Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2020, 21:58 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - China menuduh Amerika Serikat melanggar peraturan perdagangan internasional setelah negara itu memblokir sebagian ekspor China yang berasal dari wilayah Xinjiang dengan alasan diduga terjadi pelanggaran hak asasi manusia terutama yang dialami oleh kelompok minoritas Muslim Uighur.

Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, menolak tuduhan itu dan mengatakan marah atas langkah Amerika Serikat (AS).

"Amerika Serikat menggunakan apa yang disebut masalah tenaga kerja paksa sebagai dalih untuk menerapkan langkah pembatasan terhadap perusahaan-perusahaan China, melanggar peraturan perdagangan internasional dan industri global, mengganggu jaringan industri global, rantai suplai dan rantai nilai.

"Ini adalah terang-terangan perilaku bullying. China menolak tegas itu," kata Wang Wenbin dalam keterangan pers di Beijing.

Pernyataan itu dikeluarkan sesudah Amerika Serikat memblokir beberapa jenis barang dari wilayah Xinjiang yang diekspor China.

AS mengatakan "kerja paksa" digunakan untuk memproduksi barang-barang, termasuk di pusat "pelatihan" yang oleh AS disebut "kamp konsentrasi".

China selalu membantah tuduhan itu.

Baca juga: Derita Minoritas Uighur di Xinjiang, Ditahan dan Dipaksa Minum Obat Tradisional China

Larangan ekspor dari Xinjiang itu meliputi garmen, kapas, komponen komputer dan produk-produk rambut dari empat perusahaan dan satu pabrik di Xinjiang dan juga Provinsi Anhui.

"Pelanggaran hak asasi manusia luar biasa itu memerlukan tanggapan luar biasa," kata Kenneth Cuccinelli, pelaksana tugas wakil menteri keamanan dalam negeri AS.

"Ini adalah perbudakan modern," tambahnya.

Sementara itu, seorang pejabat Badan Kepabeanan dan Perlindungan Perbatasan AS, Mark A. Morgan mengatakan larangan yang berlaku mulai Senin (14/09) "mengirim pesan jelas kepada masyarakat internasional bahwa kami tidak akan membiarkan praktik gelap, tak manusiawi, dan eksploitatif dari kerja paksa di jaringan suplai AS".

"Pemerintahan Trump tidak akan tinggal diam dan membiarkan perusahaan-perusahaan asing memaksa pekerja rentan menjalani kerja paksa sementara merugikan bisnis Amerika yang menghormati hak asasi manusia dan aturan main," jelas Morgan.

Baca juga: Karena Virus Corona, Ibu Kota Xinjiang di China Deklarasikan Darurat Perang

'Kerja paksa' di Xinjiang

Larangan barang masuk ke AS dari Xinjiang merupakan langkah terbaru yang ditempuh Presiden Trump untuk menekan China terkait dengan kondisi di wilayah itu.

Pemerintah China diyakini menahan lebih dari satu juga warga etnik Uighur selama tahun-tahun terakhir dengan alasan risiko keamanan. Mereka dimasukkan secara paksa ke kamp-kamp konsentrasi.

Namun China menegaskan tidak ada kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang, melainkan balai-balai pelatihan bagi warga Muslim Uighur agar mereka "mengikuti pendidikan vokasi".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com