KOMPAS.com- Setiap tahun, umat Muslim di dunia menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh kegembiraan dan kekhusyukan. Bulan suci ini tidak hanya menjadi momen untuk menunaikan kewajiban berpuasa, tetapi juga sebagai waktu untuk merenung dan mendalami nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Di tengah hiruk-pikuk kesibukan dunia modern, Ramadhan memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menemukan cahaya dalam kegelapan, memperkuat ikatan dengan Allah SWT, dan memperdalam pemahaman akan diri dan kehidupan.
Baca juga: Tradisi Dugdag Keraton Kasepuhan Cirebon, Pukul Bedug Samogiri sebagai Tanda Dimulainya Ramadhan
Cahaya Ramadhan yang dimaksud bukan cahaya yang memancar dari lampu-lampu masjid yang gemerlap, tetapi lebih kepada cahaya batin yang terpancar dari dalam diri setiap individu yang menjalani ibadah puasa.
Di dalam keheningan malam, ketika azan pertama kali berkumandang untuk menandai awal puasa, cahaya itu mulai bersinar.
Ini adalah cahaya kesadaran akan tanggung jawab spiritual, komitmen untuk naik kelas menuju predikat takwa, dan tekad untuk menggapai keridhaan Allah SWT.
Baca juga: Mengenal Langgilo, Tradisi Membuat Ramuan Herbal untuk Mencuci Perlengkapan Ibadah Jelang Ramadhan
Puasa dari segi bahasa adalah menahan, namun puasa Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan haus selama siang hari, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu dan menjauhi segala bentuk perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama.
Dalam proses ini, setiap individu berusaha untuk menciptakan ruang di dalam dirinya yang bersih dan suci, tempat di mana cahaya kebenaran dapat bersinar terang.
Bulan Ramadhan juga merupakan waktu bagi umat Muslim untuk mendalami nilai-nilai seperti kasih sayang, belas kasihan, dan tolong-menolong.
Di tengah kesadaran akan berkah yang melimpah dalam bulan ini, banyak umat Muslim yang meluangkan waktu untuk berbagi dengan sesama yang membutuhkan, menyebarkan kebahagiaan, dan membantu mengurangi penderitaan orang lain.
Dalam tindakan-tindakan kebaikan ini, cahaya kasih dan kepedulian memancar, mencerahkan jalur hidup mereka yang membutuhkan.
Baca juga: Tradisi Papajar di Kelenteng Cianjur, Potret Keberagaman Etnis Sambut Ramadhan
Ibnu Arabi (w. 1240 M), seorang tokoh besar dalam tradisi tasawuf Islam, menulis tentang berbagai aspek spiritualitas dan filsafat Islam, termasuk dalam karyanya yang monumental, "al-Futuhat al-Makkiyah".
Dalam karyanya ini, Ibnu Arabi menguraikan konsep-konsep yang dalam Islam memiliki pantulan cahaya spiritual yang mendalam.
Salah satu konsep yang dibahas oleh Ibnu Arabi dalam "al-Futuhat al-Makkiyah" adalah tentang puasa yang ia sambungkan dengan konsep "asshamadiyyah" dengan Allah.
Konsep ini merujuk pada pencapaian tingkat tertinggi dalam pengalaman spiritual, di mana individu merasakan penyatuan atau kesatuan yang mendalam dengan Sang Pencipta.
Baca juga: Link Download Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2024 di Provinsi Kepulauan Riau