Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Kalah Pemilu AS, Tim Kampanyenya Siapkan Gugatan di Berbagai Negara Bagian

Kompas.com - 09/11/2020, 17:09 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kandidat presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, telah dinyatakan sebagai presiden terpilih. Namun, kandidat petahana, Presiden Donald Trump, masih berencana melayangkan gugatan terhadap hasil perhitungan suara di sejumlah negara bagian kunci pertarungan Pilpres AS.

Pengacara Trump, Rudy Giuliani, mengatakan kepada Fox News bahwa bakal keliru jika Trump menyatakan kekalahan karena ada bukti kuat bahwa di setidaknya tiga atau empat negara bagian, dan mungkin 10, hasil pemilu telah dicuri.

Tim kampanye Trump belum menyediakan bukti kuat yang dimaksud, namun mereka berencana melayangkan gugatan di sejumlah negara bagian pada Senin (9/11/2020).

Inilah yang diketahui sejauh ini:

Baca juga: Trump Kalah Pilpres AS, Hak Istimewanya di Twitter Bakal Hilang

Pennsylvania

Giuliani mengatakan gugatan akan diajukan terkait kurangnya akses untuk para pemantau pemilu di Negara Bagian Pennsylvania.

Pemantau pemilu adalah orang-orang yang memantau perhitungan suara demi menjamin transparansi.

Mereka diperbolehkan memantau di sebagian besar negara bagian selama mereka terdaftar sebelum hari pemungutan suara.

Tahun ini, di beberapa area, ada berbagai pembatasan sebelum hari pemungutan suara, utamanya karena pandemi virus corona. Ada pula pembatasan kapasitas untuk menghindari intimidasi.

Pembatasan jarak sejauh enam meter diberlakukan di tempat penghitungan suara di Philadelphia, namun aturan ini dibawa ke pengadilan dan sidang memutuskan pada Kamis (5/11/2020) bahwa pembatasan jarak harus dikurangi menjadi kurang dari dua meter selama para pemantau mematuhi protokol Covid-19.

Baca juga: Biden Menang, Trump Ngotot Tolak Hasil Pilpres AS

Tim kampanye Trump telah melayangkan sebuah gugatan yang menuduh para petugas pemilu melanggar aturan hakim.

"Bahkan ketika perintah pengadilan diperoleh agar para pemantau Republikan lebih dekat dua meter, mereka memindahkan orang-orang uang menghitung kertas suara dua meter lebih jauh," kata Giuliani.

Akan tetapi, para petugas pemilu berkeras mereka telah bertindak secara patut.

Pada 5 November, Sekretaris Negara Bagian Pennsylvania, Kathy Boockvar, mengatakan bahwa setiap kandidat dan setiap partai politik diperbolehkan menugaskan seorang perwakilan di ruangan untuk memantau proses perhitungan suara.

"Beberapa wilayah termasuk di Philadelphia juga menayangkannya secara langsung, sehingga Anda bisa dapat menyaksikan proses perhitungan suara," kata Boockvar.

Baca juga: Melania Trump Bujuk Suaminya untuk Terima Kemenangan Joe Biden

Gugatan di Pennsylvania juga berpusat pada keputusan negara bagian untuk menghitung kertas suara yang bercap pos pada hari pemilu namun tiba tiga hari kemudian. Para Republikan ingin kertas suara semacam itu tidak dihitung.

Matthew Weil, direktur lembaga riset pemilu Bipartisan Policy Research Center, mengaku sangat risau dengan perselisihan tersebut karena Mahkamah Agung mengalami kebuntuan mengenai hal tersebut sebelum pemilu.

Ini sebelum Hakim Agung Amy Coney Barrett, yang ditunjuk Presiden Trump, dilantik.

"Menurut saya, ada risiko bahwa sejumlah kertas suara [yang dikirim melalui pos] pada hari pemilihan dan tidak diterima hingga Jumat mungkin dibuang," kata Weil.

"Tebakan saya jumlah kertas suara yang bisa dibuang tidak akan berjumlah banyak," tambahnya.

Dengan demikian, lanjut Weil, hasil pemilu tidak akan sangat, sangat ketat karena masalah itu.

Baca juga: Foto Viral Sampul Majalah TIME... to go Bergambar Trump, Ini Faktanya...

Michigan

Trump menang di Negara Bagian Michigan pada 2016 dengan selisih tipis, hanya 10.700 suara. Pada pemilu kali ini, Biden diproyeksikan menjadi pemenang di negara bagian tersebut.

Pada 4 November, tim kampanye Trump melayangkan gugatan untuk menghentikan perhitungan suara berdasarkan klaim bahwa para pemantau pemilu kurang mendapat akses.

Seorang hakim menepis gugatan tersebut, dengan dalih tidak ada cukup bukti bahwa prosedur pemantauan diabaikan.

Baca juga: Pesan Bolsonaro untuk Trump, Teman Dekatnya: Ia Bukan Orang Terpenting di Dunia

Wisconsin

Tim Kampanye Trump mengatakan bakal meminta perhitungan ulang di Wisconsin berdasarkan klaim kejanggalan yang tampak pada hari pemilu, walau permintaan ini tidak memerlukan gugatan.

Belum jelas kapan perhitungan suara akan dilangsungkan mengingat hal semacam ini biasanya tidak digelar sampai para petugas pemilu selesai memeriksa semua kertas suara.

Tenggat waktu bagi Wisconsin untuk melaksanakan perhitungan suara ulang adalah pada 17 November.

Profesor Fakultas Hukum Universitas Columbia, Richard Briffault, mengatakan perhitungan ulang pernah terjadi di Wisconsin pada pemilu 2016 dan proses itu mengubah sekitar seratus suara.

Baca juga: Kalah Pilpres AS, Trump Dirumorkan Akan Diceraikan Melania

Nevada

Partai Republik cabang Nevada mentwit bahwa ribuan individu telah diidentifikasi sebagai orang-orang yang tampaknya melanggar hukum dengan memilih setelah mereka pindah dari Nevada.

Tim hukum Trump merilis daftar orang-orang yang mereka klaim telah pindah dari Nevada namun memberikan suara.

Akan tetapi, sebagaimana dipaparkan Politifact, daftar itu tidak lantas membuktikan adanya pelanggaran hukum.

Orang yang meninggalkan negara bagian dalam 30 hari sebelum pemilu masih bisa memilih di Nevada. Para mahasiswa dari Nevada, yang belajar di daerah lain, juga bisa memilih.

Kasus ini berfokus pada para pemilih dari Clark County, namun petugas catatan sipil di negara bagian itu mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya kertas suara tidak layak yang sedang diproses.

Dalam sebuah kasus terpisah, seorang hakim federal menepis upaya sejumlah Republikan untuk menghentikan penggunaan mesin pemverifikasi tanda tangan, menolak tuduhan-tuduhan bahwa mesin itu tidak mampu memeriksa tanda tangan secara tepat.

Baca juga: Menantu Trump Dekati Mertuanya agar Mengakui Kemenangan Joe Biden

Georgia

Sebuah gugatan telah dilayangkan di Chatham County, Negara Bagian Georgia, untuk menghentikan perhitungan suara dengan dalih ada berbagai masalah pada pemrosesan kertas suara.

Ketua Partai Republik cabang Georgia, David Shafer, menyatakan dalam twitnya bahwa sejumlah pemantau pemilu dari Partai Republik menyaksikan seorang perempuan mencampur 50 kertas suara pada tumpuhan kertas suara yang belum dihitung.

Pada 5 November, seorang hakim menolak gugatan ini, dengan mengatakan bahwa tiada bukti pencampuran kertas suara.

Baca juga: PM Israel, Teman Dekat Trump, Beri Ucapan Selamat kepada Biden

Arizona

Tim kampanye Trump melayangkan gugatan di Arizona pada Sabtu (7/11/2020), dengan klaim sejumlah kertas suara sah telah ditolak.

Kasus itu mengutip pernyataan dari sejumlah pemantau pemilu dan dua pemilih yang mengklaim mereka punya masalah dengan mesin pemungut suara.

Kasus ini sedang ditinjau, namun Sekretaris Negara Bagian Arizona mengatakan kasus tersebut tidak berdasar.

Baca juga: God Bless America, Media Besar Dunia Sambut Baik Kekalahan Donald Trump

Dapatkah mencapai Mahkamah Agung?

Pada Rabu (4/11/2020), Trump mengklaim kecurangan pemilu tanpa menyediakan bukti. Dia mengatakan akan membawa tuduhannya tersebut ke Mahkamah Agung.

Jika hasil pemilu digugat, tim hukum harus melayangkan gugatan terlebih dulu di pengadilan negara bagian.

Apabila gugatan disetujui, hakim negara bagian kemudian memerintahkan perhitungan ulang.

Mahkamah Agung dapat menggelar sidang jika ada upaya banding.

"Tiada proses standar untuk membawa sengketa pemilu ke Mahkamah Agung. Hal itu sangat tidak biasa dan perlu melibatkan kasus yang sangat signifikan," kata Briffault.

Baca juga: Gelar Jumpa Pers di Dekat Toko Buku Dewasa, Trump Bikin Bingung

Hingga sekarang, pemilu 2000 adalah satu-satunya kasus sengketa pemilu yang diputuskan Mahkamah Agung.

Saat itu, kandidat presiden dari Partai Demokrat, Al Gore, kalah di Florida dan kalah dalam pemilihan presiden dengan selisih 537 suara dari 6 juta suara yang dilayangkan di negara bagian tersebut.

Peristiwa tersebut disusul proses perhitungan suara yang sangat kontroversial dan berlangsung lebih dari sebulan. Sampai-sampai Mahkamah Agung memutuskan untuk menghentikan perhitungan suara dan menentukan George W Bush dari Partai Republik sebagai pemenang pilpres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com