Adapun proses demokratisasi dan pemulihan kekuasaan sipil pada 2011 silam tidak banyak mengusik imperium bisnis Tatmadaw, lapor Amnesty.
Namun kemenangan Aung San Suu Kyi yang mendulang lebih dari 80 persen suara pada pemilihan umum November silam menggoyang kekuasaan militer, tutur Francoise.
“Kemenangan ini mengancam sebagian kekayaan mereka, dan mungkin melandasi keputusan untuk melancarkan kudeta.”
Pasca kudeta, militer dilaporkan memperkuat kontrolnya terhadap perusahaan-perusahaan negara, termasuk sektor minyak dan gas yang dianggap lahan basah.
Hal ini menempatkan perusahaan-perusahaan asing dalam posisi pelik. Tapi sejauh ini hanya perusahaan bir Jepang, Kirin, dan perusahaan energi Singapura Puma, yang sudah menyatakan hengkang dari Myanmar pasca kudeta.
Sementara raksasa minyak Perancis, Total, yang memiliki 31,24 persen ladang gas Yadana di Myanmar, mengaku masih mempelajari dampak kudeta. Pada 2019 silam, Total membayar 257 juta dollar AS kepada pemerintah Myanmar.
“Kami mengimbau perusahaan minyak dan gas agar mengakhiri hubungannya dengan perusahaan migas Myanmar dan keluar dari negeri kami,” kata Yadanar Maung, juru bicara Justice for Myanmar.
Hal senada diungkapkan Debbie Stothard dari organisasi HAM, Federation for Human Rights. Terutama Singapura sebagai investor terbesar Myanmar "memiliki nilai tawar yang tinggi” untuk menggandakan tekanan internasional terhadap junta militer.
“Sejumlah petinggi Tatmadaw banyak berinvestasi di Singapura sejak pertengahan 2000-an. Tren ini menguat sejak beberapa tahun terakhir,” kata dia.
Jika militer memang berniat melindungi kekayaannya lewat kudeta, maka penghentian hubungan bisnis dengan Myanmar terasa lebih mendesak, papar Yadanar Maungh.
“Tanpa langkah yang tegas, militer akan terus melakukan tindak kekerasan terhadap rakyat dan demokrasi tidak akan punya harapan lagi."
Baca juga: Markas Partai Suu Kyi Dijarah Militer Myanmar, Uang di Brankas Raib
Sumber: (DW Indonesia/RZN/HP disadur oleh Aditya Jaya Iswara)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.