Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita WNI Perempuan Pernah Jadi Korban Pelecehan Seksual Saat Haji dan Umrah...

Kompas.com - 24/01/2023, 20:03 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

RIYADH, KOMPAS.com - Pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia (WNI) terhadap jemaah perempuan Lebanon di Mekkah turut menggemakan pengalaman traumatis serupa yang dialami sejumlah jemaah perempuan Indonesia saat menjalankan ibadah haji dan umrah.

WNI bernama Muhammad Said tersebut telah divonis dua tahun penjara oleh otoritas Arab Saudi.

Vonis ini, dianggap oleh cendekiawan Islam Lies Marcoes sebagai langkah yang “cukup baik”.

Baca juga: Penjelasan Kenapa Biaya Haji 2023 di Arab Saudi Turun, tapi Indonesia Akan Naik

Namun, banyak korban pelecehan seksual di Tanah Suci disebut tidak pernah mendapat keadilan atas apa yang menimpa mereka.

Salah satu penyebabnya, kejadian pelecehan itu sering kali dianggap tidak mungkin terjadi karena berada di tempat suci atau dinilai sebagai karma atas perbuatan sendiri.

Lies Marcoes meminta Pemerintah Indonesia mengumpulkan data dan fakta yang dapat “membuka mata” soal betapa seriusnya isu ini, dan tidak boleh menolak realita mengenai kejahatan tersebut.

Ingatan Bella terpantik kembali ke tahun 2013 silam ketika dia dilecehkan oleh seorang jemaah laki-laki usai salat di Masjidil Haram, Mekkah.

Perempuan berusia 30 tahun itu mengaku geram membaca sebuah cuitan pembelaan dari akun yang mengaku sebagai keluarga dari Muhammad Said.

Kerabat Muhammad Said itu mencuit, “Logikanya jika beliau ingin melakukan hal itu, kenapa harus ke Tanah Suci sedangkan kami tahu di sana tempat beribadah”.

Bella tidak setuju dengan pandangan itu.

Baca juga: Netanyahu-Jake Sullivan Bahas Normalisasi Hubungan Israel-Arab Saudi

“Kalau ada yang bilang ‘ngapain juga di Tanah Suci melakukan pelecehan?', menurut saya pendapat itu nggak valid. Saya sendiri buktinya waktu di sana mengalami pelecehan,” kata Bella kepada BBC News Indonesia.

Bella bukan satu-satunya WNI perempuan yang pernah jadi korban pelecehan seksual di Tanah Suci.

Sejumlah warganet pun turut membagikan pengalaman kelam mereka mengalami pelecehan seksual di Mekkah.

 

Namun dari munculnya pengakuan-pengakuan itu, Lies mengatakan belum ada yang bisa memastikan seberapa darurat sebenarnya pelecehan yang menimpa jemaah-jemaah perempuan.

Oleh sebab itu, dia mendesak pemerintah mengumpulkan fakta soal kasus dan pengalaman jemaah perempuan mengalami pelecehan seksual, sebagai acuan menyusun kebijakan yang tepat.

Pada 2018 lalu, tagar #MosqueMeToo menggemakan pelecehan seksual yang menimpa jemaah perempuan dari berbagai negara saat menunaikan ibadah haji di Mekkah. 

Seorang perempuan asal Indonesia pun turut membagikan pengalaman buruknya terkait itu.

Namun sejak saat itu, Lies menilai tidak banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi itu, terutama dari dalam negeri.

Baca juga: Pengusaha Arab Saudi Beli Tiket Laga Ronaldo Vs Messi Rp 39 Miliar

Sementara itu, Konsul Jenderal RI di Jeddah Eko Hartono mengakui bahwa mereka tidak memiliki data yang akurat soal pelecehan seksual yang terjadi sepanjang penyelenggaraan haji dan umrah.

"Data yang akurat memang sulit kita punya karena seringkali tidak ada laporan. Pihak wanita biasanya enggan atau takut melapor," kata Eko melalui pesan singkat.

Dianggap ganjaran atas perbuatan sendiri

Bella baru saja selesai salat di Masjidil Haram bersama ibunya ketika dia harus melalui kerumunan jemaah pada 2013 lalu.

“Di situ pasti ada kondisi di mana kita mau nggak mau berhimpit-himpitan sama orang. Tapi waktu itu saya berpikir nggak mungkin dong di Tanah Suci ada yang aneh-aneh,” ungkap Bella.

“Waktu itu saya juga sama keluarga saya, ditambah lagi di sana pakai abaya kan. Makanya waktu jalan itu saya kaget kok ada yang meremas bokong saya dan itu bukan sekadar kesenggol," tambah dia.

Bella sempat terdiam, mencoba memproses apa yang baru dia alami. Sampai akhirnya dia berani bereaksi.

“Saya melihat ke belakang dan melotot ke orang itu, dan dia (pelaku) malah senyum, ketawa seolah-olah dia bangga melakukan itu,” tutur Bella yang mengaku sampai saat ini masih mengingat jelas wajah orang yang melecehkannya.

Baca juga: Arab Saudi Cabut Batasan Jumlah Jemaah Haji pada 2023

Tetapi pada saat itu, Bella tidak menceritakan kejadian itu kepada siapapun karena khawatir apa yang dialaminya dianggap sebagai “ganjaran” atas apa yang dia perbuat.

“Karena waktu itu saya merasa kalau cerita atau lapor dilecehkan di Tanah Suci, malah dianggap ganjaran dan dituding ‘kamu buat dosa kali di Indonesia sampai kamu digituin sama orang’ atau keyakinan-keyakinan seperti itu,” beber dia.

 

Tetapi Anggi tidak menceritakan kejadian itu kepada orang tuanya. Dia juga tidak tahu kemana harus melaporkan pelecehan yang dia alami.

Sama seperti Bella, Anggi sempat khawatir bahwa pelecehan yang dia alami adalah “balasan atas apa yang dilakukan”.

Begitu kembali dan menceritakan pengalaman ini, Anggi pun mengaku mendapat cerita dari perempuan-perempuan lain yang mengalami pelecehan saat ibadah haji atau umrah.

“Itu bukan pengalaman yang jarang terjadi, banyak perempuan yang sebenarnya mengalami itu. Pemerintah harus mengakui bahwa ini masalah laten, hanya karena tidak ada yang melapor bukan berarti itu tidak terjadi,” ujar Anggi.

Baca juga: Viral Video Pegunungan Arab Saudi Menghijau, Biasanya Gersang

Beragam cerita soal pengalaman dilecehkan itu pula yang membuat Wita Adelina, 30, merasa was was ketika menjalani ibadah umrah pada 2019.

Banyak hal yang diwanti-wanti oleh pemandu dari agen perjalanannya, khususnya kepada para jemaah perempuan.

Misalnya bahwa jemaah perempuan harus selalu didampingi oleh mahramnya setiap bepergian. Atau ketika hendak naik taksi, pastikan laki-laki naik lebih dulu dari perempuan.

“Entah itu semua valid atau enggak tapi yang jelas ada banyak wanti-wantinya, dan karena banyaknya wanti-wanti itu, jujur jadi parno dan saya mencegah bepergian sendirian,” kata Wita.

Bahkan ketika tawaf, yang selalu padat dan berdesak-desakan, mereka membuat semacam barikade dari sesama rombongan keberangkatan yang sama untuk menghindari terjadinya pelecehan.

"Perempuan berhak berdesakan dan bebas dari pelecehan"

Sebagai negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia, Lies Marcoes mengatakan ada potensi besar banyak jemaah-jemaah asal Indonesia mengalami pelecehan.

Oleh sebab itu, dia meminta Oemerintah Indonesia mengumpulkan data dan fakta yang dapat “membuka mata” soal betapa seriusnya isu ini, dan tidak boleh menolak realita mengenai persoalan ini.

"Langkah pertama adalah harus ada data pembuka mata seperti apa. Susun data bahwa terjadi pelecehan seksual di asrama, perjalanan yang berdesakan, dan lain-lain. Harus punya data dulu," kata Lies.

Baca juga: Jumlah Jemaah Haji Indonesia yang Meninggal di Arab Saudi Jauh Lebih Banyak daripada Malaysia

Data yang ada, kata dia, bisa menjadi basis pemerintah untuk menyusun standar operasional prosedur yang tepat sasaran maupun mendorong upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dengan pemerintah Arab Saudi.

“Kan repot kalau kita tidak punya data yang bisa diandalkan untuk meminta MoU atau apa pun. Kembali ke datanya dulu dan jangan anekdotal yang berbasis katanya, lalu baru ramai ketika ada persidangan seperti saat ini,” kata Lies.

Prosedur yang dibentuk, bisa berupa menyediakan saluran pengaduan yang dapat melindungi dan berpihak pada korban.

Selain itu, membekali para pemandu haji dan umrah dengan kemampuan menangani dan menghadapi laporan pelecehan seksual dari jemaah haji.

“Jangan dianggap itu sebagai problem personal. Jadi harus ada pengaduan itu lalu harus jelas bagaimana penanganannya kalau itu terjadi di Saudi,” pendapat dia.

Namun, Lies mengatakan salah satu kendala penanganan pelecehan seksual selama ini adalah anggapan bahwa pelecehan seksual terjadi sebagai ujian atau karma bagi korban.

Stigma ini, menurut dia, tak boleh dilanggengkan lagi.

Selain itu, SOP yang dibentuk juga tidak boleh meminggirkan perempuan dari hak-haknya untuk mendapatkan akses beribadah dan menjalankan ritual agama yang setara.

“Ini juga dalam hal kekerasan seksual jangan lalu ada satu ruang permakluman ‘oh itu karma buat perempuan itu mengalami pelecehan seksual’. Jangan masuk ke 'jebakan batman' itu," kata Lies.

"Perempuan berhak berdesakan, berhak bebas dari pelecehan seksual. Itu hanya bisa diupayakan dari pihak penyelenggara pelaksanaan haji, dalam hal ini Kementerian Agama,” tambah dia.

BBC News Indonesia telah menghubungi Kementerian Agama terkait kasus ini. Nnamun kewenangan untuk menjawab mereka alihkan kepada Konsulat Jenderal RI di Jeddah.

Sedangkan Konsul Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono, mengatakan jemaah yang mengalami pelecehan dapat melapor ke aparat setempat.

Baca juga: Masa Tunggu Haji di Malaysia 141 Tahun, Kemenag RI: Masyarakat Indonesia Lebih Beruntung

Laporan pelecehan seksual, kata Eko, akan ditangani sebagaimana delik aduan pada umumnya dan KJRI Jeddah berjanji akan memberi bantuan hukum serta pendampingan dalam hal ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com