Halima mengatakan IOM memberitahunya tentang virus corona pada akhir Maret dan menasihatinya tentang social distancing dan kebersihan tangan.
"Kami sangat menghargai ini. Sesuai dengan nasihat itu, saya jadi sering mencuci tangan," katanya.
Dalam video lain, seorang pekerja IOM terlihat berjalan sambil berbagi nasihat kesehatan melalui megafon di kamp dan tempat penampungan sementara.
"Virus ini tidak hanya menyerang orang non-Muslim, virus ini bisa menular ke semua manusia," katanya.
"Penyakit ini hanya bisa dicegah melalui kebersihan."
Baca juga: Ribuan Warga di Negara Ini Tak Tahu Apa Pun soal Covid-19, Dikira Gejala Diare
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan infeksi Covid-19 telah menyebar di Afrika dengan jumlah orang yang tertular lebih dari 500.000 kasus dan 11.000 orang meninggal.
Di Ethiopia sendiri tercatat 6.000 kasus dan 100 kematian karena virus corona, sementara Somalia mencatat lebih dari 3.000 kasus dan setidaknya 90 orang telah meninggal dunia.
Juru bicara IOM Afrika Yvonne Ndege menambahkan, kebanyakan dari mereka rentan terhadap virus tersebut karena sering tidur saling berdekatan satu sama lain dan rute migrasi yang mereka lalui memiliki keterbatasan fasilitas kesehatan dan sanitasi.
"Kenyataannya adalah sebagian dari masyarakat yang paling rentan di dunia, yang cenderung tertular penyakit yang mematikan ini, malah tidak mengetahui bahwa virus ini eksis. Ini mengerikan," katanya.
Baca juga: Berlayar di Tengah Laut, Pasangan Ini Tak Tahu Dunia Dilanda Covid-19
Beberapa pekerja kemanusiaan mengatakan kepada Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International, pemadaman internet terlama di dunia di sejumlah kawasan Myanmar telah memutus akses ke informasi penting, termasuk tentang virus corona.
Sembilan kota di negara bagian Rakhine dan Chin telah terputus dari akses seluler sehingga berdampak pada sekitar 1 juta orang yang tinggal di zona konflik.
"Myanmar telah mengalami pemadaman internet selama setahun. Beberapa warganya masih tidak tahu ada pandemi," kata wakil direktur HRW Asia, Phil Robertson di akun Twitter-nya.
Ia mengatakan kepada ABC, mustahil mengetahui berapa banyak orang di desa-desa di wilayah pemadaman internet itu yang tahu tentang virus corona, tapi ia memperkirakan ada puluhan ribu orang berada di kamp-kamp pengungsian yang sering kali merupakan inkubator ideal untuk penyebaran cepat penyakit.
"Hanya beberapa orang saja di kamp pengungsian yang mengetahui tentang Covid-19 ini," kata seorang pekerja kepada Amnesty International yang mengestimasi hanya 5 persen saja yang tahu jika virus ini berbahaya.
Baca juga: Terlama di Dunia, Pemblokiran Internet di Rakhine Masuki Tahun Kedua
Seorang warga dari Minbya menyampaikan kepada Amnesty International, bahwa mereka tahu tentang Covid-19 dari TV, koran, dan siaran parabola ilegal, tetapi tidak memiliki akses yang termutakhir dari internet.