PUASA adalah ibadah istimewa. Persembahan spesial dari hamba beriman untuk Sang Khalik. Pengabdian dan cinta yang tulus untuk Allah yang Maha Rahman. Nabi bersabda: “Seluruh amalan anak Adam untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya,”
Puasa dapat mengantarkan kita untuk mencapai derajat takwa. Namun, bukan puasa yang hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Saum mengajarkan mukmin untuk menyeimbangkan ibadah lahir dan batin.
Tidak sekedar menahan lapar dan dahaga, orang berpuasa juga harus mensaumkan anggota tubuh yang lainnya. Lisannya harus dijaga dari melakukan gibah dan fitnah. Matanya harus dijaga dari melihat keburukan. Tangan dan kakinya harus dijaga dari melakukan kemaksiatan.
Pun demikian dengan hatinya yang harus dibersihkan dari berbagai prasangka yang dapat menghadirkan keburukan. Tinggalkan pertengkaran, perselisihan, perdebatan dan kekerasan karena hal tersebut dapat menghilangkan pahala puasa.
Kalaupun ada seseorang yang memarahi dan mencela kita di saat sedang berpuasa, maka bersabarlah sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW dalam sabdanya: “Dan jika ada seseorang yang mengajak bertengkar atau mencela, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa” (HR. Bukhari).
Ketidakmampuan menjaga hati dan tindakan dari melakukan kemaksiatan seperti melakukan kegaduhan dan perkelahian maka tidak ada pahala puasa baginya. Inilah yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW: “Banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apapun dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja,” (HR. Imam Ahmad).
Dengan melaksanakan puasa maka sejatinya kita menjadi pribadi yang bijak dan pemaaf. Pribadi yang menghindari perselisihan dan permusuhan. Pribadi yang mencintai kebaikan dan kedamaian. Dengan begitu, maka kita akan mendapatkan keuntungan dari puasa kita. Ada buah kebaikan yang dipetik.
Puasa juga mengajarkan kita untuk memperbaiki diri dengan menahan lapar dan dahaga. Menyempurnakan hati dengan selalu menjaga hati dan lisan agar tak menyakiti insan lain.
Dengan lapar dan haus, kita diajarkan kepedulian terhadap kaum duafa dan fakir miskin. Dengan kelelahan dan keletihan, kita diajarkan kegetiran perjuangan hidup orang yang serba kekurangan dan kesusahan. Dengan melaksanakan saum, sejatinya terbangun kepedulian dan kepekaan terhadap kehidupan sekitar.
Peduli terhadap tetangga yang miskin sehingga hatinya tergerak untuk memberikan bantuan. Peduli terhadap yatim dan piatu sehingga muncul keinginan untuk berbagi dan memberikan harapan. Sungguh istimewa bukan ibadah puasa?
Semua rangkaian ibadah shaum yang telah disebutkan hanya bisa dilakukan oleh orang yang beriman dan penuh kesabaran. Puasa sejatinya mendidik Muslim untuk sabar. Sabar melaksanakan perintah Allah. Sabar untuk menahan diri dari makan, minum dan berhubungan suami istri.
Saat shaum, kita dituntut sabar untuk mengendalikan hawa nafsu dan syahwat. Syahwat adalah potensi dalam diri manusia yang mendorong untuk mendapatkan apapun yang diinginkan. Kecenderungan terhadap makanan dan minuman yang enak, seks, dan kekayaan yang banyak adalah salah satu syahwat yang tak berkesudahan.
Terkhusus kecenderungan manusia terhadap seksual, puasa bisa menjadi solusi. Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Rasulullah SAW: “Siapapun yang sudah mampu maka hendaklah menikah, dan siapapun yang belum mampu menikah maka berpuasalah karena puasa adalah penjaga baginya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan kesabaran maka orang yang berpuasa akan dapat mencapai derajat takwa sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dalam firmannya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Al-Baqarah: 183). Wallahu a’lam
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.