Namun, banyak warga Singapura yang mempertanyakannya di media sosial.
Dalam konferensi pers, PM Lee mengaku tahu hubungan antara dua anggota parlemen pada tahun 2020, membuat banyak orang bertanya-tanya mengapa keduanya baru mundur sekarang.
Pertanyaan juga muncul terkait mengapa butuh beberapa hari untuk mengungkapkan bahwa Menteri Iswaran telah ditangkap.
Pengamat politik National University of Singapore (NUS) Chong Ja Ian mengatakan kepada Reuters bahwa pemilih akan menilai tindakan partai yang berkuasa di tempat pemungutan suara, yang dijadwalkan pada 2025.
"Yang tidak diketahui adalah berapa banyak pemilih yang menganggap tindakan PAP itu meyangkut masalah otoritas, pengekangan, posisi, hak istimewa, pengawasan, dan transparansi," jelasnya.
"Peristiwa ini tampaknya memicu spekulasi publik tentang pendekatan Partai PAP dalam hak-hak istimewa, pengekangan, dan otoritas," kata Dr Chong.
Dia menambahkan reputasi PM Lee dapat dikaitkan dengan peristiwa ini saat dia sekarang ini mendekati akhir masa jabatannya.
Dr Gillian Koh, peneliti senior di Institut Studi Kebijakan NUS, mengatakan, skandal tersebut menjadi salah satu dari berbagai faktor yang dipertimbangkan oleh pemilih pada Pemilu mendatang.
"Kebijakan, kinerja pemerintahan serta kepribadian dan perilaku politisi akan mengalami ketegangan," ujarnya.
"Dalam semua survei pasca-Pemilu, isu terpenting adalah pemerintahan yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, apa pun yang menunjukkan hal itu akan menjadi pertimbangan para pemilih," jelasnya.
Baca juga: WNI Ceritakan Alasan Pindah Jadi Warga Negara Singapura
Profesor Dr Michael Barr, penulis Singapore: A Modern History, menilai skandal dan cara penanganannya secara kolektif merupakan "pukulan besar bagi pemerintah".
Dia menyebut Singapura beroperasi tanpa sistem akuntabilitas yang benar-benar independen.
"Pemerintah beroperasi dari landasan moral yang tinggi, di mana mereka mengklaim sangat bersih dan jujur sehingga mereka dapat diandalkan untuk memantau diri sendiri," jelas Prof Barr dari Universitas Flinders.
"Kepercayaan publik terhadap pemerintah akan runtuh secara serius dan seluruh sistem 'periksa diri sendiri' pun akan runtuh," katanya.
Prof Barr mengatakan, dalam jangka pendek skandal tersebut akan membuat pemerintah kehilangan beberapa kursi parlemen tapi dia ragu mereka akan kehilangan pemerintahan.
"Mereka masih menguasai semua pusat kekuasaan di negara itu dan mahir menggunakannya," katanya.
"Saya berharap tingkat represi akan meningkat karena pemerintah menjadi lebih putus asa untuk membungkam suara-suara yang tidak setuju dan menyerukan lebih banyak pertanggungjawaban," jelas Prof Barr.