WASHINGTON, KOMPAS.com - Pemberitahuan “dini” tentang mundurnya Presiden Amerika Serikat (AS) dan Wakilnya dalam situs Kementerian Luar Negeri AS (Kemenlu), diduga dilakukan oleh orang dalam di kementerian itu.
Pihak Kemenlu AS kini tengah mencari pelaku, yang diduga melakukan tindakan itu karena merasa “tidak puas” dengan pemerintah Trump, melansir Buzz Feed News pada Senin (11/1/2021).
Menurut dua diplomat yang saat ini masih menjabat, karyawan di Kementerian Luar Negeri AS itu, mengubah biografi Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden Mike Pence.
Oknum itu menyatakan masa jabatan mereka akan segera berakhir pada Senin (11/1/2021), sembilan hari sebelum Presiden Terpilih Joe Biden dilantik.
Perubahan pada situs Kemenlu AS terjadi beberapa hari setelah Trump menghasut pemberontakan mematikan di Gedung Capitol AS.
Insiden tersebut mendorong Partai Demokrat memulai proses pemakzulannya untuk kedua kalinya, dan menyerukan agar Pence menggunakan Amandemen ke-25 untuk mencopot Trump dari jabatannya.
Baca juga: Politisi Partai Republik Mulai Berbalik Hendak Memakzulkan Trump
Dalam situs kementerian, Biografi presiden sempat diubah menjadi, “Masa jabatan Donald J. Trump berakhir pada 2021-01-11 19:49:00.”
Sedangkan biografi Wakil Presiden diubah menjadi “Masa jabatan Michael R. Pence berakhir pada 2021-01-11 19:44:22.”
Stempel waktu di halaman biografi Trump berubah beberapa kali.
Kedua halaman dihapus sekitar pukul 15:50 waktu setempat. Kemudian diganti dengan tulisan “Kami minta maaf, situs ini sedang mengalami masalah teknis. Silakan coba lagi dalam beberapa saat."
Salah satu diplomat mengatakan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah memerintahkan penyelidikan internal atas masalah tersebut.
Penyelidikan dimulai dengan pekerja magang dan karyawan yang meninggalkan kementerian itu minggu ini dan seterusnya. Hal ini akan dilakukan hingga menjelang transisi ke pemerintahan Biden.
Kedua diplomat tersebut mengatakan bahwa penyelidikan atas masalah tersebut memiliki sejumlah tantangan. Pasalnya banyak orang memiliki akses administrator ke sistem pengelolaan konten, yang digunakan untuk situs resmi Kementerian Luar Negeri AS.
“Ini adalah sistem tertutup yang hampir tidak mungkin diretas, kata salah satu diplomat.
"Ini 100 persen bukan hack," kata mereka.
Baca juga: Donald Trump Tolak Bertanggung Jawab dalam Penyerbuan Gedung Capitol