BERN, KOMPAS,com - Hidungnya lancip, matanya tajam. Bibirnya tipis, rambutnya hitam. Louis Wyrzsch tercatat sebagai bapaknya. Johannah van den Berg tertulis sebagai ibunya. Wyrzsch adalah nama asli orang Nidwalden, Swiss Tengah. Sementara van den Berg berasal dari Belanda.
Alois Wyrzsch, pria itu, tercatat sebagai salah satu anggota Nationalrat - setara DPR di Indonesia - di Bern pada periode 1860-1872. Di Provinsi Nidwalden, Alois selama 30 tahun menguasai DPRD.
Nyaris 200 tahun lamanya kisah sukses Alois Wyrzsch tersimpan rapi di buku sejarah Nidwalden, tanpa sekalipun menyebutkan peran seorang wanita dari Indonesia. Nama Johannah van den Berg, lebih Eropa ketimbang Indonesia.
Baca juga: Profil Johannes dan Hermann Kueng, 2 Bersaudara Penjajah Indonesia dari Swiss
Sejarawan Swiss Bernhard Schaer mengungkapkan, ada nama wanita Jawa yang terselip di antara catatan harian Lois Wyrzsch. "Hanya sering digunting, atau ditimpa tinta hitam,“ tulis Schaer. Namanya Silla. "Ibu Silla,“ imbuh Schaer. Bukan Johannah van den Berg.
Ibu Silla ini pula yang menurunkan Alois Wyrzsch dengan kulit coklatnya. "Ya betul itu, dia bahkan tercatat sebagai anggota parlemen kulit berwarna pertama di Swiss, bahkan juga Eropa,“ tutur Andreas Zangger, sejarawan Swiss lainnya kepada KOMPAS.com.
Schaer berpendapat, anak keturunan wanita bukan Eropa akan menjadi halangan kehidupan selajutnya. Itulah sebabnya, nama Ibu Silla, dalam buku harian itu, dihilangkan. Dalam akta pembaptisan di sebuah gereja di Surabaya, nama Johannah van den Berg muncul.
Bagaimana Louis Wyrzsch bisa bertemu dengan Ibu Silla? Semua bermula dari keterlibatannya sebagai tentara KNIL di masa kolonialisme nusantara.
Ketika deru proyek kolonialisme Eropa sedang bergema di abad 19, Louis Wyrzsch mendaftarkan diri sebagai tentara KNIL.
Tugas pertamanya di Pulau Jawa. Namun kemudian dipindahkan ke Banjarmasin, Kalimatan. Pangkatnya naik, dari Kopral hingga menyandang gelar Kapten.
Baca juga: Heiden, Desa Swiss yang Menjadi Kelahiran Penjajah Indonesia
Kedudukannya sebagai perwira berhak mendapatkan rumah dengan pembantunya. Disini lah Ibu Silla atau yang disamarkan sebagai Johannah van den Berg, berperan. Zaman itu, pembantu rumah tangga juga berperan sebagai teman tidur, yang sering disebut sebagai Nyai.
Dua anak diperoleh pasangan ini. Anak pertama dinamai Alois, sama dengan nama bapaknya Louis. Anak kedua bernama Constantia, nama yang sama dengan nama ibu Louis di Buochs, Nidwalden.
Jika seorang ayah mengakui anak hubungan dengan nyainya sebagai anak sendiri, tulis Schaer, maka anak tersebut memiliki hak setara dengan orang Eropa. Sebaliknya, jika tidak diakui, anak tersebut nasibnya sama dengan warga pribumi.
Louis memilih mengakuinya sebagai anaknya sendiri, dan membawanya ke Swiss ketika liburannnya sebagai tentara tiba. Atas bujukan ibunya, Constantia dan kerabat lain, Louis memilih tidak kembali ke Indonesia.
Dalam buku harian setebal 2000 halaman itulah, Louis banyak menulis peran Ibu Silla dalam kehidupannya. Bagaimana misalnya, Ibu Silla menyelamatkannya dari luka parah akibat peperangan.
Louis juga disebut menyebut beberapa kali ibu Silla dengan "Belle“, yang dalam bahasa Perancis berarti cantik.
Baca juga: Pakar Sejarah Sebut Swiss Terlibat Penjajahan di Indonesia
Bagaimana Ibu Silla memberikan obat tradisional ketika anak anaknya terserang demam. Antara lain dengan balsem dari buah asam dan merica. "Zaman itu obat-obatan Belanda dianggap tidak banyak membantu di daerah tropis,“ tulis Schaer.
Ketika berlibur ke Swiss, Ibu Silla dititipkan ke salah satu kenalannya di Banjarmasin. Sementara dua anaknya, Alois dan Constantia tumbuh besar di Swiss.
Ketika akhirnya Louis memutuskan untuk tidak kembali ke Banjarmasin, Ibu Silla diberikan uang sebanyak 500 gulden.
Constantia menikah dengan kalangan bangsawan dan sempat menjadi pemain teater terkenal di Nidwalden. Alois berkarir sebagai pengusaha industri tepung, sebelum akhirnya terjun ke dunia politik.
Kariernya di politik akhirnya melesat hingga ke Bern, ibu kota Swiss. Pekerjaan terakhir Alois adalah pengacara dan meninggal di Buochs dalam usia 63 tahun.
Schaer menganggap, peran Ibu Silla tidak bisa dihapus atau dihilangkan begitu saja. "Karena itu bagian dari sejarah Swiss," tulisnya.
Sepak terjang Alois selama menjadi anggota parlemen pusat, katanya, sedikit banyak berpengaruh terhadap perkembangan Swiss. "Peran Ibu Silla dibalik layar jelas ada,“ tulis Schaer.
Baca juga: Hari Ini 69 Tahun Lalu, Pasukan KNIL Dibubarkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.