Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sorot Lahan Sawit Renggut Pangan Suku Papua, Disertasi Ini Jadi yang Terbaik di Australia

Kompas.com - 06/08/2020, 21:49 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

CANBERRA, KOMPAS.com - Menghabiskan waktu bertahun-tahun bersama suku Marind Anim di Merauke, Papua, antropolog dari Australia, Sophie Chao, berhasil merekam dampak buruk perkebunan kelapa sawit bagi penduduk setempat.

Di tahun 2019 kemarin, Sophie mendapat penghargaan tesis doktoral terbaik dalam kajian Asia Australia dari Asian Studies Association of Australia.

"Saya meneliti dampak deforestasi dan perluasan kebun kelapa sawit di bawah program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) terhadap masyarakat setempat," ujar Dr Sophie dalam wawancara dengan wartawan ABC Farid M Ibrahim, Rabu (29/7/2020).

Baca juga: Referendum Tolak Kelapa Sawit Indonesia Masuk Mahkamah Konstitusi Swiss

Suku Marind Anim mendiami wilayah yang sangat luas di Papua bagian selatan, yaitu mulai dari Selat Muli (Selat Marianne) hingga ke perbatasan Papua Nugini.

Wilayah tersebut meliputi daerah aliran Sungai Buraka, Bian, Eli, Kumbe, dan Maro yang secara administratif masuk dalam Distrik Okaba, Merauke, Kimam, dan Muting.

"Warga di sana masih memperoleh sumber makanannya dari hutan, seperti sagu, kasuari, babi hutan, dan juga ikan," ujar Dr Sophie yang sekarang sedang melakukan riset post-doctoral di Sydney University.

"Namun hutan semakin hilang serta air semakin tercemar polusi akibat aktivitas pabrik,"tambahnya.

Masyarakat suku Marind kehilangan riwayat kehidupannya dengan hilangnya hutan akibat pembukaan lahan kebun sawit.www.morethanhumanworlds.com via ABC INDONESIA Masyarakat suku Marind kehilangan riwayat kehidupannya dengan hilangnya hutan akibat pembukaan lahan kebun sawit.
Hilang hutan artinya hilang segalanya

Alumni Oxford University ini melakukan penelitian dari tahun 2015 hingga 2018 untuk program S3-nya di Macquarie University.

Namun sebelumnya, Dr Sophie sudah sering mengunjungi Merauke sebagai pekerja LSM bernama Forests People Programme dan banyak terlibat dengan LSM setempat.

"Yang menarik bagi saya karena masyarakat suku ini menganggap hutan, pohon dan binatang sebagai kerabat mereka sendiri. Jadi ada hubungan emosional secara kultural antara manusia, pohon dan binatang," katanya.

"Saya meneliti bagaimana pembangunan di wilayah itu telah mengubah hubungan antarmakhluk hidup ini," jelas Dr Sophie.

Baca juga: Pemasaran Produk Kelapa Sawit Indonesia Mulai Ditolak di Swiss

Melalui penelitian ini, Dr Sophie mengungkap perkebunan kepala sawit seringkali hanya dilihat dampaknya dari segi kerusakan lingkungan hidup, misalnya dari sisi hilangnya hutan tropis serta habibat orangutan.

"Jelas hal itu sangat penting, namun ada aspek lain dari sisi manusia yang kurang mendapatkan perhatian," katanya.

Ia mengatakan, bagi suku Marind di Papua, manusia dan lingkungan itu saling terkait dan tak bisa dipisahkan. Karenanya, hutan bukan sekadar sumber daya yang bisa digunakan tapi merupakan suatu kehidupan tersendiri.

"Yang satunya tidak bisa bertahan atau hidup dengan baik tanpa adanya yang lain," ujar Dr Sophie.

"Hutan dipandang sebagai suatu dunia kehidupan, dunia nenek moyang, sehingga jika hutan hilang, itu bukan hanya kehilangan lingkungan hidup tapi sama dengan kehilangan segalanya bagi orang Marind," tambahnya.

Konflik akibat kelapa sawit

Hal lain yang diungkap dalam tesis Dr Sophie adalah kehadiran perkebunan kelapa sawit yang menimbulkan konflik horizontal di kalangan penduduk Marind.

"Ada pro-kontra dalam masyarakat. Ada yang menerima kompensasi ada pula yang tidak," ujarnya.

Baca juga: Pesawat Jatuh di Papua Nugini, Ternyata Bawa Kokain Senilai Rp 1 Triliun

Ketahanan pangan nasional di Indonesia seharusnya tidak begitu saja menghancurkan ketahanan pangan masyarakat suku di Papua.SOPHIE CHAO via ABC INDONESIA Ketahanan pangan nasional di Indonesia seharusnya tidak begitu saja menghancurkan ketahanan pangan masyarakat suku di Papua.
Menurutnya ada kasus di mana suku Marind menandatangani kontrak dengan pihak perkebunan, tanpa memahami apa konsekuensi dari kontrak tersebut.

Pembukaan lahan untuk program MIFEE sudah berlangsung sejak sekitar satu dekade lalu dan sebagian perkebunan kepala sawit saat ini masih dalam tahap awal pengembangan.

Dari penelitian Dr Sophie terungkap banyak warga suku Marind yang merasa proyek kebun sawit dijalankan tanpa persetujuan mereka.

Hal itu, tak ayal lagi, memicu konflik warga dengan perusahaan, maupun konflik sesama warga sendiri terkait hak atas tanah, kesempatan kerja, serta ganti rugi.

Program MIFEE sendiri, kata Dr Sophie, bukan hanya perlu memperhatikan kepentingan ketahanan pangan nasional tapi juga ketahanan pangan penduduk setempat.

"Dari segi kebijakan, perlu adanya titik temu antara kepentingan pangan nasional dengan kepentingan pangan warga setempat," jelas Dr Sophie yang pernah jadi konsultan badan pangan dunia FAO.

Ia menjelaskan, hilangnya makanan hutan telah menimbulkan persoalan serius bagi ketahanan pangan penduduk Marind.

"Makanan hutan seringkali memiliki keseimbangan nutrisi yang baik. Ada sagu sebagai sumber karbohidrat, ada daging babi dan daging kasuari untuk protein, serta segala macam sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral," ujar Sophie yang juga salah satu pengurus Australian Anthropological Society.

Baca juga: Profil Pilot MAF yang Tewas di Danau Sentani, Antar Bantuan Covid-19

Pemerintah RI sejak beberapa tahun lalu mulai mendorong pembukaan lahan berskala besar termasuk untuk perkebunan sawit di wilayah Merauke, Papua.SOPHIE CHAO via ABC INDONESIA Pemerintah RI sejak beberapa tahun lalu mulai mendorong pembukaan lahan berskala besar termasuk untuk perkebunan sawit di wilayah Merauke, Papua.
Saat ini, makanan hutan telah berganti beras, mie instan, dan biskuit, sehingga timbul masalah malnutrisi yang menyebabkan tingginya tingkat stunting, infertilitas, kekurangan yodium dan kalsium.

"Meskipun mereka diberi segala macam makanan pengganti tersebut, namun bagi mereka itu tidak bikin kenyang dan tidak punya makna dalam kosmologi mereka," jelas Dr Sophie.

"Kelapa sawit membunuh sagu"

Kelapa sawit membunuh sagu

Kelapa sawit merenggut nyawa kerabat kita

Kelapa sawit mengeringkan sungai-sungai

Kelapa sawit menumpahkan darah tanah kita

Lirik lagu ini disenandungkan oleh Gerardus Gebze, seorang tetua adat Merauke saat pergi mencari sagu di hutan milik sukunya yang kini menjadi target perusahaan kebun kelapa sawit.

Dr Sophie merekam jeritan kesedihan dalam lagu tersebut, yang menurutnya, mewakili suara hati warga suku Marind.

"Lagu ini menggambarkan musnahnya pohon-pohon sagu akibat ekspansi deforestasi dan agribisnis," ujarnya.

Baca juga: Media AS Beritakan Pesawat Jatuh di Danau Sentani, Bawa Bantuan Covid-19

Lahan hutan yang sangat luas di wilayah Merauke dibuka untuk perkebunan sawit milik perusahaan-perusahaan dari dalam dan luar negeri, termasuk dari Singapura dan Korea Selatan. SOPHIE CHAO via ABC INDONESIA Lahan hutan yang sangat luas di wilayah Merauke dibuka untuk perkebunan sawit milik perusahaan-perusahaan dari dalam dan luar negeri, termasuk dari Singapura dan Korea Selatan.
"Ini menyuarakan hilangnya kerabat, rusaknya sungai-sungai serta hancurnya lanskap yang ada. Ini menyuarakan kelaparan, rasa pilu, dan kehilangan di antara semua mahluk hidup," katanya.

Lagu ini, kata Dr Sophe lagi, menyampaikan penghancuran kehidupan yang dipicu oleh serbuan kelapa sawit, tanaman monokultur yang dampaknya paling merusak.

"Orang Marind menegaskan sawit ini telah membunuh sagu mereka," katanya.

Memakai terminologi kolonisasi botanis, Dr Sophie menggambarkan bagaimana tanaman sawit mengambilalih lahan dan kaitannya dengan posisi warga Papua dalam konteks negara Indonesia.

"Banyak orang Marind sekarang menyebut kelapa sawit sama dengan penjajah," jelas Dr Sophie.

"Hutan akan jadi guru kamu"

Disertasi S3 yang ditulis Dr Sophie berjudul In the Shadow of the Palms: Plant-Human Relations Among the Marind-Anim, West Papua memperoleh penghargaan dari Asian Studies Association of Australia (ASAA) John Legge Prize sebagai Tesis Terbaik 2019 dalam kajian Asian Studies.

Ketua ASAA, Edward Aspinal dalam sebuah pernyataan menjelaskan, disertasi Sophie Chao berhasil mengungkap dan menganalisis hubungan dinamis antara manusia dengan hutan di Papua.

Dikatakannya, penelitian ini menunjukkan dampak mematikan dari kolonisasi botanis dari budidaya monokultur terhadap aneka jaringan dan konfigurasi keberadaan masyarakat suku Marind di dunia ini.

Karya Dr Sophie ini juga meraih penghargaan dari Australian Anthropological Society, serta Macquarie University Vice-Chancellor's Commendation.

Selama melakukan penelitian ini, Dr Sophie mengaku mendapatkan pelajaran berharga dari masyarakat Marind untuk selalu "menghargai alam".

"Mereka bilang, Sophie, berhenti berpikir, berhenti menulis, ayo kita jalan ke hutan. Hutan akan mengajarkan kamu segala hal. Hutan akan jadi guru kamu," katanya.

Kelapa sawit membunuh sagu, kelapa sawit membunuh kerabat kami... Sophie Chao merekam kesedihan dan ketakberdayaan warga suku Marind menghadapi invasi industri kebun sawit ke wilayah itu.SOPHIE CHAO via ABC INDONESIA Kelapa sawit membunuh sagu, kelapa sawit membunuh kerabat kami... Sophie Chao merekam kesedihan dan ketakberdayaan warga suku Marind menghadapi invasi industri kebun sawit ke wilayah itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com