Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Masyarakat Adat Kenya Selamatkan Hutan, Tetap Melawan Meski Diusir dari Rimba

Kompas.com - 08/12/2020, 13:11 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Dua kelompok masyarakat adat yang diusir dari hutan di Kenya melawan balik dengan berupaya mengembalikan kedamaian dan keragaman hayati di hutan adat tempat mereka bernaung.

Pada Juli, di tengah musim hujan yang melanda Kenya, dua kelompok masyarakat adat yang tinggal di bagian barat negara itu diusir dari hutan yang telah menjadi rumah mereka selama berabad-abad.

Masyarakat adat Ogiek yang tinggal di Hutan Mau dan masyarakat adat Sengwer di Hutan Embobut dipaksa meninggalkan hutan adat oleh pemerintah, membuat ratusan orang kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka luluh lantak dibakar.

Peristiwa itu terjadi di tengah musim hujan, mengakibatkan puluhan keluarga, termasuk anak-anak, harus menghadapi cuaca yang tak ramah tanpa perlindungan.

Ini bukan kali pertama hal semacam ini terjadi. Bagi masyarakat adat Sengwer, ini adalah kedua kalinya dalam tahun ini mereka diusir dari Hutan Embobut di Cherangani Hills, Kenya, dalam apa yang telah menjadi kejadian umum selama bertahun-tahun.

Baca juga: Makin Gundul, Hutan Amazon Alami Deforestasi Terparah dalam 12 Tahun Terakhir

Masyarakat adat Ogiek juga berulang kali diusir dari rumah leluhur mereka di Hutan Mau.

Pelaku dari pengusiran kedua masyarakat adat itu adalah petugas Dinas Kehutanan Kenya, penjaga konservasi yang dipekerjakan oleh pemerintah Kenya.

Di banyak negara, masyarakat adat dikenal sebagai penjaga hutan. Tetapi di Kenya, kelompok masyarakat adat dianggap melanggar batas lahan hutan.

Untuk mengakhiri pengusiran dari hutan adat dan untuk melindungi habitat hutan, masyarakat adat Ogiek dan Sengwer mengusulkan sebuah alternatif: agar hukum adat mereka diakui sebagai strategi hutan yang efektif.

Meskipun belum pernah terjadi sebelumnya di Kenya, pemberdayaan masyarakat adat untuk pelestarian hutan dan habitat alami telah berhasil di negara-negara lain.

Baca juga: Perempuan Amazon, Pelindung Hutan Hujan Ribuan Hektar dari Pengeboran Minyak Bumi

Namun untuk saat ini, harapan mereka bergantung pada cara hidup mereka yang diakui sebagai cara berkelanjutan untuk melindungi hutan.

Pasca-bentrokan selama penggusuran, reporter BBC mengunjungi desa Nessuit di Hutan Mau.

Apa yang dulunya merupakan gubuk-gubuk yang terbuat dari kumpulan kayu dan beratap seng sekarang menjadi tumpukan sisa-sisa kayu hangus.

Mereka yang kehilangan rumah, tinggal berdesakan di dekatnya.

Masyarakat adat Ogiek adalah komunitas pemburu-pengumpul yang mendiami hutan Mau dan Gunung Elgon di Kenya dan beberapa bagian Tanzania utara.

Baca juga: Kebakaran Besar Lalap Hutan Situs UNESCO Australia

Mereka yang tinggal di Hutan Mau-lah yang paling menderita akibat penggusuran dari tanah leluhur mereka.

Secara tradisional, masyarakat mengalokasikan bagian hutan untuk masing-masing dari 12 marga.

Program Pembangunan Rakyat Ogiek, sebuah lembaga swadaya masyarakat, menjelaskan bahwa alokasi ini untuk memastikan bahwa mereka melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan hutan dengan cara yang sesuai dan lestari, merinci sebuah dokumen yang mengawinkan hukum adat masyarakat dengan hukum nasional dan hukum internasional.

Seperti Suku Ogiek, Suku Sengwer - komunitas yang lebih besar dengan populasi sekitar 33.000 orang, yang terdiri dari 21 marga - telah mendokumentasikan hukum adat mereka, yang akan mereka patuhi jika diizinkan untuk tinggal dan melestarikan hutan.

"Ini adalah cara hidup kami melestarikan hutan dan cara hidup kami dipandu oleh tabu yang mengatur cara kami berinteraksi satu sama lain, hutan dan sumber dayanya," kata Milka Chepkorir, anggota Suku Sengwer dari Embobut.

Baca juga: Zanziman Ellie, Mowgli Dunia Nyata yang Hidup di Hutan Afrika karena Di-bully

Elias Kimaiyo, yang juga dari Suku Sengwer, adalah bagian dari tim yang mendokumentasikan hukum adat tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com