Mengenai diperbolehkannya seorang musafir tidak puasa, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi menjelaskan hal itu:
"Sesungguhnya Allah SWT memberi kemurahan kepada musafir untuk tidak puasa dan mengqashar shalat, juga memberi kemurahan kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak puasa," (HR. al-Turmudzi).
Karenanya, disebut musafir adalah ketika perjalanan yang ditempuh melelahkan, baik karena jarak yang jauh maupun beban perjalanan yang berat.
Sementara sopir disebut Syamsul memenuhi syarat tersebut.
"Lihatnya beda, yang penting melelahkan," tuturnya.
Selain bisa diqiyaskan dengan hukum tidakpuasanya musafir, sopir juga bisa mengikuti hukum seorang pekerja berat yang diperbolehkan tidak untuk tidak puasa.
Syaratnya, pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan selain di siang hari saat bulan Ramadhan dan untuk menafkahi dirinya atau keluarganya.
Oleh karena itu, ada dua dasar hukum yang bisa diqiyaskan untuk menjawab hukum tidakpuasanya seorang sopir, yaitu puasa dan pekerja berat.
Kendati demikian, semua penjelasan di atas merupakan keringanan atau rukhsah bagi seorang sopir untuk tidak puasa.
Jika ia merasa kuat dan mampu, maka ia diperbolehkan untuk berpuasa.
Baca juga: Shalat Tarawih di Rumah, Pilih 11 atau 23 Rakaat? Simak Penjelasan Lengkapnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.