Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Indonesia Rayakan Kebebasan Setelah Selesai Karantina di Australia

Kompas.com - 16/12/2020, 13:48 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

DARWIN, KOMPAS.com - Sudah dua hari Rifqi Susanto Putra, mahasiswa asal Indonesia, menghirup udara segar kota Darwin, Australia, di luar fasilitas karantina yang ia tinggali selama 14 hari.

"Senang sih, sudah tidak harus pakai masker lagi. Tapi sedih juga karena sudah tidak (sering) bertemu teman-teman di karantina lagi," kata Rifqi.

Rifqi adalah salah satu peserta rombongan mahasiswa internasional pertama yang diizinkan masuk Australia, sejak Australia menutup perbatasan akibat pandemi, 20 Maret lalu.

Nicholas Kurniawan, mahasiswa asal Jakarta yang juga ada dalam rombongan, mengatakan ikatan pertemanan dengan mahasiswa lainnya terasa sangat kuat.

"Seperti saya dan Rifqi kan tidak kenal satu sama lain sebelumnya, tapi kami sudah kayak kenal lama," katanya kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

Baca juga: Selandia Baru Buka Travel Bubble dengan Australia Awal 2021

"Karena semua mahasiswa sekitar pukul 16.00 dan jam 17.00 sudah tidak ada aktivitas (saat karantina), sehingga suka mengobrol dan jadi dekat," imbuh Nicholas.

Ketika diizinkan untuk meninggalkan fasilitas karantina, Rifqi dan Nicholas segera melepas rindu pada masakan Indonesia dengan menyantap hidangan ayam penyet dan nasi goreng.

Pada Selasa (15/12/2020), mereka menghadiri acara penyambutan di Charles Darwin University (CDU) yang dimeriahkan dengan Larrakia smoking ceremony atau upacara penyambutan oleh suku Aborigin.

Kedua mahasiswa jurusan memasak tersebut juga mendapat kesempatan mengitari pusat kota Darwin, yang menurut Nicholas sangat berbeda dengan Jakarta.

"Pertamanya sih saya pikir Darwin itu mungkin masih seperti kota tapi tidak bagus, ternyata tidak terlalu jauh-lah ekspektasi saya. Ternyata kota ini lumayan," kata dia.

Baca juga: Sejumlah Muslim Australia Menganggap Pendidikan Seks Sangat Penting

Pengalaman saat dikarantina

Setelah tiba di Darwin pada 30 November, sebanyak 63 mahasiswa internasional langsung diarahkan ke pusat karantina Howard Springs yang berjarak sekitar 30 kilometer dari bandara.

Mahasiswa diberikan kamar masing-masing dan dites swab sebanyak sekali dalam sepekan.

Mereka diizinkan untuk berinteraksi selama 20 menit dalam sehari dengan tetap mengenakan masker, serta diperbolehkan untuk berenang sekali dua hari, selama 45 menit.

Rifqi mengatakan CDU juga menyelenggarakan beberapa aktivitas online saat karantina, seperti kelas zumba, salsa, serta webinar.

"Saya ikut semua (kegiatan). Semua aktivitas yang ada coba diikuti karena saya mahasiswa baru, jadi tidak banyak aktivitasnya," kata Rifqi.

Selama masa karantina, dia mengaku menghabiskan banyak waktu dengan mahasiswa lainnya yang tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari Hong Kong dan Kanada.

Baca juga: Perjuangan Pria Uighur Berpisah 3 Tahun dengan Istri dan Anak, Akhirnya Bersatu di Australia

Memilih Darwin karena dekat dengan Indonesia

Darwin menjadi kota tujuan pendidikan Nicholas karena dia sudah punya rencana jangka panjang sebelum meninggalkan Indonesia.

"Saya memilih Australia karena dekat dengan Indonesia, dan saya dengar Australia bagus untuk dunia cookery (masak)," katanya.

"Dan karena saya juga mau PR (menjadi warga tetap), keluarga saya juga di sini. Saya dengar juga poin visa di sini lebih besar dari negara bagian lain."

Sementara Rifqi memilih Darwin karena tidak terlalu jauh dari Indonesia dan ada keluarga.

"Saya sih maunya kerja dulu, mengumpulkan uang, dan pulang hanya kalau liburan," katanya.

Baca juga: Pengembangan Vaksin Covid-19 di Australia Dihentikan Setelah Ditemukan Hasil HIV Positif Palsu

Rifqi dan Nicholas yang sama-sama mengambil jurusan memasak di CDU dan akan mulai masuk kelas pada 1 Februari 2021.

Keduanya masih ingin menghabiskan waktu untuk mengenal lebih dekat kota yang akan mereka tinggali sampai dua hingga tiga tahun ke depan itu.

"Saya ingin coba makan Subway," kata Rifqi yang saat ini tinggal bersama tantenya.

Baca juga: Bantuan Pemerintah Australia Pulihkan Ekonomi Warga Terdampak Covid-19 dengan Bagi-bagi Voucher Belanja

Rencana penjemputan mahasiswa ke Darwin pada 2021

Nicholas tidak menyesali keputusannya untuk turut serta dalam program penjemputan ke Darwin.

"Menurut saya sih (program ini) worth it banget, karena yang saya tahu di Sydney untuk karantina saja sudah habis 2.500 dollar Australia (Rp 25 juta) kalau ini ibarat gratis tiket pesawat atau karantina," katanya.

Wakil rektor CDU, Simon Maddocks, mengatakan berencana untuk membawa lebih banyak mahasiswa internasional ke Darwin tahun depan.

"Kami sudah menyusun rencana untuk melanjutkan penerbangan dari Januari tahun depan dan akan berjalan sepanjang pertengahan tahun," katanya.

"Tapi keputusan akhir ada di tangan pemerintah, karena ada standar imigrasi dan prosedur pengendalian perbatasan yang harus dipenuhi," tutur Maddocks.

Baca juga: Survei: Warga Australia Puas dengan Respons Negaranya terhadap Covid-19

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com