Ada juga kebanyakan dari orang Saudi di luar negeri yang berkomentar melalui Twitter, mengkritisi itu dan menyebutnya "khotbah normalisasi".
Baca juga: Pembunuhan Khashoggi, 29 Negara Kecam Arab Saudi
Ali al-Suliman, yang diwawancarai di salah satu mal Riyadh, mengatakan bahwa normalisasi yang dilakukan negara-negara teluk, UEA, dan Bahrain dengan Israel, sulit untuk diterima.
"Israel adalah negara penjajah dan mendorong orang Palestina keluar dari rumah mereka," ujar Suliman.
Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS), penguasa de facto kerajaan, telah berjanji untuk mempromosikan dialog antaragama sebagai bagian dari reformasi domestiknya.
Pangeran sebelumnya menyatakan bahwa Israel berhak untuk hidup damai di tanah mereka sendiri, dengan syarat kesepakatan damai yang menjamin stabilitas bagi semua pihak.
Ketakutan bersama Arab Saudi dan Israel terhadap Iran mungkin menjadi pendorong utama untuk pengembangan hubungan.
Ada tanda-tanda lain bahwa Arab Saudi, salah satu negara paling berpengaruh di Timur Tengah, sedang mempersiapkan rakyatnya untuk ramah kepada Israel.
Seperti sebuah drama, "Umm Haroun" yang ditayangkan selama Ramadhan pada April lalu, di televisi MBC yang dikelola Saudi, menunjukkan jumlah penonton yang biasanya meningkat saat mulai persidangan seorang suster Yahudi.
Serial fiksi itu tentang komunitas multi-agama di negara Teluk Arab sekitar 1930-an hingga 1950-an.
Baca juga: Kurangi Penggunaan Kertas, Arab Saudi Uji Coba Registrasi Pernikahan Lewat Online
Pertunjukan itu menuai kritik dari kelompok Hamas Palestina, dengan mengatakan itu menggambarkan orang-orang Yahudi secara simpatik.
Pada saat itu, MBC mengatakan acara tersebut adalah drama Teluk dengan rating tertinggi di Arab Saudi pada bulan Ramadhan. Penulis acara itu, keduanya dari Bahrain, mengatakan tidak ada pesan politiknya.
Namun, para ahli dan diplomat mengatakan itu adalah indikasi lain dari pergeseran wacana publik tentang Israel.
Awal tahun ini, Mohammed al-Aissa, mantan menteri Saudi dan sekretaris jenderal Liga Dunia Muslim, mengunjungi Auschwitz.
Kemudian pada Juni, dia mengambil bagian dalam konferensi yang diselenggarakan oleh Komite Yahudi Amerika, di mana dia menyerukan dunia tanpa "Islamofobia dan anti-Semitisme".
"Tentu saja, MBS bermaksud untuk memoderasi pesan-pesan yang disetujui negara, yang dibagikan oleh pendirian ulama. Sementara, bagian dari itu kemungkinan akan bersifat untuk membenarkan kesepakatan apa pun di masa depan dengan Israel, yang tampaknya tidak terpikirkan sebelumnya," kata Neil Quilliam, rekan Aissa di Chatham House.
Baca juga: Buku Ini Ungkap Kelihaian MBS Menangkan Hati Trump Sehingga Jadi Putra Mahkota Arab Saudi