Dengan demikian, orang yang berpuasa dituntut untuk berlaku saling memahami, saling meminta nasihat dan pendapat, bersikap lemah lembut, tidak bersikap keras, tidak berhati kasar, dan juga tidak menjauhkan diri dari sekeliling lingkungannya.
Al Quran membuka kanal musyawarah dan pembagian tugas dan wewenang sebagai solusi agar kekuasaan tidak terpusat kepada satu sosok pemimpin. QS. Qaf: 45 setidaknya bisa dijadikan rujukan bahwa dalam Islam tipe kepemimpinan yang otoriter sangatlah dilarang; selalu bermusyawarah, QS. Al Baqarah: 233; pembagian kerja atau perwakilan, QS. Yusuf: 55.
Kelima, Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sejalan dengan prinsip keadilan yang merata dalam Islam. Islam mencela orang yang berpuasa namun sibuk memupuk harta, hingga melupakan anak yatim, fakir-miskin, dan kaum duafa, Q.S Al Humazah: 1-4; mewajibkan zakat, Q.S. Adz Dzariyat: 19; sedekah Q.S. Al Baqarah: 264; infak, Q.S. Al Baqarah: 195; dan melarang praktik riba, Q.S. Al Baqarah: 275-278.
Komponen-komponen Islam dan Pancasila itu semua terutama ditujukan untuk keadilan sosial bagi umat manusia yang merata.
Kesimpulannya, secara umum, ketakwaan orang yang berpuasa tercerminkan dalam sila-sila Pancasila. Muslim yang berpuasa yang Pancasilais adalah muslim yang berketuhanan, berkemanusiaan, berkeadilan, berkeadaban, persatuan, nasionalis, berkerakyatan, berhikmah, bijak, demokratis/musyawarah, dan berkeadilan sosial.
Nilai Pancasila dan Islam tersebut merupakan nilai-nilai universal yang luhur. Semangat berpuasa dengan nilai-nilai Islam yang terbentuk dan diterapkan selaras, sejalan, seharmoni, dengan nilai-nilai Pancasila. Bahkan apa yang diusung oleh Pancasila secara keseluruhan menjadi visi umat Islam dalam Bulan Ramadhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.