Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Agraria, Kewenangan Otorita IKN Dinilai Terlalu Luas, Hati-hati Ada Penyalahgunaan

Kompas.com - 15/03/2023, 08:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) terlampau luas mengenai agraria atau hak atas tanah.

Hal itu terlihat dari isi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.

Sekretaris Jendral (Sekjen) KPA, Dewi Kartika menyampaikan, kewenangan yang terlampau luas membuat potensi penyalahgunaan kekuasaan terbuka lebar.

PP 12/2023 mempertegas kewenangan Otorita IKN yang begitu luas dan powerful, termasuk dalam hal pengadaan dan pengelolaan tanah sebagaimana diatur dalam UU 3/2022 tentang IKN.

"Bagaimana tidak, Otorita IKN adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara," jelas Dewi Kartika dalm rilis pers dikutip Kompas.com, Selasa (14/03/2023).

Baca juga: PP Kemudahan Berusaha di IKN Berlaku, KPA: Lebih Buruk dari Hukum Agraria Kolonial

Apalagi terkait agraria (pertanahan, kehutanan, perairan, dan kekayaan alam), teritorial IKN akan mencakup lebih dari 250 ribu hektar tanah dan 50 ribu hektar wilayah perairan. Belum lagi pengembangan bisnis di seputarnya.

Selanjutnya, Otorita IKN juga memiliki kewenangan dan previledge antara lain, pengadaan tanah, penetapan lokasi pengadaan tanah di IKN, Otorita IKN diberi hak pakai dan/atau HPL.

Lalu, berhak mengikatkan diri dengan setiap individu atau badan hukum atas perjanjian hak atas tanah (HAT) di IKN, memberikan jaminan perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah (HGU/HGB/HP) di atas HPL.

Berikutnya, memberikan persetujuan atas pengalihan HAT di IKN, dan memiliki hak untuk diutamakan dalam pembelian tanah di IKN.

Operasionalisasi Otorita IKN juga ditopang oleh Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) alias Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) CK dan berbagai produk hukum turunannya.

Lebih-lebih, konsepsi HPL yang dirancang UUCK/Perppu CK merupakan bentuk Hak Menguasai dari Negara (HMN) yang tidak sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

HPL seolah menjadi jenis hak atas tanah yang baru, dan telah menghidupkan azas Domein Verklaring.

Baca juga: Masa Konsesi HGU, HGB, dan Hak Pakai di IKN Dianggap Langgar UUPA

"Dulu azas ini digunakan pemerintah kolonial untuk mengakuisisi tanah penduduk secara sepihak atas nama kepentingan Negara Hindia Belanda dan atas nama pembangunan," tandasnya

Oleh sebab itu, dengan mengantongi kewenangan HMN atas tanah melalui HPL, siklus HGU-HGB yang fantastis bagi investor, prinsip good-land governance yang masih menjadi pekerjaan rumah besar, ketertutupan informasi HGU-HGB selama ini, serta sanksi bagi investor IKN yang tidak jelas, maka potensi abuse of power oleh Otorita IKN semakin terbuka lebar.

Pemerintah harus menjalankan Putusan MK No.001-021-022/PUU-1/2003 yang telah menegaskan kembali prinsip dasar HMN.

Bahwa HMN merupakan kewenangan pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan atas tanah sesuai pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

"Kewenangan luas Otorita IKN pun harus dipangkas," pungkas Dewi Kartika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com