BRASILIA, KOMPAS.com - Presiden Brasil Jair Bolsonaro menolak memberi selamat atau mengakui kemenangan saingannya, mantan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, meski hasil penghitungan awal pemilihan presiden (Pilpres) Brasil menunjukkan bahwa dia kalah dengan margin tipis.
Bolsonaro kalah dengan selisih 2,1 juta suara, 50,9 persen (Lula) berbanding 49,1 persen (Bolsonaro), dalam pemilu yang secara luas dilihat sebagai proses demokrasi paling penting bagi Brasil dalam beberapa dekade.
Presiden sayap kanan Brasil itu tetap diam hampir dua hari pasca-Pilpres, tidak mengomentari hasil pemilihan.
Baca juga: Hasil Pilpres Brasil: Lula Menang, Bolsonaro Bungkam
Media lokal menduga politisi populis sayap kanan yang kontroversial itu mungkin bersembunyi di kediaman presidennya diliputi kemarahan, kesedihan, dan ketidakpercayaan.
Dalam penampilan singkat pada Selasa (1/11/2022) sore, Bolsonaro akhirnya memecah keheningan di tengah meningkatnya kemarahan publik atas sikapnya yang tidak demokratis.
“Mimpi kami lebih hidup dari sebelumnya,” kata pria berusia 67 tahun itu kepada wartawan yang telah dipanggil ke istana Alvorada di ibu kota Brasilia, sebagaimana dilansir Guardian.
Namun, Bolsonaro, yang merupakan presiden pertama yang kalah dalam pemilihan ulang dalam sejarah Brasil, tidak menyebutkan pemenang Pilpres Brasil dan tidak mengatakan apakah dia menerima hasilnya atau tidak.
Dia hanya berterima kasih kepada 58 juta pemilih yang telah mendukung kampanyenya yang gagal, tetapi tidak secara eksplisit mengatakan dia akan menghormati kemenangan Lula atau menyinggung 60 juta orang yang memilih lawannya.
Baca juga: Kemenangan Lula da Silva di Pilpres Brasil adalah Kemenangan untuk Demokrasi dan Iklim
“Sebagai presiden dan sebagai warga negara, saya akan terus mengikuti semua perintah konstitusi kita,” kata Bolsonaro dengan ambigu.
Akan tetapi, dia menyinggung klaim tak berdasar bahwa pemilihan Minggu (20/11/2022) tidak adil.
Dia mengatakan, protes pasca-pemilihan yang dilakukan oleh pendukung garis keras – termasuk menggunakan truk dan ban untuk memblokir jalan raya utama – adalah buah dari “kemarahan dan perasaan ketidakadilan tentang bagaimana proses pemilihan berlangsung”.
“Protes damai akan selalu disambut,” kata Bolsonaro, seraya menambahkan, bagaimanapun, penghancuran dan menghalangi hak orang untuk datang dan pergi tidak dapat diterima.
Setelah Bolsonaro menyampaikan pesannya, kepala stafnya Ciro Nogueira mengindikasikan bahwa pemerintahannya tidak akan menentang hasil pemilihan.
“Presiden Jair Bolsonaro … telah memberi wewenang kepada saya bahwa ketika proses hukum berjalan, kami akan memulai proses transisi,” katanya sebagaimana dilansir Guardian.
Baca juga: Lula da Silva Kalahkan Petahana di Pilpres Brasil, Disambut Pengakuan Kilat Pemimpin Dunia
Analis politik Thomas Traumann mengatakan pernyataan Nogueira mewakili pengakuan formal, bahwa Bolsonaro telah kalah dalam pemilihan dan bahwa akan ada pergantian kekuasaan pada akhir tahun.
Mahkamah Agung menggemakan interpretasi itu dalam sebuah pernyataan yang memberi lampu hijau untuk proses transisi, Bolsonaro telah “mengakui hasil akhir pemilihan”.
Traumann meyakini penolakan Bolsonaro untuk secara tegas mengakui kekalahan dan sinyalnya kepada pengunjuk rasa mencerminkan upaya di belakang layar untuk mengamankan semacam amnesti informal, yang akan melindunginya dari penuntutan begitu dia mundur dan kehilangan kekebalan presiden.
Pengamat memprediksi setelah meninggalkan kekuasaan, Bolsonaro kemungkinan akan banyak menghadapi penyelidikan dan tuduhan yang berkaitan dengan berita palsu, perilaku anti-demokrasi, dugaan korupsi dan penanganannya terhadap pandemi Covid yang menewaskan hampir 700.000 warga Brasil.
“Dia jelas takut penjara … jadi yang dia coba lakukan adalah bernegosiasi dengan satu-satunya kartu yang tersisa, yaitu protes jalanan besar-besaran,” kata Traumann.