Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Atlet Wanita di Olimpiade Tokyo yang Merangkap Ilmuwan

Kompas.com - 14/08/2021, 17:38 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

TOKYO, KOMPAS.com - Satu kaki di tempat latihan, dan satu lagi di laboratorium. Demikian perumpamaan bagi perempuan yang berprofesi sebagai atlet sekaligus ilmuwan.

Beberapa dari mereka terlihat peras keringat dan adu kemampuan di gelanggang senam, stadion, lintasan balap lari selama Olimpiade Tokyo 2020 lalu.

Mereka menghadapi tantangan yang sama: berkompetisi di level tertinggi dunia olahraga demi mencetak rekor dan meraih medali sembari mengejar karier di bidang sains.

Baca juga: Ayah Quan Hongchan, Remaja China Peraih Emas Olimpiade, Tolak Hadiah Rumah dan Uang

Berikut ini tujuh perempuan yang terbukti berprestasi sebagai atlet merangkap akademisi:

1. Anna Kiesenhofer (Austria)

Pebalap sepeda Austria, Anna Kiesenhofer (tengah) kini berstatus ilmuwan sekaligus juara Olimpiade.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Pebalap sepeda Austria, Anna Kiesenhofer (tengah) kini berstatus ilmuwan sekaligus juara Olimpiade.
Pebalap sepeda berusia 30 tahun itu tidak masuk dalam daftar unggulan juara untuk cabang olahraga balap sepeda jalanan perempuan di Tokyo.

Namun walau berlatih tanpa pelatih khusus maupun tanpa dukungan tim profesional, dia malah membuat salah satu kejutan di Olimpiade dengan menang medali emas.

Sepeda yang dikayuh perempuan Austria itu lebih dulu menyentuh garis finis ketimbang rival terdekatnya, yaitu juara dunia Annemiek van Vleuten.

Bahkan atlet Belanda itu sempat yakin finis lebih dulu sehingga merayakan kemenangan hanya untuk beberapa saat.

Kiesenhofer, yang kini juara Olimpiade, ternyata lebih dikenal sebagai ahli matematika yang meraih gelar sarjana dari Technical University of Vienna di ibu kota Austria, Wina, dan Universitas Cambridge, Inggris.

Selain jadi atlet, dia juga bekerja sebagai peneliti dan dosen di Technical University of Lausanne di Swiss.

Baca juga: Cerita Mieke Gorissen, Pelari Maraton yang Menangis saat Finis ke-28 di Olimpiade Tokyo

2. Hadia Hosny (Mesir)

Hadia Hosny (kiri) dan Doha Hany berlaga di cabang olahraga bulutangkis Olimpiade Tokyo.REUTERS via BBC INDONESIA Hadia Hosny (kiri) dan Doha Hany berlaga di cabang olahraga bulutangkis Olimpiade Tokyo.
Olimpiade Tokyo mungkin jadi ajang terakhir bagi Hosny berkompetisi sebagai atlet.

Setelah tersingkir di penyisihan grup bulutangkis putri, perempuan Mesir itu mengisyaratkan akan gantung raket.

"Besar kemungkinan ini menjadi Olimpiade terakhir bagi saya. Sungguh bikin stres harus bepergian ke semua turnamen sembari mempertahankan posisi yang bagus di peringkat dunia," ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Selajutnya Hosny akan fokus pada karier akademiknya. Dia kini berstatus asisten profesor di British University of Egypt.

Bergelar Master dalam bio-kedokteran dari Universitas Bath, Inggris, dan gelar PhD dalam farmakologi di Universitas Kairo, Mesir, dia telah melakukan penelitian dan menerbitkan artikel-artikel ilmuiah soal dexamethasone, yaitu obat anti-inflamasi yang digunakan untuk berbagai macam penyakit.

Ke depannya Hosny pun disibukkan dengan jadwal sebagai politisi, karena dia juga menjadi anggota parlemen Mesir.

Baca juga: Nyaris Telat Tanding, Pelari Jamaika Raih Emas Olimpiade berkat Taksi Gratis dari Wanita Tak Dikenal

3. Gabby Thomas (Amerika Serikat)

Gabby Thomas (kanan) meraih medali perunggu dari cabang olahraga balap lari perempuan 200 meter di Olimpiade Tokyo.EPA via BBC INDONESIA Gabby Thomas (kanan) meraih medali perunggu dari cabang olahraga balap lari perempuan 200 meter di Olimpiade Tokyo.
Perempuan Amerika berusia 24 tahun itu sudah dikenal dalam dunia atletik sebagai wanita tercepat ketiga dunia untuk nomor 200 meter.

Atlet dengan panggilan akrab Gabby itu memenangkan medali perunggu di lomba tersebut pada Olimpiade Tokyo.

Di sela-sela latihan dan kompetisi, Thomas telah menempuh pendidikan neurobiologi dan kesehatan global di Universitas Harvard.

Dia kini belajar untuk program master bidang epidemiologi dan manajemen kesehatan di Universitas Texas, Austin.

Minat penelitian utamanya adalah ketimpangan rasial dalam akses layanan kesehatan di Amerika Serikat.

Baca juga: Atlet Inggris Ini Juga Tanpa Sponsor di Olimpiade Tokyo, dan Raih Medali Emas

4. Charlotte Hym (Prancis)

Dr Charlotte Hym sempat berlaga di babak penyisihan Olimpiade Tokyo, namun gagal melaju ke babak final.REUTERS via BBC INDONESIA Dr Charlotte Hym sempat berlaga di babak penyisihan Olimpiade Tokyo, namun gagal melaju ke babak final.
Saat berusia 12 tahun, Hym terkesima melihat orang-orang bermain skateboard di dekat rumahnya di Paris.

"Kelihatannya keren banget dan saya ingin melakukan hal yang sama," ujar perempuan yang kini berusia 28 tahun itu di laman resmi IOC.

Hym memulai debutnya di Olimpiade Tokyo namun tidak sampai melaju ke putaran final cabang olahraga skateboard.

Di luar gelanggang, dia bergelar doktor ilmu syaraf.

Hym meneliti efek suara ibu terhadap perkembangan keterampilan motorik pada bayi yang baru lahir.

Baca juga: Raih Medali Emas Olimpiade Tokyo, Atlet Karate Ini Penuhi Janji ke Almarhumah Ibunya

5. Louise Shanahan (Irlandia)

Louise Shanahan berkompetisi dalam lomba lari 800 meter Olimpiade Tokyo.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Louise Shanahan berkompetisi dalam lomba lari 800 meter Olimpiade Tokyo.
Atlet lari Irlandia berusia 24 tahun ini hanya berangan-angan bisa lolos ke Olimpiade 2024 di Paris.

Namun cita-citanya itu ternyata terwujud lebih cepat saat berhasil mendapat tempat untuk lomba lari putri 800 meter di Olimpiade Tokyo, walau dia tidak lolos di babak penyisihan.

Walau masih bercita-cita bisa tampil lagi di Olimpiade 2024, Shanahan kini kembali beralih ke bidang sains - khususnya fisika kuantum.

Lulusan Universitas Cork di Irlandia itu tengah belajar program doktorat di Universitas Cambridge, Inggris.

Minat utamanya adalah dalam fisika medis. Dia belajar sekaligus mengembangkan perangkat yang dapat memperbaiki diagnosis dan perawatan kanker.

"Saya ingin punya dua karier karena, saat situasi di laboratorium sedang tidak baik, saya bisa bilang ke diri sendiri bahwa saya seorang pelari dan itu hal yang bagus," kata Shanahan kepada harian Cambridge Independent menjelang Olimpiade Tokyo.

"Kini, saat tampil buruk di atletik, saya bisa selalu menganggap diri jadi ahli fisika kuantum."

Baca juga: Kisah Riley Day, Atlet Olimpiade yang Kerja di Supermarket karena Tak Punya Sponsor

6. Nadine Apetz (Jerman)

Saat tidak sedang meninju lawan, Nadine Apetz meneliti pengobatan atas penyakit Parkinson.REUTERS via BBC INDONESIA Saat tidak sedang meninju lawan, Nadine Apetz meneliti pengobatan atas penyakit Parkinson.
Cukup dengan masuk ke ring tinju di Tokyo, Apetz sudah membuat sejarah. Dia menjadi wakil pertama bagi Jerman untuk cabang olahraga tinju putri Olimpiade.

Namun kiprah perempuan 35 tahun itu di Olimpiade tidaklah lama. Dia kalah dari petinju India, Lovlina Borgohain di kelas welter.

Setelah memenangkan sejumlah medali di turnamen-turnamen Eropa dan Kejuaraan Tinju Dunia, Apetz kini berfokus pada kariernya yang lain.

Penyandang gelar master dalam ilmu syaraf dari Universitas Bremen, kampung halamannya, dia kini ingin meraih gelar doktor di University Hospital di Cologne, juga di Jerman.

Apetz tengah mempelajari teknik yang disebut stimulasi otak mendalam, yang melibatkan penerapan arus listrik atau elektromagnetik ke area 'materi abu-abu' tertentu.

Perawatan ini punya potensi besar dan di masa depat bisa menolong mereka yang mengidap penyakit Parkinson, yaitu suatu kondisi degeneratif yang mempengaruhi neuron yang bertanggung jawab atas gerakan dan kontrol otot.

"Persiapan untuk Olimpiade Tokyo ini cukup bikin stres. Sepulang dari Jepang, saya akan berkonsentrasi 100 persen atas studi saya," kata Apetz kepada laman IOC.

Baca juga: Atlet Cilik Peraih Medali Emas Olimpiade Ini Belum Pernah ke Taman Hiburan karena Tidak Punya Uang

7. Andrea Murez (Israel)

Andrea Murez menyandang gelar sarjana ilmu biologi dari Univesitas Stanford, AS.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Andrea Murez menyandang gelar sarjana ilmu biologi dari Univesitas Stanford, AS.
Kelahiran California, AS, atlet Israel berusia 29 tahun itu merupakan lulusan ilmu biologi dari Universitas Stanford.

Namun, keahliannya dalam berenang membuat Murez bisa berkompetisi di Maccabiads, yaitu ajang olahraga empat tahunan di Israel.

Tampil bagus, Murez memutuskan pindah secara permanen ke Israel dan mewakili negaranya.

Di Olimpiade Tokyo, perenang yang juga sarjana biologi dan kandidat doktor itu tampi di empat nomor: 50, 100 dan 200 meter gaya bebas serta 4x100 meter estafet gaya campuran.

Penampilan terbaik Murez terjadi di nomor estafet, dengan mengantar tim Israel ke posisi delapan di final.

Baca juga: Cerita Atlet Loncat Indah Dapat Nilai 0,0 di Olimpiade Tokyo: Saya Takut Cedera

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com