Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah November Parlemen Eropa Tidak Akui Alexander Lukashenko sebagai Presiden Belarus

Kompas.com - 17/09/2020, 22:46 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Reuters

BRUSSEL, KOMPAS.com - Parlemen Eropa pada Kamis (17/9/2020), mengatakan bahwa pemimpin Alexander Lukashenko seharusnya tidak lagi diakui sebagai presiden per November, ketika masa jabatannya berakhir.

Bersama dengan pernyataan itu, Parlemen Eropa juga mengatakan bahwa Uni Eropa akan memberikan sanksi ekonomi kepada Balarus, menurut laporan yang dilansir dari Reuters pada Kamis (17/9/2020).

Dalam sebuah dukungan yang luar biasa untuk pengunjuk rasa pro-demokrasi di Belarus, majelis Uni Eropa memberikan suara 574 banding 37, dengan 82 abstain, untuk menolak hasil resmi dari pemilihan presiden Belarus pada 9 Agustus, yang menurut Barat telah dicurangi.

Baca juga: Presiden Putin Suntikan Dana Dukungan Rp 22,3 triliun untuk Presiden Lukashenko

"UE membutuhkan pendekatan baru terhadap Belarus, yang mencakup penghentian kerja sama apa pun dengan rezim Lukashenko," kata Petras Austrevicius, anggota parlemen Uni Eropa sentris Lithuania yang mengepalai upaya parlemen untuk menekan pejabat tinggi Belarus.

Meski pun pemungutan suara Parlemen Eropa tidak mengikat secara hukum, hal itu memiliki bobot politik dan dapat memengaruhi cara UE berinvestasi di Belarus atau memberikan dukungan keuangan.

Baca juga: Presiden Lukashenko: Jika Belarus Tumbang, Rusia Selanjutnya

"Setelah masa jabatan pemimpin otoriter petahana Alexander Lukashenko berakhir pada 5 November, parlemen tidak akan lagi mengakui dia sebagai presiden negara," kata parlemen dalam sebuah pernyataan.

Protes massal sejak pemilihan Agustus telah menjadi ancaman terbesar bagi Lukashenko dan upayanya untuk memperpanjang pemerintahannya selama 26 tahun, meski pun pemerintah Uni Eropa belum menanggapi dengan sanksi yang akan diberikan.

Baca juga: Minggu Kelima Demo Anti-rezim Lukashenko, Massa Bawa Bendera Lama Belarus

Desakan kuat kepada Lukashenko, sehingga membuat dukungan Moskwa menjadi penting untuk kelangsungan hidup Lukashenko sebagai presiden dan Kremlin menuduh Barat mencari revolusi di negara itu.

Alexander Lukashenko sering dipandang sebagai diktator terakhir Eropa. Sebab, dia sudah menjadi Presiden Belarus sejak 1994 silam.

Baca juga: Aksi Gigih Nenek 73 Tahun Viral Saat Ikut dalam Barisan Anti Presiden Lukashenko

Dalam pemilihan presiden 2015, dia menang dengan 83,5 persen. Namun seperti dikutip BBC, dia melenggang tanpa perlu menguras keringat.

Sebabnya adalah tidak ada calon yang menantangnya, serta para peninjau melaporkan adanya masalah pada proses penghitungan dan tabulasi.

Baca juga: Demo Belarus Makin Besar, Puluhan Ribu Orang Desak Presiden Lukashenko Mundur

Pada tahun ini, tantangan mulai didapatkan Lukashenko melalui sosok Tikhanovskaya, yang suaminya Sergei dipenjara saat masa kampanye.

Tikhanovskaya yang merupakan pemimpin oposisi saat ini menyatakan, dia tidak percaya dengan keputusan yang memenangkan petahana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com