MINSK, KOMPAS.com - Para aktivis di Belarus merekam "jeritan korban penyiksaan" yang suaranya keluar dari dalam penjara Minsk.
Aksi pada Kamis (13/8/12020) itu dilakukan pada hari keempat demonstrasi untuk menentang rezim pemerintahan yang dituding memenangi pemilu dengan curang.
Akibatnya, para pengunjuk rasa turun ke jalan dan bentrok dengan polisi. Para demonstran melemparkan batu dan kembang api, sedangkan polisi menanganinya dengan peluru karet dan gas air mata.
Baca juga: Presiden Belarus Alexander Lukashenko, Diktator Terakhir di Eropa, Kembali Menang Pilpres
Para demonstran menuduh Presiden Alexander Lukashenko yang dijuluki "diktator terakhir Eropa", menang secara ilegal dengan 80 persen suara untuk menjalankan masa jabatan keenamnya.
Video yang diunggah euroradio.fm di Twitter menampilkan suara jeritan di penjara Akrestina, Minsk, yang diduga adalah suara jeritan para demonstran yang disiksa. Mereka terdengar menangis pada malam hari.
"Anda dapat mendengar teriakan para tahanan di rumah penyiksaan Akrestina di Minsk, yang direkam oleh @euroradio," demikian retweet dari jurnalis Ukraina Maksym Eristavi.
[SOUND ON] "It feels like we live in Middle Ages." Here is audio recorded last night near the Minsk detention center where hundreds/thousands are being kept, indoor and outdoor. You can hear screams and moans from beatings. pic.twitter.com/flb4CjdyDY
— Franak Via?orka (@franakviacorka) August 13, 2020
"Warga di sekitar lokasi mengatakan suara itu terus berlanjut sepanjang malam. Ribuan orang ditahan di sel seperti ini di seluruh Belarus. Ini adalah beberapa borok Pengadilan Den Haag. #FreeBelarus," tulisnya.
You can hear screams of the detained in the Akrestina torture house in Minsk, filmed by @euroradio. Residents of the surrounding buildings say those continue through the night. Thousands remain in cells like these across Belarus. This is some Hague Tribunal shit.#FreeBelarus pic.twitter.com/RqaXJyex67
— Maksym Eristavi (@MaximEristavi) August 13, 2020
Baca juga: Presiden Belarus Hadiri Paskah di Tengah Covid-19: Saya Tak Setuju Orang Dihalangi ke Gereja
Menurut BBC, semakin banyak bukti yang menunjukkan polisi melakukan tindakan brutal terhadap para pengunjuk rasa dan orang-orang yang lewat, baik di jalan maupun di dalam penjara.
Dilansir dari Daily Mail, Kamis (13/8/2020), Nikita Telizhenko dari situs berita Znak.com Rusia mendekam di penjara Minsk selama tiga hari.
Di sana dia menggambarkan situasi di dalam penjara. Dikatakannya, orang-orang berbaring saling menindih satu sama lain, dikelilingi darah dan kotoran manusia.
Dia menduga para tahanan sengaja ditempatkan begitu dan dilarang menggunakan toilet.
Telizhenko menambahkan, dia termasuk tahanan yang terluka parah dan tidak diizinkan mendapat perawatan medis meski tubuhnya babak belur penuh memar karena dipukuli banyak petugas.
Baca juga: Presiden Belarus ini Sebut Vodka dan Sauna Lindungi Diri dari Virus Corona
BBC melaporkan, para tahanan termasuk pejalan kaki dan jurnalis yang tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa.
Michelle Bachelet Komisaris Tinggi HAM PBB pada Rabu (12/8/2020) mengecam kekerasan buntut sengketa pilpres di Belarus, dan mendesak para pengunjuk rasa yang ditahan tidak sah segera dibebaskan.
Ia juga mengecam penggunaan peluru karet, meriam air, dan granat kejut oleh polisi kepada para demonstran, dan mengatakan bahwa keluhan para pengunjuk rasa harus didengarkan.
"Saya mengingatkan pihak berwenang Belarus, bahwa penggunaan kekerasan selama demonstrasi harus menjadi pengecualian dan merupakan opsi terakhir, yang dengan jelas membedakan antara setiap individu yang melakukan kekerasan dan pengunjuk rasa yang damai, terhadap siapa kekerasan boleh digunakan," katanya.
"Orang-orang memiliki hak untuk berbicara dan berpendapat, apalagi dalam konteks pemilihan (presiden), ketika kebebasan demokratis harus ditegakkan, bukan ditindas," lanjutnya dikutip dari Daily Mail.
Baca juga: 3 Perempuan Ini Punya Misi Tumbangkan Diktator Terakhir Eropa
Demonstrasi merebak di Belarus usai Presiden Alexander Lukashenko dinyatakan menang pilpres lagi. Presiden yang sudah berkuasa sejak 1994 itu diklaim menang 80 persen suara pada Minggu (9/8/2020).
Polisi di Belarus mengatakan, pada Rabu mereka telah menembaki para pengunjuk rasa dengan peluru tajam pada malam ketiga kerusuhan, dan lebih dari 6.000 orang ditahan.
Video menyeramkan lainnya yang beredar menunjukkan demonstran muda ditahan akibat menentang diktator Belarus Alexander Lukashenko. Ia dipaksa bersumpah takkan lagi membuat "revolusi" melawan sang presiden.
Kondisi tak kondusif ini bahkan sampai membuat capres penantang kuat Lukashenko, Svetlana Tikhanovskaya, kabur ke Lithuania pada Selasa (11/8/2020)
Ia telah tiba di negara tetangga dengan selamat, kata Menteri Luar Negeri Lithuania Linas Linkevicius kepada kantor berita AFP.
Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut, tetapi Lithuania yang merupakan anggota Uni Eropa dan NATO, dan dulu juga bagian dari Uni Soviet seperti Belarus, memiliki riwayat memberikan perlindungan ke tokoh-tokoh oposisi Belarus dan Rusia.
Keberadaan Tikhanovskaya sempat tidak diketahui, setelah staf kampanye hilang kontak dengannya dan mengkhawatirkan keselamatannya.
Baca juga: Pilpres Belarus Ricuh, Capres sampai Kabur ke Negara Tetangga
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.