Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Tujuan Akhir Invasi Darat Israel ke Gaza?

Kompas.com - 01/11/2023, 11:53 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

JALUR GAZA, KOMPAS.com - Para pemimpin Israel telah menegaskan bahwa kelompok milisi Palestina, Hamas, akan dimusnahkan dari muka bumi dan Gaza tidak akan pernah kembali seperti semula.

“Setiap anggota Hamas adalah orang mati,” kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu setelah kelompok milisi tersebut membunuh lebih dari 1.300 orang dalam serangan yang tak terduga ke Israel pada 7 Oktober.

Tujuan Operasi Pedang Besi –operasi serangan balasan Israel atas serangan Hamas– nampaknya jauh lebih ambisius dibandingkan apa pun yang direncanakan militer Israel di Gaza sebelumnya.

Baca juga: PM Israel Tolak Gencatan Senjata di Gaza, Bersumpah Terus Bertempur sampai Menang

Akan tetapi, apakah itu operasi militer yang realistis? Bagaimana para komandan militer Israel merealisasikan ambisi ini?

Invasi darat ke Jalur Gaza melibatkan pertempuran dari rumah ke rumah di perkotaan, membawa risiko besar bagi penduduk sipil.

Serangan udara Israel yang dilakukan tak lama setelah serangan Hamas, telah merenggut ribuan nyawa warga Gaza dan lebih dari 400.000 orang terpaksa mengungsi.

Selain invasi darat, militer Israel memiliki misi tambahan menyelamatkan sedikitnya 150 sandera, yang ditahan di lokasi yang tidak diketahui di seluruh Gaza.

Herzi Halevi, kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), berjanji untuk "membongkar" Hamas. Namun, bagaimana nasib Gaza setelah 16 tahun dikuasai Hamas?

“Saya kira Israel tidak bisa membubarkan setiap anggota Hamas, karena ini adalah gagasan Islam ekstremis,” kata analis militer Amir Bar Shalom dari Radio Angkatan Darat Israel.

“Tetapi (Israel) dapat melemahkannya sebanyak yang (Israel) bisa sehingga Hamas tidak mempunyai kemampuan operasional,” tambahnya.

Itu mungkin merupakan tujuan yang lebih realistis. Sejauh ini, Israel telah berperang empat kali dengan Hamas, dan setiap upaya untuk menghentikan serangan roketnya selalu gagal.

Juru bicara IDF, Letkol Jonathan Conricus, mengatakan bahwa pada akhir perang ini, Hamas seharusnya tidak lagi memiliki kapasitas militer untuk "mengancam atau membunuh warga sipil Israel".

Invasi darat penuh dengan risiko

Perbandingan tentara Israel dan Hamas.BBC News Indonesia Perbandingan tentara Israel dan Hamas.

Operasi militer bergantung pada beberapa faktor yang dapat menggagalkannya.

Organisasi sayap Hamas, Brigade Izzedine al-Qassam, telah bersiap menghadapi serangan Israel.

Alat peledak telah dipasang, dan penyergapan direncanakan. Mereka dapat menggunakan jaringan terowongan Hamas yang terkenal dan luas untuk menyerang pasukan Israel.

Baca juga: Perbandingan Kekuatan Militer Israel dan Hamas

Pada 2014, batalion infanteri Israel menderita kerugian besar akibat ranjau anti-tank, penembak jitu dan penyergapan, sementara ratusan warga sipil tewas dalam pertempuran di lingkungan utara Kota Gaza.

Itulah salah satu alasan Israel menuntut evakuasi 1,1 juta warga Palestina dari bagian utara Jalur Gaza.

Warga Israel telah diperingatkan bahwa perang bisa memakan waktu berbulan-bulan, dan tercatat 360.000 tentara cadangan telah melapor untuk bertugas.

Pertanyaannya adalah berapa lama Israel dapat menjalankan operasinya tanpa adanya tekanan internasional untuk mundur?

Lembaga yang menangani pengungsi di bawah PBB telah memperingatkan bahwa Gaza dengan cepat menjadi “lubang neraka”.

Jumlah korban tewas meningkat dengan cepat; Pasokan air, listrik, dan bahan bakar telah diputus, dan kini separuh penduduk diminta mengungsi dari wilayah lain.

“Pemerintah dan militer merasa mendapat dukungan dari komunitas internasional –setidaknya dari para pemimpin Barat. Filosofinya adalah 'mari kita bergerak, kita punya banyak waktu',” kata Yossi Melman, salah satu jurnalis keamanan dan intelijen terkemuka Israel.

Namun cepat atau lambat dia yakin sekutu Israel akan turun tangan jika mereka melihat gambaran orang-orang kelaparan.

Baca juga: Pria Bersenjata Sandera Sejumlah Orang di Kantor Pos Jepang

Penyelamatan para sandera

Banyak dari para sandera adalah warga Israel, namun terdapat juga sejumlah besar warga negara asing dan mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda, sehingga beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris, memiliki kepentingan dalam operasi ini dan pembebasan warga negara mereka secara aman.

Presiden Perancis, Emmanuel Macron, telah berjanji kepada keluarga Perancis-Israel yang kerabatnya disandera Hamas untuk membawa pulang orang yang mereka cintai.

"Prancis tidak akan pernah meninggalkan anak-anaknya," ucapnya.

Sejauh mana nasib para sandera akan mempengaruhi perencana militer masih belum jelas, dan terdapat juga tekanan dalam negeri terhadap para pemimpin Israel.

Amir Bar Shalom membandingkan situasi ini dengan insiden yang terjadi pada saat Olimpiade Munich tahun 1972, ketika sekelompok orang bersenjata Palestina menangkap atlet Israel dan membunuh 11 orang.

Sebuah operasi diluncurkan untuk mencari dan membunuh semua orang yang terlibat dalam serangan tersebut dan dia yakin pemerintah ingin memburu semua orang di balik penculikan tersebut.

Menyelamatkan begitu banyak orang yang ditahan di berbagai wilayah di Gaza mungkin tidak dapat dilakukan oleh pasukan komando unit elit Israel, Sayeret Matkal.

Hamas telah mengancam akan menembak sandera sebagai pencegah serangan Israel.

Pada 2011, Israel menukar lebih dari 1.000 tahanan untuk pembebasan seorang tentara, Gilad Shalit, yang ditahan oleh Hamas selama lima tahun.

Namun Israel akan berpikir dua kali sebelum melepaskan tahanan secara besar-besaran, karena salah satu tahanan yang dibebaskan dalam pertukaran itu adalah Yahya Sinwar, yang kemudian menjadi pemimpin politik Hamas di Gaza.

Negara tetangga mengawasi dengan cermat

Hal yang juga dapat mempengaruhi durasi dan hasil serangan darat adalah bagaimana reaksi negara-negara tetangga Israel.

Mereka mungkin menghadapi peningkatan tuntutan dari Mesir, yang berbatasan dengan Gaza dan sudah mendorong agar bantuan diizinkan melalui perbatasan Rafah.

Baca juga: Bantuan untuk Korban Perang Israel-Hamas di Gaza Masuki Perbatasan Rafah

“Semakin besar penderitaan yang dialami warga Gaza setelah operasi militer Israel, semakin besar pula tekanan yang akan dihadapi Mesir, agar terlihat seolah-olah mereka tidak berpaling dari Palestina,” kata Ofir Winter dari Institut Kajian Keamanan Nasional Israel.

Namun hal itu tidak akan terjadi jika Kairo mengizinkan penyeberangan massal warga Gaza ke Mesir atau bertindak secara militer melawan Israel atas nama mereka, dia yakin.

Perbatasan utara Israel dengan Lebanon juga berada dalam pengawasan ketat.

Sejauh ini telah terjadi beberapa serangan lintas batas yang melibatkan kelompok militan Islam Hizbullah, namun serangan tersebut belum menjadi sebuah front baru terhadap Israel.

Iran, sponsor utama Hezbollah, sudah mengancam akan meluncurkan “front baru” melawan Israel.

Hal-hal tersebut menjadi fokus peringatan Presiden AS Joe Biden baru-baru ini, ketika dia berkata, "Kepada negara mana pun, organisasi mana pun, siapa pun yang berpikir untuk mengambil keuntungan dari situasi ini, saya punya satu kata: Jangan!".

Sebuah kapal induk AS telah dikirim ke Mediterania Timur untuk menekankan pesan tersebut.

Apa tujuan akhir Israel terhadap Gaza?

Jika Hamas melemah secara signifikan, pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan untuk menggantikannya?

Israel menarik tentaranya dan ribuan pemukim keluar dari Jalur Gaza pada tahun 2005 dan tidak memiliki niat untuk kembali menduduki Kawasan itu.

Ofir Winter yakin peralihan kekuasaan berpotensi membuka jalan bagi kembalinya Otoritas Palestina (PA) secara bertahap, yang diusir dari Gaza oleh Hamas pada tahun 2007.

PA, yang bukan kelompok milisi, saat ini menguasai sebagian Tepi Barat.

Baca juga: Memahami Tujuan Israel Menginvasi Gaza di Jalur Darat

Mesir juga akan menyambut negara tetangganya yang lebih pragmatis, ujarnya.

Infrastruktur Gaza yang hancur pada akhirnya harus dibangun kembali seperti setelah perang sebelumnya.

Bahkan sebelum kekejaman Hamas di Israel, terdapat pembatasan ketat terhadap “barang-barang penggunaan ganda” yang memasuki Gaza yang dapat memiliki peran militer dan juga sipil. Israel ingin menerapkan pembatasan yang lebih ketat.

Ada seruan untuk membangun zona penyangga yang luas di sepanjang pagar Gaza untuk memberikan perlindungan yang lebih besar bagi komunitas Israel.

Mantan kepala dinas keamanan Shin Bet, Yoram Cohen, yakin zona "tembak di tempat" sepanjang 2 km akan diperlukan untuk menggantikan zona yang ada.

Apapun hasil perangnya, Israel ingin memastikan serangan serupa tidak akan terjadi lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com