AYAT kewajiban Puasa Ramadhan diawali dengan seruan yang penuh mesra dan penuh kasih dari Sang Maha Cinta kepada seluruh umat manusia. Tuhan Yang Maha Esa, nun-Kasih dan nan-sayang dalam QS. Al Baqarah ayat 183, berfirman: “Hai orang-orang yang beriman.” Baru kemudian Allah berfirman, “…. diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Panggilan (nida) ibadah penuh-kasih itu jangan sampai dinodai dengan penampilan umat yang galak, garang, beringas, dan intoleran, apalagi ketika berpuasa. Jika meneladani ajakan mesra Tuhan tersebut, meniscayakan puasa dijalankan dengan penuh kasih sayang dan penuh welas asih.
Ibadah puasa yang penuh kasih-sayang itu, juga sekaligus merupakan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Munas Alim Ulama NU dengan penuh kedamaian telah memutuskan menerima asas tunggal Pancasila sejak tahun 1993.
Pancasila merupakan maqasid as-syariah Islam, jika merujuk pemikiran al-Ghazali, as-Syatibi, Izzudin bin Abd as-Salam dan lainnya. Bahkan, Grand-Syaikh Universitas al-Azhar Mesir, Ahmad Mohammad al-Thayyib, menyatakan nilai-nilai Pancasila adalah esensi ajaran Islam. Selainnya, Thomas Meyer, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Dortmund-Jerman, ideologi Pancasila lebih baik daripada neoliberalisme dan sosialisme.
Bung Karno, menyusun Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia Merdeka melalui sebuah Ilham-suci dari Tuhan Yang Maha Esa. Merujuk tahapan sufistik Imam al-Ghazali, ketika merumuskan Pancasila melalui ma’rifatullah, dengan melewati takhalli, tahalli, dan tajalli, hingga ke tahap al-nafs al-muthma’innah.
Lima Rukun Muslim yang Pancasilais
Pertama, sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan pembumian-kreatif Islam Nusantara atas konsep tauhid. Keesaan itu dengan jelas termaktub dalam QS. Al Ikhlas. Fitrah manusia yang berpuasa, secara naluriah memiliki potensi meneladani Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bentuk pikir dan zikir.
Puasa menggembleng manusia untuk ajeg dalam mengemban misi membangun peradaban dunia sebagai wakil Tuhan di bumi, khalifah fil-ardhi. Perjuangan menebarkan welas asih selama puasa Ramadhan contoh peneladanan ketauhidan dengan penuh ketakwaan.
Puasa merupakan sebuah proses bagi setiap individu untuk bisa mengintegrasikan hablu min-Allah jiwa dan raganya.
Kedua, sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” bagi orang yang berpuasa tercerminkan dalam pembumian kreatif hablu min-Allah kehambaan dengan hablum min an-nâs, khalifah fil-ardhi.
Karakter muslim Pancasilais adil dan beradab, jika merujuk Q.S Al Baqarah: 177, tercermin dalam: Keimanan kepada Allah, Hari Akhir, Malaikat, Kitab, dan Rasulullah, sedekah kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, memerdekakan hamba sahaya, melaksanakan salat, menunaikan zakat, menepati janji, dan sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan.
Ketiga, sila “Persatuan Indonesia” bagi orang berpuasa mencerminkan ide ukhuwah wathaniyah (kebangsaan) dan insaniyah (kemanusiaan), selain ukhuwah Islamiyah. Petunjuk Q.S Ali Imran: 103-105, persatuan akan terwujud apabila telah terjadi sikap toleransi yang tinggi antar sesama, sikap saling menghargai, dan menghormati.
Selain itu, dalam persatuan harus ditarik sifat persamaannya, bukan perbedaan yang hanya akan menimbulkan perselisihan dan pertentangan.
Kerja sama dan sikap saling memercayai serta itikad baik masing-masing komunitas, yang diperkuat oleh jalinan gotong royong secara fungsional antara pelbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada merupakan segi penunjang efesiensi demokrasi dalam suatu masyarakat multikultur.
Keempat, Sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat-Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” menurut Islam berupa syura atau demokrasi. Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kehidupan sosial dan ketatanegaraan, Q.S. Asy Syuura’: 38.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.