Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Air Minum, Telur, dan Gula di Gaza Naik Drastis Jadi Segini, Warga Frustasi

Kompas.com - 02/12/2023, 17:57 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber Al Jazeera

JALUR GAZA, KOMPAS.com - Aktivitas jual beli sempat hidup di beberapa pasar di Jalur Gaza ketika gencatan senjata Israel-Hamas diberlakukan sepekan sejak Jumat (24/11/2023) hingga Jumat (1/12/2023).

Sayangnya, selama jeda pertempuran tersebut, orang-orang yang berharap dapat membeli kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian hangat merasa frustrasi dengan kenaikan harga.

Kondisi itu pada akhirnya memicu kemarahan dan kebencian di antara para pembeli yang menyalahkan para pemilik toko atau kios atas tingginya harga.

Baca juga: Relawan Indonesia Ceritakan Situasi di Gaza Setelah Gencatan Senjata Berakhir

Salah seorang warga Gaza yang merasakannya adalah Imm Abdullah. 

Ia adalah pengungsi yang berasal dari lingkungan Nassr di Kota Gaza. 

Abdullah telah pindah bersama 12 anak dan cucunya di salah satu sekolah yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Deir el-Balah.

Ia mengungsi sebulan yang lalu setelah Israel memerintahkan orang-orang di Gaza utara untuk pindah ke selatan.

Ia mengatakan kondisi di sekolah tersebut sangat memprihatinkan, tanpa air dan nyaris tidak ada makanan.

"Ketika tentara Israel melempari kami dengan selebaran, saya pergi bersama keluarga dengan hanya mengenakan pakaian salat," katanya, sebagaimana diberitakan Al Jazeera pada Kamis (30/11/2023).

Abdullah mengaku, di sekolah, keluarganya hampir tidak mendapatkan bantuan makanan.

"Suatu hari kami hanya mendapat sekaleng ikan tuna. Bagaimana saya bisa menghidupi keluarga saya dengan itu?" ucap dia.

Baca juga: Jumlah Korban Tewas di Gaza Setelah Gencatan Senjata Berakhir Naik Jadi 240 Orang

Harga kebutuhan pokok naik

Imm Abdullah lalu datang ke pasar kota untuk mencoba membeli makanan dan pakaian hangat untuk dirinya dan cucu-cucunya, karena cuaca telah berubah menjadi dingin.

Namun, setelah mengunjungi berbagai kios untuk mencari produk makanan pokok, kekesalannya meluap.

"Saya tidak percaya pada para pedagang ketika mereka mengatakan bahwa harga-harga itu di luar kendali mereka," katanya.

"Mereka dapat mengatur harga dan menyadari bahwa kita sedang mengalami masa-masa sulit, dan ini bukan sesuatu yang harus mereka manfaatkan," ucap dia.

Abdullah menyebutkan daftar bahan kebutuhan pokok yang sekarang tidak terjangkau, di antaranya air minum dalam kemasan, yang dulunya seharga 2 shekel (sekitar Rp 8.00), telah naik menjadi 4 atau 5 shekel (sekitar Rp 16.000-Rp 20.000).

Sementara itu, kata dia, harga sekarton telur telah naik menjadi 45 shekel (sekitar Rp 180.000), satu kilo garam yang dulunya seharga 1 shekel (sekitar Rp 4.000) menjadi 12 shekel (sekitar Rp49.000), dan gula menjadi 25 shekel (sekitar Rp 100.000).

"Ini sangat tidak adil. Saya tidak tahan lagi dan beberapa hari saya duduk di tepi laut dan menangis karena saya tidak tahu bagaimana cara memberi makan atau menghidupi keluarga saya. Kadang-kadang saya berharap kami tetap tinggal di rumah kami dan dibom saja daripada mengalami hal ini," kata Abdullah.

Baca juga: Israel Beri Tahu Negara-negara Arab Terkait Proposal Rencana Gaza ke Depan

Tingkat kemiskinan di Gaza

Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, tingkat kemiskinan di Jalur Gaza telah mencapai 53 persen, dengan sepertiga (33,7 persen) penduduk Gaza hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Sekitar 64 persen rumah tangga di Gaza tidak memiliki cukup makanan, dan tingkat pengangguran mencapai 47 persen -salah satu yang tertinggi di dunia.

Menurut Elhasan Bakr, seorang analis ekonomi yang berbasis di Gaza, distorsi harga telah menyebabkan inflasi antara 300 hingga 2.000 persen untuk berbagai produk.

Bahkan sebelum 7 Oktober, blokade Israel selama 17 tahun di daerah kantong pesisir tersebut telah mengakibatkan kerugian sebesar 35 miliar dollar AS bagi perekonomian Palestina.

"Agresi Israel yang terbaru telah menjadi paku lain dalam peti mati ekonomi Gaza," kata Bakr kepada Al Jazeera.

"Kerugian langsung pada sektor swasta telah melampaui $3 miliar, sementara kerugian tidak langsung lebih dari 1,5 miliar dollar AS," tambahnya.

Sektor pertanian, menurut Bakr, telah mengalami kerugian langsung sebesar 300 juta dollar AS.

"Ini termasuk pencabutan dan pembuldoseran pohon-pohon berbuah di lahan pertanian di bagian utara dan timur dekat pagar Israel, yang berarti masih beberapa tahun lagi sebelum para petani dapat menuai apa yang mereka tabur," jelasnya.

"Kita berbicara tentang kelumpuhan total aktivitas ekonomi di Gaza. Ada 65.000 fasilitas ekonomi, mulai dari pertanian hingga industri jasa di sektor swasta yang telah hancur atau berhenti beroperasi karena perang. Hal ini mengakibatkan hilangnya banyak pekerjaan, yang pada akhirnya menyebabkan kurangnya ketahanan pangan," kata dia.

Selain itu, sejumlah kecil bantuan yang diizinkan oleh Israel untuk masuk ke Gaza tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir satu juta pengungsi yang tinggal di sekolah-sekolah PBB bahkan untuk satu hari.

"Dari 22 Oktober hingga 12 November - dalam 20 hari itu - kurang dari 1.100 truk memasuki Jalur Gaza," kata Bakr.

"Kurang dari 400 truk di antaranya membawa produk makanan. Hanya 10 persen dari kebutuhan sektor pangan Gaza yang terpenuhi. Ini sama sekali tidak cukup, terutama ketika Anda mempertimbangkan fakta bahwa, sebelum 7 Oktober, setidaknya 500 truk masuk ke Jalur Gaza setiap hari," tambahnya.

Jalur Gaza, menurut dia, membutuhkan 1.000 hingga 1.500 truk per hari untuk memenuhi kebutuhan 2,3 juta penduduknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Terkini Lainnya

Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Global
Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Global
Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Global
[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

Global
WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com