CANBERRA, KOMPAS.com - Partai Liberal di Canberra sedang mengusulkan perubahan legislasi persetujuan seksual untuk melarang praktik yang dikenal sebagai "stealthing".
Stealthing adalah tindakan membuka kondom saat beraktivitas seksual tanpa persetujuan.
Pemimpin oposisi Elizabeth Lee mengatakan, stealthing membawa risiko pada kesehatan fisik dan psikologis, termasuk penularan penyakit seksual, kehamilan yang tidak direncanakan, depresi, dan dalam kasus tertentu, stress akibat trauma (post-traumatic stress disorder).
Baca juga: Kondom Tertinggal di Alat Kelamin, Perselingkuhan Istri Terbongkar
"Stealthing adalah hal yang mengerikan yang bisa dilakukan pada baik perempuan maupun laki-laki, pada siapa saja," kata Elizabeth, seperti yang dilansir dari ABC Indonesia pada Kamis (22/4/2021).
"Tindakan tersebut benar-benar mengikis kepercayaan yang diberikan seseorang pada saat-saat yang paling rentan," lanjut Elizabeth.
"Ini adalah pelanggaran martabat dan otonomi seseorang," imbuhnya.
Baca juga: Tak Pakai Kondom Saat Berhubungan Seks, Dubes Perancis Diselidiki
Elizabeth mengatakan dakwaan pemerkosaan terhadap seorang pria di Selandia Baru awal bulan ini, setelah dia melepaskan kondom diam-diam saat berhubungan seks tanpa persetujuan perempuan telah membuat preseden hukum baru di negara itu.
Sehingga, wilayah ibu kota teritori Australia ACT juga dapat "dengan jelas menetapkan bahwa stealthing ilegal di ACT".
Rancangan Undang-Undang yang dipresentasikan Elizabeth akan akan mengubah ketentuan yang berlaku saat ini di bawah Undang-Undang Kejahatan yang secara eksplisit menyatakan bahwa persetujuan seseorang dinegasikan jika disebabkan oleh kesalahan yang disengaja tentang penggunaan kondom.
"RUU ini akan membuat hukum kita makin jelas, masyarakat lebih aman, dan suara kita lebih lantang dan jelas bahwa tidak berarti tidak."
Baca juga: Polisi Vietnam Gerebek 324.000 Kondom Bekas yang Dicuci dan Dijual Lagi
Para peneliti di Monash University pada 2018 menemukan satu dari tiga dan satu dari lima pria yang mengambil bagian dalam penelitian terhadap lebih dari 2.000 orang telah menjadi korban stealthing.
Pemerintah ACT melihat praktik tersebut sudah ilegal berdasarkan undang-undang yang ada, namun Jaksa Agung Shane Rattenbury mengatakan mungkin "menciptakan definisi eksplisit dari stealthing akan menempatkan tindakan ini melampaui keraguan."
"Respons peradilan pidana yang kuat dan jelas terhadap pelanggaran seksual adalah hal yang penting, tidak hanya bagi korban dan penyintas tetapi juga seluruh komunitas," kata Shane Rattenbury.
"Sederhananya, stealthing adalah pemerkosaan," tandas Rattenbury.
"Penting bahwa kita memiliki budaya masyarakat yang memahami dan mempromosikan keamanan dan persetujuan seksual," imbuhnya.
Baca juga: Predator Seksual Dorong Istri ke Tebing Saat Bulan Madu di Bali
Shane Rattenbury mengatakan, hal persetujuan seksual itu adalah bagian dari perjanjian antara Partai Buruh ACT dan Partai Hijau ACT untuk kemajuan reformasi dan memodernisasi undang-undang tersebut.
Seorang juru bicara Canberra Rape Crisis Center mengatakan, undang-undang yang ada saat ini masih mengejar harapan masyarakat.
"Undang-undang saat ini seputar kekerasan seksual tidak berkembang dengan kecepatan evolusi masyarakat kita," kata juru bicara itu.
"Ini adalah masalah yang signifikan di bidang pelecehan seksual, dan reformasi hukum terus berusaha untuk mengejar cara baru orang-orang yang menjadi sasaran kejahatan."
Organisasi ini berharap perubahan dalam undang-undang akan berarti kekerasan seksual tidak lagi menjadi "kejahatan yang paling tidak dilaporkan di masyarakat" dan tingkat kekerasan seksual akan menurun.
"Mengubah undang-undang tidak mengubah budaya, tetapi jika melakukan hal yang salah, dalam hal ini kekerasan seksual, menjadi lebih sulit dan ada risiko pertanggungjawaban hukum yang kuat, maka tingkat kekerasan seksual akan menurun di komunitas kita," pungkasnya.
Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Penjahat Seksual dan Pembunuh Berantai, Jeffrey Dahmer
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.