Kelapa sawit merenggut nyawa kerabat kita
Kelapa sawit mengeringkan sungai-sungai
Kelapa sawit menumpahkan darah tanah kita
Lirik lagu ini disenandungkan oleh Gerardus Gebze, seorang tetua adat Merauke saat pergi mencari sagu di hutan milik sukunya yang kini menjadi target perusahaan kebun kelapa sawit.
Dr Sophie merekam jeritan kesedihan dalam lagu tersebut, yang menurutnya, mewakili suara hati warga suku Marind.
"Lagu ini menggambarkan musnahnya pohon-pohon sagu akibat ekspansi deforestasi dan agribisnis," ujarnya.
Baca juga: Media AS Beritakan Pesawat Jatuh di Danau Sentani, Bawa Bantuan Covid-19
"Ini menyuarakan hilangnya kerabat, rusaknya sungai-sungai serta hancurnya lanskap yang ada. Ini menyuarakan kelaparan, rasa pilu, dan kehilangan di antara semua mahluk hidup," katanya.
Lagu ini, kata Dr Sophe lagi, menyampaikan penghancuran kehidupan yang dipicu oleh serbuan kelapa sawit, tanaman monokultur yang dampaknya paling merusak.
"Orang Marind menegaskan sawit ini telah membunuh sagu mereka," katanya.
Memakai terminologi kolonisasi botanis, Dr Sophie menggambarkan bagaimana tanaman sawit mengambilalih lahan dan kaitannya dengan posisi warga Papua dalam konteks negara Indonesia.
"Banyak orang Marind sekarang menyebut kelapa sawit sama dengan penjajah," jelas Dr Sophie.
Disertasi S3 yang ditulis Dr Sophie berjudul In the Shadow of the Palms: Plant-Human Relations Among the Marind-Anim, West Papua memperoleh penghargaan dari Asian Studies Association of Australia (ASAA) John Legge Prize sebagai Tesis Terbaik 2019 dalam kajian Asian Studies.
Ketua ASAA, Edward Aspinal dalam sebuah pernyataan menjelaskan, disertasi Sophie Chao berhasil mengungkap dan menganalisis hubungan dinamis antara manusia dengan hutan di Papua.
Dikatakannya, penelitian ini menunjukkan dampak mematikan dari kolonisasi botanis dari budidaya monokultur terhadap aneka jaringan dan konfigurasi keberadaan masyarakat suku Marind di dunia ini.
Karya Dr Sophie ini juga meraih penghargaan dari Australian Anthropological Society, serta Macquarie University Vice-Chancellor's Commendation.
Selama melakukan penelitian ini, Dr Sophie mengaku mendapatkan pelajaran berharga dari masyarakat Marind untuk selalu "menghargai alam".
"Mereka bilang, Sophie, berhenti berpikir, berhenti menulis, ayo kita jalan ke hutan. Hutan akan mengajarkan kamu segala hal. Hutan akan jadi guru kamu," katanya.