Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hanya Sedikit Orang Rusia yang Menentang Perang di Ukraina?

Kompas.com - 05/11/2023, 14:27 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Penulis: Sergei Guscha/DW Indonesia

BERLIN, KOMPAS.com - Satu setengah tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, dukungan terhadap perang tersebut serta terhadap Presiden Vladimir Putin tetap tinggi di kalangan masyarakat Rusia.

Sosiolog Rusia Lev Gudkov mengatakan, jumlah warga Rusia yang menolak perang di Ukraina tetap stabil di angka 18-22 persen.

Jumlah tersebut terdiri dari banyak anak muda Rusia dan sedikit lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.

Baca juga: Rumor Kematian Palsu Putin, Cara Rusia Ukur Reaksi Publik

Hal itu disampaikan Lev Gudkov dalam sebuah diskusi panel di Berlin, Jerman.

Dia sendiri mengepalai lembaga penelitian Levada Center, dan oleh pemerintah Rusia disebut-sebut sebagai "agen asing".

Sosiolog Rusia Lev Gudkov mengatakan, jumlah warga Rusia yang menolak perang di Ukraina tetap stabil di angka 18-22 persen.Horst Galuschka/dpa/picture alliance via DW Indonesia Sosiolog Rusia Lev Gudkov mengatakan, jumlah warga Rusia yang menolak perang di Ukraina tetap stabil di angka 18-22 persen.
Levada Center adalah satu-satunya lembaga penelitian opini di Rusia yang tidak didanai oleh negara atau pemerintah.

Diskusi panel di Berlin diselenggarakan oleh Perhimpunan Sakharov Jerman, Akademi Ilmu Pengetahuan dan Humaniora Berlin-Brandenburg dan Asosiasi Studi Eropa Timur Jerman.

Dalam diskusi itu LedGudkov memaparkan mengapa di Rusia tidak ada gerakan anti-perang yang tumbuh.

Sensor ketat dan propaganda pemerintah

Salah satu alasannya adalah "sensor yang sangat ketat" di Rusia yang menutup akses sebagian besar orang terhadap sumber berita independen.

"Mayoritas warga Rusia dipengaruhi oleh propaganda pemerintah dan tidak mengakses internet untuk mendapatkan berita", kata Lev Gudkov.

Baca juga: Putin Awasi Latihan Rudal Balistik Rusia

Persentase mereka yang mampu menghindari sensor dan pemblokiran jejaring sosial dan bisa mengonsumsi berita online memang meningkat dari sekitar 6 persen menjadi 22 persen dalam beberapa bulan pertama perang, namun angkanya tidak meningkat lebih lanjut.

"Karena mempublikasikan berita apa pun tentang kerugian Rusia sama sekali dilarang,” kata Gudkov menambahkan.

Dalam wawancara dengan DW dari bulan April 2022, Gudkov ketika itu memperkirakan sikap warga Rusia terhadap perang akan berubah drastis, jika Rusia kalah atau jika pertempuran berlarut-larut dan jumlah korban jiwa meningkat.

Sampai Oktober tahun ini, para jurnalis mengidentifikasi nama 34.857 personel militer Rusia yang tewas dalam pertempuran di Ukraina.

Angka-angka itu diterbitkan oleh siaran BBC berbahasa Rusia, yang melacak korban jiwa di Rusia dengan proyek Mediazona, dan melibatkan tim relawan yang menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk umum.

Otoritas Rusia pada tahun 2021 menetapkan Mediazona sebagai "agen asing" dan memblokir situs webnya pada tahun 2022 karena liputan tentang perang di Ukraina.

Pemerintah Rusia sendiri hanya dua kali merilis jumlah korban sejak pecahnya perang, menurut Gudkov, dan angka yang dirilis "tidak ada hubungannya dengan realita".

Kementerian Pertahanan Rusia pertama kali mengakui adanya korban jiwa pada September 2022, dengan mengatakan bahwa 5.937 orang Rusia telah tewas dalam perang di Ukraina.

Lalu pada Malam Tahun Baru 2022, Kementerian Pertahanan mengonfirmasi kematian 89 personel militer setelah rudal Ukraina menghantam situs militer Rusia di Makiyivka di wilayah Donetsk.

Baca juga: Putin ke China, Kunjungan Luar Negeri Kedua sejak Surat Penangkapan ICC Keluar

Upah di sektor pertahanan meningkat sekalipun inflasi tinggi

Lev Gudkov mengatakan, harga minyak naik pada tahun pertama konflik, sehingga menghasilkan lebih banyak pendapatan negara bagi Rusia dan segmen tertentu dari populasi Rusia.

Sektor-sektor ekonomi yang diperlukan untuk perang bekerja pada kapasitas maksimum, dan upah di sektor-sektor ini meningkat dua kali lipat.

Selain itu, tentara Rusia yang direkrut maupun tentara kontrak kini menerima gaji yang jauh lebih besar.

Kompensasi yang dibayarkan kepada tentara yang terluka dan keluarga tentara yang tewas, yang sebagian besar tinggal di pedesaan, juga meningkat secara signifikan. Inilah juga yang bisa menjelaskan mengapa Rusia tidak melihat protes besar anti-perang.

Tapi Lev Gudkov mengatakan, Rusia saat ini sedang berjuang menghadapi inflasi yang tinggi dan meningkatnya biaya perang.

Survei baru-baru ini menunjukkan bahwa masyarakat Rusia menganggap kenaikan harga, terutama makanan dan obat-obatan, sebagai masalah terbesar mereka. Bagi mereka, inflasi adalah masalah yang lebih mendesak dibandingkan perang.

Tapi tidak banyak warga Rusia yang melihat hubungan antara pengeluaran militer yang besar dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

Hanya 10-12 persen masyarakat yang disurvei oleh Levada Center, banyak dari mereka adalah pegawai negeri sipil dan anggota kelas menengah, yang menyadari hubungan ini.

Meskipun di kalangan ini ada kekhawatiran yang semakin besar, kata Lev Gudkov, mereka tetap setia kepada rezim.

Baca juga: Putin pada Biden: Rusia Tak Bisa Direndahkan, AS Harus Belajar Menghormati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com