Penulis: Sergei Guscha/DW Indonesia
BERLIN, KOMPAS.com - Satu setengah tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, dukungan terhadap perang tersebut serta terhadap Presiden Vladimir Putin tetap tinggi di kalangan masyarakat Rusia.
Sosiolog Rusia Lev Gudkov mengatakan, jumlah warga Rusia yang menolak perang di Ukraina tetap stabil di angka 18-22 persen.
Jumlah tersebut terdiri dari banyak anak muda Rusia dan sedikit lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Baca juga: Rumor Kematian Palsu Putin, Cara Rusia Ukur Reaksi Publik
Hal itu disampaikan Lev Gudkov dalam sebuah diskusi panel di Berlin, Jerman.
Dia sendiri mengepalai lembaga penelitian Levada Center, dan oleh pemerintah Rusia disebut-sebut sebagai "agen asing".
Diskusi panel di Berlin diselenggarakan oleh Perhimpunan Sakharov Jerman, Akademi Ilmu Pengetahuan dan Humaniora Berlin-Brandenburg dan Asosiasi Studi Eropa Timur Jerman.
Dalam diskusi itu LedGudkov memaparkan mengapa di Rusia tidak ada gerakan anti-perang yang tumbuh.
Salah satu alasannya adalah "sensor yang sangat ketat" di Rusia yang menutup akses sebagian besar orang terhadap sumber berita independen.
"Mayoritas warga Rusia dipengaruhi oleh propaganda pemerintah dan tidak mengakses internet untuk mendapatkan berita", kata Lev Gudkov.
Baca juga: Putin Awasi Latihan Rudal Balistik Rusia
Persentase mereka yang mampu menghindari sensor dan pemblokiran jejaring sosial dan bisa mengonsumsi berita online memang meningkat dari sekitar 6 persen menjadi 22 persen dalam beberapa bulan pertama perang, namun angkanya tidak meningkat lebih lanjut.
"Karena mempublikasikan berita apa pun tentang kerugian Rusia sama sekali dilarang,” kata Gudkov menambahkan.
Dalam wawancara dengan DW dari bulan April 2022, Gudkov ketika itu memperkirakan sikap warga Rusia terhadap perang akan berubah drastis, jika Rusia kalah atau jika pertempuran berlarut-larut dan jumlah korban jiwa meningkat.
Sampai Oktober tahun ini, para jurnalis mengidentifikasi nama 34.857 personel militer Rusia yang tewas dalam pertempuran di Ukraina.