta, adalah soal interaksionisme simbolik, yakni interaksi yang dalam perjumpaan langsung, lalu secara simbolik membaca seluruh konteks yang dihadapi di depannya, yang kemudian menyebabkan interaksi timbal balik antar keduanya.

Seperti diketahui, berbagai konten yang dibuat Baim Wong dalam channel YouTube miliknya selalu menampilkan bagaimana ayah Kiano Tiger Wong itu memberikan uang dan membantu orang tidak mampu. Ini merupakan level front stage dari Baim Wong.

Namun, ketika Baim Wong menegur Kakek Suhud dalam video yang ditampilkan, ia sedang dalam kehidupan kesehariannya atau sedang berada pada level back stage atau latar belakang.

"Dia sedang tidak berada di dunia media sosial untuk memanggungkan dirinya", kata Widyanta.

Baca juga: Viral Baim Wong Tegur Kakek, Sosiolog: Bener Ning Ora Pener

Kakek Suhud di salah satu konten Baim WongYouTube Baim Paula Kakek Suhud di salah satu konten Baim Wong

"Tetapi di sisi lain, karena Baim Wong juga tampil sebagai front stage dengan media sosialnya, yang terbiasa menjadikan orang-orang miskin untuk diberi (uang) secara terus menerus, ia telah memposisikan dirinya sebagai dermawan. Itu panggung depannya," jelas Widyanta.

Dalam aspek sosiologis, apa yang dilakukan Baim Wong adalah bentuk komodifikasi kemiskinan. Hal itu tercermin dalam konten-konten video produksi Baim yang selalu menunjukkan sikap suka memberi, sebagai orang yang dermawan.

"Front stage dia (Baim Wong) menjadi Sinterklaus, malaikat, yang selalu memberi di saat ada orang mengalami kesusahan," ungkap Widyanta.

Secara tidak sadar, kata Widyanta, yang dilakukan Baim Wong adalah bentuk komodifikasi kemiskinan. Komodifikasi kemiskinan adalah proses menjadikan kemiskinan sebagai komoditas untuk rating kepopuleran selebriti.

Citra atau imej yang ditampilkan Baim Wong inilah, yang kemudian mendorong sikap yang dilakukan Kakek Suhud karena Kakek Suhud memiliki pencitraan tentang Baim sebagai dermawan.

Baca juga: Apa Pembelajaran dari Kasus Baim Wong, Kakek Suhud dan Nikita Mirzani?

"Akhirnya, dia (Kakek Suhud) mengejar Baim. Keduanya ini pun sudah masuk dalam permainan simbolik, satu termakan oleh kemiskinan sebagai komoditas, lalu ditangkap Kakek Suhud yang mencitrakan Baim sebagai sosok dermawan," papar Widyanta.

Komodifikasi sosial Nikita Mirzani

Di tengah kegaduhan netizen memperdebatkan sikap Baim Wong terhadap Kakek Suhud, Nikita Mirzani masuk ke dalam konflik ini yang membuatnya disebut oleh netizen sedang mencari panggung atas situasi tersebut.

Widyanta juga sependapat dengan netizen dan menyebut Nikita Mirzani sedang memainkan perannya yakni memanfaatkan komodifikasi sosial.

"Tujuannya untuk rekognisi, yakni pengakuan, agar Nikita Mirzani juga punya popularitas yang lebih tinggi dari Baim Wong. Ini soal kontestasi di dalam dunia simbolik," kata Widyanta.

Baca juga: Soal Baim Wong, Indonesia Punya Peraturan dan UU yang Mengatur Privasi

Nikita Mirzani bertemu Kakek Suhud.Instagram/@nikitamirzanimawardi_172 Nikita Mirzani bertemu Kakek Suhud.

Menurut Dosen Departemen Sosiologi FISIP UGM ini, peristiwa yang terjadi di antara Baim Wong dan Nikita Mirzani adalah fenomena biasa.

Namun, hal ini menjadi menarik karena peran media sosial yang berperan hanya untuk tujuan rekognisi atau pengakuan, baik oleh Baim Wong maupun oleh Nikita Mirzani.

Widyanta berkata bahwa dalam dunia virtual media sosial hari ini, banyak orang saling terkoneksi. Bahkan, orang semakin bebas berkomentar tanpa perlu mengetahui konteks dan duduk perkara dari suatu masalah atau isu.

"Semua bisa saling silang pendapat dengan bebas," kata Widyanta.

Komodifikasi oleh selebriti lain dilakukan untuk mendapatkan rekognisi atau pengakuan. Dalam hal ini, komodifikasi kemiskinan yang dimainkan oleh Baim Wong dan komodifikasi sosial yang dilakoni Nikita Mirzani.

Artinya, kata Widyanta menyimpulkan, ini kompetisi untuk mendapatkan popularitas lebih dari perkara tersebut, yakni masalah Baim Wong menegur Kakek Suhud.

Apa artinya untuk kita?

Widyanta berkata bahwa belajar dari kasus Baim Wong, Nikita Mirzani dan Kakek Suhud; ada refleksi yang perlu direnungi bersama.

Baca juga: Banyak Netizen Kecewa pada Sikap Baim Wong, Sosiolog Nilai Wajar

"Bahwa dalam media sosial hari ini, kita yang terhubung dengan orang lain yang saling berinteraksi itu, sesungguhnya punya banyak hasrat tersembunyi, yakni soal bagaimana kita sesungguhnya membutuhkan rekognisi," ungkap Widyanta.

Kita yang memiliki media sosial, kata Widyanta, akan selalu menampilkan hal-hal terbaik dalam diri kita.

Fenomena yang terjadi dari kasus Baim Wong dan Kakek Suhud, sesungguhnya berkaitan dengan cara orang untuk berjuang mendapatkan pengakuan melalui media sosial.

"Lalu, apa kita akan mendapat sesuatu sesuai harapan kita? Belum tentu. Sebab, orang lain juga bisa menafsirkannya berbeda, bahkan menafsirkannya secara liar," jelas dia.

Masyarakat sekarang, kata Widyanta, tengah dihadapkan pada pencitraan soal kesejatian orang. Namun, sejatinya semua orang dalam media sosial hari ini merupakan pemain.

Baca juga: Kasus Baim Wong, Kakek Suhud dan Nikita Mirzani, Begini Sosiolog Menilainya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com