Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pejabat Afghanistan yang Melarikan Diri Hidup Mewah, Tinggalkan Rakyatnya dalam Krisis dan Bencana

Kompas.com - 04/07/2022, 21:29 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

 

KABUL, KOMPAS.com - Sejumlah mantan pejabat Afghanistan hidup mewah setelah melarikan diri dari negaranya ketika Taliban mengambil alih negara miskin itu Agustus lalu.

Al Jazeera melaporkan beberapa minggu terakhir sejumlah laporan muncul dari elit Afghanistan dan beberapa mantan pejabat dari pemerintah Kabul yang didukung Barat.

Baca juga: Muncul Pasca Gempa Dasyat, Pemimpin Taliban Minta Dunia Jangan Ikut Campur di Afghanistan

Mereka dilaporkan tinggal di kondominium mewah di Dubai dan vila-vila tepi pantai di California sejak Taliban kembali berkuasa di Afghanistan.

Kondisinya kontras dengan puluhan ribu orang Afghanistan, yang juga meninggalkan tanah airnya tetapi masih merana di kamp-kamp pengungsi sempit di seluruh dunia.

Belum lagi jika dibandingkan dengan rakyat Afghanistan yang masih berjuang hidup dalam kelaporan dan bencara di negaranya, di mana lebih dari 1.000 orang tewas dan 10.000 rumah hancur setelah gempa kuat melanda pekan lalu.

Mantan pejabat Afghanistan, termasuk pembantu mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, menghabiskan jutaan untuk membeli properti di Dubai dan AS selama tahun-tahun terakhir pemerintah yang didukung Barat, menurut laporan terbaru oleh Wall Street Journal.

Baca juga: Putin: Rusia Akan Menormalkan Afghanistan, Ini Targetnya

Wabah korupsi di pemerintahan Afghanistan

Seorang pengawas AS mengatakan awal bulan ini bahwa jutaan dollar hilang dari istana presiden dan Direktorat Keamanan Nasional selama pengambilalihan Taliban Agustus lalu.

Uang itu tetap tidak ditemukan, meskipun Ghani tidak mungkin melarikan diri dengan jutaan uang tunai, menurut pengawas.

Mantan presiden itu pindah ke Abu Dhabi tepatnya di hotel bintang lima St Regis, yang terkenal di dunia, setelah meninggalkan Afghanistan. Dia sekarang tinggal di UEA.

Puluhan ribu warga Afghanistan, yang bekerja untuk pasukan AS dan NATO, diterbangkan saat pasukan AS menarik diri dari negara itu setelah 20 tahun perang.

Tetapi, banyak dari mereka terjebak di pusat pemrosesan pengungsi di seluruh dunia dengan masa depan yang tidak pasti.

Laporan korupsi dari pemerintah Afghanistan dan penyelewengan dana di negara, yang sebagian besar bergantung pada bantuan itu, menyoroti bagaimana orang Afghanistan – baik pengungsi maupun yang ada di negara itu – telah gagal karena elit pemerintah mereka.

Seorang pria berdiri di antara kehancuran setelah gempa bumi di desa Gayan, di provinsi Paktika, Afghanistan, Kamis, 23 Juni 2022.AP PHOTO/EBRAHIM NOROOZI Seorang pria berdiri di antara kehancuran setelah gempa bumi di desa Gayan, di provinsi Paktika, Afghanistan, Kamis, 23 Juni 2022.

Baca juga: Kronologi Sebelum Ashraf Ghani Tinggalkan Afghanistan, Diklaim Hanya Pergi dengan Pakaian di Tubuhnya

Baca juga: Ashraf Ghani Jelaskan Alasan Kabur dari Taliban

Baca juga: Profil Pemimpin Dunia: Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan

Khalid Payenda, menteri keuangan Afghanistan terakhir, yang disebutkan dalam laporan Wall Street Journal karena memiliki properti di AS, telah membantah tuduhan tersebut.

Payenda, yang mengungkap korupsi di pemerintah Afghanistan, mengatakan masalah korupsi Afghanistan telah diketahui secara luas dan bahkan dieksploitasi oleh banyak jaringan dan pemangku kepentingan.

“Korupsi mewabah dalam arti tidak hanya ada di tingkat nasional tetapi juga di tingkat sub-nasional, dan di semua cabang pemerintah, eksekutif, legislatif, dan bahkan yudikatif,” katanya kepada Al Jazeera.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com