Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biden Dipastikan Tidak Akan Hukum Putra Mahkota Saudi, Ini Alasannya

Kompas.com - 01/03/2021, 09:25 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Biden sudah memutuskan tidak akan menghukum langsung putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS).

Sebelumnya, temuan intelijen AS secara detail menunjukkan keterlibatan secara langsung MBS. Dia dituding menyetujui pembunuhan Jamal Khashoggi, kolumnis Washington Post yang dibius dan dipotong-potong pada Oktober 2018.

Kepada New York Times, pejabat senior pemerintahan AS, mengatakan Presiden ke-46 AS memilih keputusan tersebut karena sadar tindakan itu akan menghasilkan biaya diplomatik yang terlalu tinggi.

Keputusan Biden muncul setelah perdebatan berminggu-minggu dengan tim keamanan nasionalnya yang baru dibentuk. Tim tersebut menasihatinya bahwa tidak ada cara untuk secara resmi melarang MBS memasuki AS atau mempertimbangkan tuntutan pidana terhadapnya, tanpa melanggar hubungan dengan salah satu sekutu utama AS di Arab.

Selama kampanye 2020, Biden kerap menyebut Arab Saudi sebagai “negara paria." Dia menyoroti "tidak adanya pemulihan nilai-nilai sosial" di negara kaya minyak tersebut.

Para pejabat mengatakan ada konsensus berkembang di dalam Gedung Putih, perihal “biaya” yang harus ditanggung atas hukuman pelanggaran MBS. Mereka khawatir hal itu justru akan mengganggu kerja sama kontra terorisme dengan Saudi dan dalam menghadapi Iran.

Baca juga: Para Tokoh di AS Ramai-ramai Minta MBS Dihukum atas Pembunuhan Khashoggi

Sejumlah pihak melihat keputusan itu sebagai langkah hati-hati dari Biden. Tanggung jawab untuk mengelola sekutu yang “sulit” membuatnya harus menemukan cara lain agar Arab Saudi membayar pelanggarannya tanpa secara langsung menyasar MBS.

Meski demikian, apresiasi sudah diberikan kepada Biden dari kelompok hak asasi manusia (HAM) dan anggota partainya sendiri, karena mengumumkan temuan intelijen resmi, yang isinya bocor lebih dari dua tahun lalu.

Banyak yang mengatakan itu hanya langkah pertama. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menahan Putra mahkota supaya bertanggung jawab atas perannya dalam kasus Khashoggi.

Banyak organisasi menekan Biden untuk, setidaknya, memberlakukan sanksi perjalanan yang sama terhadap putra mahkota. Kebijakan itu seperti yang diberlakukan pemerintahan Trump pada orang lain yang terlibat dalam plot tersebut.

Pemerintah Biden mengatakan itu sebenarnya hanya masalah praktis. Pangeran Mohammed disebut bisa tidak akan diundang ke AS dalam waktu dekat.

Mereka juga menyangkal membebaskan Arab Saudi begitu saja. Dikatakan bahwa AS akan mengambil serangkaian tindakan baru pada pejabat tingkat bawah Saudi. Salah satunya dengan menghukum elite militer Saudi dan menerapkan pencegahan baru terhadap pelanggaran HAM.

Tindakan tersebut disetujui oleh Menteri Luar Negeri AS Antony J. Blinken.

Menlu baru AS memberlakukan larangan perjalanan terhadap mantan kepala intelijen Arab Saudi. Tokoh itu diduga sangat terlibat dalam operasi Khashoggi. Dia juga mengendalikan langsung Pasukan Intervensi Cepat, sebuah unit dari Pengawal Kerajaan Saudi yang melindungi Pangeran Mohammed.

Baca juga: Kenapa Keterlibatan Putra Mahkota dalam Pembunuhan Khashoggi Disebut Bisa Guncang Arab Saudi?

Larangan Khashoggi

Laporan intelijen AS yang sempat diberi label rahasia sudah dipublikasikan dan menyimpulkan Pasukan Intervensi Cepat melakukan operasi terhadap Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com