Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Hukum Lese-Majeste, Lindungi Raja Thailand dari Kritikan

Kompas.com - 21/09/2020, 15:13 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC

BANGKOK, KOMPAS.com - Pada akhir pekan lalu, sebuah gerakan yang dimotori oleh sekelompok mahasiswa di Thailand berkembang dengan pesat.

Dalam aksinya, mereka tidak hanya menyuarakan sikap yang menentang Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, tapi juga mulai mempertanyakan monarki.

Bahkan, mereka mulai memasang plakat berbunyi "negara milik rakyat", yang ditujukan kepada Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn.

Baca juga: Tantang Raja Thailand, Pengunjuk Rasa Pasang Plakat Negara Milik Rakyat

Tentu, aksi mereka itu bakal berujung kepada penjara jika berdasarkan hukum Lese-Majeste. Seperti apa itu? Berikut rangkumannya dilansir BBC pada 2017.

Seperti apa tepatnya hukum itu berbunyi?

Dalam Artikel 112 Hukum Pidana Thailand, termuat bahwa siapa pun tidak ada yang boleh menghina raja, ratu, bahkan putra mahkota.

Siapa pun yang berani menyuarakan hujatan kepada anggota kerajaan, bakal diganjar dengan hukuman penjara selama 15 tahun.

Undang-undang itu disebut tidak mengalami perubahan sejak Bangkok memperkenalkan aturan pidana pada 1908, dan diperkuat di 1976.

Aturan tersebut juga menegaskan siapa pun penguasa monarki "Negeri Gajah Putih" yang bertakhta, dia akan dibersihkan dari segala hukuman.

"Raja akan berkuasa dan dihormati secara penuh. Tidak ada yang boleh menyeret raja terhadap tuduhan apa pun" bunyi UU itu.

Baca juga: Berani Menentang Raja, Ini Penyebab Demo Thailand dan Prediksi Selanjutnya


Meski begitu tidak ada yang jelas seperti apa perbuatan yang disebut menghina raja. Sehingga poliis pun menginterpretasikannya dalam skala luas.

Aturan Lese-Majeste bakal diisi oleh siapa pun, dikenakan pada siapa pun, dengan polisi harus segera menyelidiki jika mendapat laporan.

Berdasarkan laporan PBB, mereka yang terkena artikel tersebut tidak boleh bebas dalam cara apa pun, dan bisa ditahan dalam waktu lama sebelum disidang.

Jurnalis setempat menyatakan, sidang dilakukan secara ditatap, di mana kadang digelar di pengadilan militer yang jelas hak tertuduh dibatasi.

Hukuman penjara juga disesuaikan dengan setiap pasal yang didakwakan. Sehingga tak jarang ada yang harus menghuni dalam waktu lama.

Pada Juni 2017 misalnya. Ada seorang pria yang divonis selama 70 tahun, terlama dalam sejarah penerapan aturan tersebut.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com